Kriminalisasi Pasal Moral KUHP

Penulis

Senin, 12 Desember 2022 09:45 WIB

Partai Buruh berdemonstrasi di Patung Kuda menolak RKUHP pada Sabtu, 10 Desember 2022. Muhsin Sabilillah/TEMPO

Editorial Tempo.co

---

KITAB Undang-Undang Hukum Pidana baru membuat rakyat Indonesia laksana hidup di ruang kaca. Setiap gerak-gerik individu dikontrol ketat oleh negara, bahkan melalui pemidanaan masalah privat seperti urusan “kamar tidur”. Turut campur dan mengatur privasi warga negara sama artinya dengan pelanggaran hak asasi.

Dalam KUHP yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah pada 6 Desember 2022 lalu, aturan soal campur tangan negara terhadap urusan personal ada di pasal 411 dan pasal 412. Kedua pasal tersebut mengatur sanksi pidana untuk seks di luar nikah dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun dan perbuatan kohabitasi atau pasangan yang tinggal satu atap tanpa ikatan pernikahan dengan ancaman bui 6 bulan. Berlaku efektif tiga tahun setelah diundangkan, KUHP baru ini merupakan bentuk kemunduran demokrasi Indonesia.

Negara yang menjunjung tinggi demokrasi semestinya mengedepankan perlindungan hak privat rakyatnya, bukan justru mengekang kebebasan personal dengan kriminalisasi. Negara seharusnya hanya mengatur apa yang terjadi di ruang publik, demi menjaga ketertiban hidup bersama. Sepanjang menyangkut privasi, kewajiban negara adalah melindungi, bukan malah mengintervensinya. Apalagi konstitusi kita telah menjamin perlindungan atas privasi. Pelbagai kovenan internasional pun, misalnya Universal Declaration of Human Rights Pasal 12, telah menyamakan pelanggaran atas privasi sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Advertising
Advertising

Negara tidak boleh terjebak pada legalisme karena akan menjadi pemerintahan otoriter berbalut agama. Ajaran agama yang semestinya privat tak seharusnya menjadi ranah publik. Produk hukum ini menjadi gambaran bagaimana politik konservatisme kini dipakai untuk mendulang popularitas. Mendekati pemilihan umum 2024, partai maupun tokoh politik bisa menjadikan dua ketentuan yang mengatur urusan privat ini sebagai bahan klaim kepada konstituen bahwa mereka sudah menciptakan produk hukum yang bisa membuat Indonesia lebih bermoral. Di tengah masyarakat yang kian konservatif, urusan seks di luar nikah dan kohabitasi adalah isu populer.

Dalih DPR dan pemerintah bahwa kedua pasal itu berlaku jika ada yang melapor jelas alasan yang prematur. Dengan pemidanaan seks di luar nikah dan kohabitasi, undang-undang ini bisa menjadi celah kalangan tertentu bahwa dua urusan personal tersebut masuk ranah kepentingan umum. Dengan alasan kepentingan umum itulah mereka merasa berhak melakukan persekusi atau penggerebegan terhadap tindakan seks di luar nikah dan kohabitasi. Bahkan bisa saja mereka mendesak pasangan, orang tua atau anak untuk melapor ke polisi atas tindakan tersebut.

Tanpa undang-undang ini saja sudah banyak korban persekusi dan penggerebegan. Misanya, pada Januari 2020, anggota DPR Andre Rosiade yang ikut menjebak pekerja seks di sebuah kamar hotel untuk membuktikan adanya praktik prostitusi online di Padang. KUHP baru ini memberi legitimasi bagi berbagai kelompok masyarakat untuk menjadi polisi moral. Jadi bukan hanya polisi, masyarakat umum berpotensi main hukum sendiri. Semua orang saling mengawasi dan saling menghakimi sehingga ada potensi konflik di masyarakat.

KUHP baru ini juga mengancam kelompok tertentu di masyarakat yang status pernikahannya tak tercatat negara. Misalnya karena permasalahan ekonomi, kendala geografis, maupun karena kesalahan administrasi. Seperti diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, negara menyatakan pernikahan yang sah adalah yang tercatat dalam administrasi kependudukan. Mereka yang masuk Kelompok rentan ini adalah masyarakat adat, masyarakat terpencil, atau pun masyarakat miskin yang pernikahannya sering kali tidak disahkan oleh negara.

Dua pasal karet di KUHP baru itu juga bisa menyuburkan kelompok intoleran. Alih-alih menciptakan ketertiban dan kenyamanan di masyakarat, produk hukum ini justru memunculkan ketakutan tak hanya bagi warga negara Indonesia tapi juga negara lain atau orang asing. Australia dan Amerika Serikat bahkan mengecam pemidanaan kebebasan privat ini. Mereka khawatir warganya yang tinggal atau sedang melancong ke Indonesia menjadi korban aturan di KUHP tersebut. Walhasil, Indonesia dianggap tak menarik bagi investor dan turis asing.

Karena begitu bahayanya dua pasal tersebut di KUHP baru, semua saluran harus dipakai untuk menganulir ketentuan itu. Terutama melalui uji materi kepada Mahkamah Konstitusi. Masih ada waktu tiga tahun sebelum undang-undang itu berlaku. Pasal moral tersebut harus hilang dari KUHP karena kebebasan mendasar menyangkut urusan privat sudah selayaknya tak disandera negara dengan alasan apapun.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya