Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Daoed Joesoef

Oleh

Daoed Joesoef. TEMPO/Zulkarnain
Daoed Joesoef. TEMPO/Zulkarnain
Iklan

Di dinding rumah Daoed Joesoef ada sebuah lukisan: pantai yang kosong, dengan gelombang bergulung-gulung dari kaki langit. Jika kita simak, buih ombak yang memecah sepanjang pesisir itu membentuk sebuah kaligrafi Arab. Laut seakan-akan mengucapkan kalimat syahadat.

Lukisan itu karyanya sendiri. Daoed Joesoef, yang di masa muda pernah hidup antara lain dengan menggambar poster film, bukan pelukis dengan sapuan kuas yang spontan. Ia lebih seorang perancang bentuk ketimbang seseorang yang ekspresif; kanvasnya lebih digerakkan gagasan. Kalimat kaligrafi itu merupakan statemennya: ia muslim; ia membaca alam sebagai tanda-tanda Allah.

Di tahun 1978-1983, ketika ia Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet Soeharto, orang tak melihatnya sebagai muslim dengan acuan yang lazim di pesantren. Ia dikenal sebagai menteri yang melarang anak perempuan memakai jilbab di sekolah negeri.

Mereka bilang, ia "anti-Islam".

Saya ragu. Lukisan di rumahnya itu menunjukkan, keyakinan Islamnya kuat, tapi sifatnya privat, tak hendak dibawa-bawanya sebagai label, apalagi dalam tugas kenegaraan.

Mungkin ia mengagumi ide laïcité dalam konsep kenegaraan Prancis: kekuasaan agama tak boleh mencampuri tugas publik. Daoed menempuh ilmu di Universitas Sorbonne, Paris, selama 13 tahun sejak lulus Fakultas Ekonomi UI di tahun 1959. Ia bangga akan dua gelar doktor yang didapatnya di sana, bangga akan kefasihannya menggunakan "bahasa yang indah" itu yang membedakannya dengan para ekonom segenerasinya seperti Widjojo Nitisastro dan Emil Salim, yang lebih fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Daoed bukan saja ingin mengambil jarak dari mereka, yang entah kenapa ia sikapi sebagai "kubu lawan". Bila ia menegaskan diri lebih "Prancis", itu karena ia seorang francophile. Lahir di Medan, sejak kecil ia memimpikan Paris, kota yang di tahun 1906 oleh wali kota pertama Medan, Daniel Baron Mackay, dijadikan model perencanaan ruang.

Tapi bukan hanya Prancis yang membentuk pandangan Daoed Joesoef.

Ia pengagum Bung Hatta: ekonom, negarawan, muslim yang taat dan yang melihat Indonesia tak hanya dibangun orang Islam. Daoed mengikuti jalan pikiran Bung Hatta yang mempersiapkan konstitusi pertama: "Kalau nanti yang diunggulkan di sini hanya satu agama, yaitu Islam, saya khawatir Negara Indonesia akan pecah…." Itu yang ditulisnya di memoar yang terbit di tahun 2003.

Sejak kecil, ia hidup dengan Indonesia sebagai cita-cita yang tak boleh dicederai. Bapak dan emaknya kenal seorang aktivis dari Jawa yang datang ke wilayah Deli dan hidup di kalangan buruh perkebunan untuk membangun gagasan tentang Indonesia yang tak dijajah. Di awal perang kemerdekaan, pada usia remaja, Daoed mendaftarkan diri jadi tentara di Sumatera Timur; pangkat terakhirnya letnan.

Ia memang "patriot". Tapi ia juga seorang kosmopolitan yang yakin bahwa ke Indonesiaan akan berkembang subur "dalam taman sarinya internasionalisme", seperti diidamkan Bung Karno. Daoed memuja emaknya di kampung, tapi ia melampaui lingkaran primordial apa pun. Ia seorang rasionalis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia seorang Cartesian, pelanjut pemikiran Descartes. Orang Prancis dari abad ke-17 ini filosof yang taat beragama, tapi tak meletakkan nalar tunduk di bawah iman. Baginya nalar, ratio, ada di samping iman--bahkan jadi dasar iman.

Tampak, dalam perspektif ini ada pembagian yang jelas: nalar dan bukan-nalar. Descartes penganjur pemikiran yang claire et distinct: jernih dan tak campur aduk. Dalam cara Daoed Joesoef merumuskan pikirannya, tampak asas Cartesian itu: claire et distinct. Kalimatnya terang dan lempang. Semua disampaikannya murni dari gejolak emotif. Tak ada yang abu-abu, kusut, sengkarut.

Sebagaimana Daoed menarik garis antara kehidupan beragama dan kerja kenegaraan, ia juga memisahkan kehidupan akademik dari gairah politik. Ia seakan-akan menegaskan argumen rasionalis Julien Benda dalam La trahison des clercs, yang sering salah ditafsirkan ketika disalin jadi "pengkhianatan intelektual". Seseorang yang mencari kebenaran sebagai tugas dan panggilan tak boleh mencampurkan pencarian itu dengan nafsu politik dan kekuasaan.

Itu dasar konsepnya tentang "normalisasi kehidupan kampus" (NKK) di tahun 1978.

Daoed Joesoef punya satu analogi: seperti di jalan yang sibuk, untuk kendaraan yang menuju ke arah yang sama, harus ada jalur yang terpisah. Perguruan tinggi, yang dibiayai mahal dengan dana publik, pertama-tama harus melahirkan para terpelajar yang ulung tanpa diganggu kegiatan dan interes lain.

Di sini Daoed Joesoef benar tapi juga salah. Bukankah hubungan kekuasaan niscaya bersengkarut dengan proses "kebenaran", apalagi di perguruan tinggi di Indonesia?

Konsep sang Menteri Pendidikan sendiri akhirnya jadi alat penertiban oleh Orde Baru; proses "kebenaran" yang terbuka lumpuh. Ketika perlawanan berlangsung, itu umumnya hanya dalam kelompok-kelompok tertutup, yang akhirnya hanya saling mengukuhkan asumsi, tanpa penajaman nalar dan pembuktian. Sejak itu, kemandekan daya kritis di kampus berlangsung. Orang lupa: kerja ilmiah pada dasarnya adalah "politik" pembebasan dari doktrin dan dogma.

Saya kira Daoed Joesoef, yang yakin akan iman dan nalar, akan sedih menyaksikan kampus yang ikut dibangunnya hari ini. Tuhan memanggilnya di saat yang tepat.

Goenawan Mohamad

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Anggaran Mubazir Pengadaan Mobil Listrik untuk Pejabat

3 hari lalu

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menunjukkan mobil listrik saat diluncurkan sebagai kendaraan dinas Kementerian Perhubungan di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020. Kendaraan dinas pejabat Kementerian Perhubungan resmi berganti dari yang berbahan bakar fosil menjadi bahan bakar listrik. ANTARA/Sigid Kurniawan
Anggaran Mubazir Pengadaan Mobil Listrik untuk Pejabat

Mobil listrik untuk pejabat dan operasional Kementerian dan lembaga tidak perlu dan percuma. Bisa menambah kemacetan.


Lawan Misinformasi tanpa Centang Biru Twitter

9 hari lalu

Lawan Misinformasi tanpa Centang Biru Twitter

Para peniru dan penebar kabar bohong itu nekat membuat tanda verifikasi yang menyerupai verification badge asli yang dibuat oleh platform media sosial.


Pesta Selebritas di Partai Politik

10 hari lalu

Artis dan presenter Aldi Taher sempat didiagnosa memiliki kanker kelenjar getah bening. Benjolan kanker yang sempat bersarang di leher Aldi Taher telah hilang setelah melakukan rangkaian pengobatan dan kemoterapi. Dok.Tempo/ Agung Pambudhy
Pesta Selebritas di Partai Politik

Jangan hanya melihat popularitas calon legislator, tapi perhatikan rekam jejak mereka secara utuh. Kita sedang memilih mereka yang mampu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam lima tahun mendatang


Menjaga Biodiversitas Meredam Perubahan Iklim

11 hari lalu

Ilustrasi hutan pinus. dok.TEMPO
Menjaga Biodiversitas Meredam Perubahan Iklim

Keanekaragaman hayati mampu menjadi benteng pertahanan perubahan iklim dan mengawal pemerintah dalam upaya menguatkan komitmen melindungi Bumi.


Bima TikToker dan Godaan Obral 'Stempel' Hoaks

11 hari lalu

TikToker, Bima Yudho Saputro yang viral setelah membuat video berjudul Alasan Lampung Gak Maju-Maju. Foto: TikTok/@Awbimaxreborn
Bima TikToker dan Godaan Obral 'Stempel' Hoaks

Respons kritik dengan verifikasi. Jika kritik di media sosial itu terbukti salah, bantahlah di media yang sama.


Bamsoet Diangkat Jadi Wakil Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi BP PTSI

13 hari lalu

Bamsoet Diangkat Jadi Wakil Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi BP PTSI

Dunia pendidikan di Indonesia masih menyisakan banyak persoalan. Hal ini tercermin dari peringkat pendidikan negara-negara di dunia.


Kemenperin: RI Memiliki Potensi Mengembangkan Perkebunan Tebu di Lahan Rawa

14 hari lalu

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian RI, Taufiq Bawazier pada acara Kick Off di Beerhall, SCBD, Jakarta Selatan, Senin, 28 November 2022. (Foto: TEMPO/ Kholis Kurnia Wati)
Kemenperin: RI Memiliki Potensi Mengembangkan Perkebunan Tebu di Lahan Rawa


Yandri Susanto Ajak Pengurus RT/RW Jaga Persatuan

17 hari lalu

Yandri Susanto Ajak Pengurus RT/RW Jaga Persatuan

Yandri memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kecamatan Petir Kabupaten Serang, Banten.


Sesat Klaim Janji Investasi

17 hari lalu

Pekerja beraktivitas di lokasi proyek pembangunan Rumah Tapak Jabatan Menteri di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara, Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa, 28 Februari 2023. Pembangunan 36 Rumah Tapak Jabatan Menteri tersebut tengah memasuki tahap pematangan lahan dan ditargetkan rampung pada Juni 2024 sebagai salah satu persiapan untuk penyelenggaraan upacara bendera Hari Kemerdekaan RI di IKN Nusantara. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Sesat Klaim Janji Investasi

Komitmen pendanaan transisi energi melalui skema JETP masih terkatung-katung. Pemerintah sebaiknya introspeksi.


Obituari Hendrik Dikson Sirait, 5 Januari 1972 - 11 Mei 2023

17 hari lalu

Hendrik Dikson Sirait
Obituari Hendrik Dikson Sirait, 5 Januari 1972 - 11 Mei 2023

Omong-omong, aku senang melihat fotomu yang ditaruh di depan pusara. Kau tersenyum. Rapi dalam balutan jas dan dasi. Badanmu berisi. Mirip aku jugalah.