Desentralisasi dan Privatisasi Taman Nasional

Senin, 10 Mei 2021 17:30 WIB

Pemandangan matahari dari Desa Sapit, Lombok. Dok pribadi Sabri (Polhut KPH Rinjani Timur)

Indonesia mempunyai 54 taman nasional. Dua permasalahan pokok yang sering muncul yaitu kurangnya anggaran dan sumber daya manusia. Desentralisasi dan privatisasi bisa menjadi solusi.

Ide taman nasional sebenarnya berasal dari Amerika. Awalnya Amerika membentuk taman nasional untuk kepentingan wisata. Belakangan taman nasional berfungsi aspek konservasi dan sosial.

Saking bangganya, orang Amerika menyebut taman nasional sebagai “ide terbaik Amerika” untuk dunia, karena konsep tersebut diikuti seluruh negara. Tak terkecuali Indonesia yang memiliki 54 taman nasional tersebar dari Aceh hingga Papua.

Taman nasional sendiri memiliki multi definisi. Meski International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menyepakati arti taman nasional, kenyataannya tiap negara memiliki kriteria berbeda-beda.

Contohnya dalam hal pengelolaan. Sebagian negara, termasuk Amerika, memberlakukan taman nasional dikelola pusat. Sementara di Australia dan Kanada, taman nasional bisa dikelola dan dimiliki oleh pusat maupun daerah. Bahkan, beberapa negara mengizinkan swasta dan masyarakat memiliki taman nasional.

Advertising
Advertising

Di Indonesia, pengelolaan taman nasional berada di bawah pemerintah pusat. Wilayahnya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Biasanya berada di daerah terpencil.

Pengelolaan taman nasional di Indonesia tidak luput dari berbagai permasalahan. Mulai dari perambahan, perburuan ilegal, hingga pengelolaan wisata yang belum maksimal. Disinyalir penyebabnya adalah soal anggaran dan sumber daya manusia.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dana untuk mengelola taman nasional kurang memadai. Di sisi lain, jumlah petugas taman masih kurang, baik kuantitas maupun kualitas. Apalagi sebagian besar pegawai lebih memilih penempatan di Jawa. Akibatnya, taman nasional di luar Jawa kurang terkelola dengan baik. Untuk menjawab permasalahan tersebut, desentralisasi dan privatisasi taman nasional patut dipertimbangkan.

Desentralisasi

Kata desentralisasi sering diasosiasikan dengan sistem pemerintahan. Sebenarnya desentralisasi mempunyai makna lebih luas. Intinya memberikan kewenangan kepada tingkat pemerintahan lebih rendah. Bahkan bisa ke level pemerintahan desa.

Sementara itu, banyak peneliti meyakini desentralisasi merupakan instrumen penting pengelolaan taman nasional secara adil, efisien, dan berkelanjutan. Tujuan lainnya yang tidak kalah penting adalah mewujudkan pembangunan inklusif, partisipatif, dan transparan.

Desentralisasi juga memungkinkan pengambilan keputusan di level masyarakat. Jelas ini lebih efektif. Masyarakat mempunyai akses lebih dekat dengan kawasan. Biaya pengelolaan pun lebih efisien. Selain itu, proses partisipatif memungkinkan akuntabilitas pengambilan keputusan.

Dalam konteks pengelolaan taman nasional, desentralisasi menjadi isu menarik di Indonesia. Pasalnya pemerintah daerah lah yang mulanya mengusulkan pembentukan taman nasional. Namun setelah usulan tersebut disetujui, taman nasional dimiliki dan dikelola oleh pemerintah pusat.

Mungkin pemerintah daerah tidak mengetahui jika status kawasan hutan berubah menjadi taman nasional, maka kawasan tersebut akan dimiliki dan dikelola oleh pusat.

Mengetahui tidak mendapatkan keuntungan dengan kehadiran taman nasional, beberapa pemerintah daerah ingin meminta kembali. Nasi menjadi bubur, pusat pun tidak serta merta memberikan.

Nah, peraturan yang dibuat pada 1990, yaitu UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menjadi sumber polemik. Tak salah jika sejumlah kalangan mengusulkan agar undang-undang tersebut direvisi.

Bagaimanapun, esensi penyusunan peraturan perundangan adalah untuk mengatur dan mencapai tujuan publik. Jika memang sebuah peraturan tidak relevan, maka seharusnya disesuaikan, bukan malah dipertentangkan. Penyesuaian bisa dilakukan dengan merevisi peraturan induk atau turunannya.

Jika kepemilikan dan pengelolaan bisa di bawah wewenang pemerintah daerah, maka peluang untuk memajukannya sangat besar. Misalnya, kelembagaan pengelolaan taman nasional bisa berupa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan skema ini, pengelola bisa fleksibel mengatur keuangan dan sumber daya manusia.

Desentralisasi taman nasional memang memberikan banyak manfaat. Tentu saja harus dibarengi dengan kesiapan dan kemampuan pemerintah daerah. Satu hal yang patut diperhatikan adalah orientasi pada masyarakat. Hanya dengan partisipasi masyarakat, tujuan desentralisasi mewujudkan pembangunan adil, inklusif, dan berkelanjutan akan tercapai.

Privatisasi

Beberapa pakar menyebut privatisasi bagian dari desentralisasi. Keduanya bertujuan untuk mewujudkan efisiensi pengelolaan, meningkatkan partisipasi dan transparansi. Bedanya, desentralisasi pelimpahan wewenang kepada sesama pemerintah lebih rendah, sedangkan privatisasi melimpahkan kepada pihak bukan pemerintah.

Privatisasi bukan serta merta memberikan aset negara ke pihak lain. Lebih dari itu, partisipasi privat justru dapat mengatasi minimnya anggaran. Apalagi pemerintah saat ini sedang fokus mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi.

Ada beberapa model privatisasi taman nasional.

Pertama, pemerintah melakukan outsourcing pengelolaan kepada pihak privat. Artinya pemerintah memberikan dana publik kepada pihak lain untuk mengelola taman nasional. Model ini belum ada di Indonesia. Pola ini cocok bila suatu saat tidak ada pegawai yang mau bekerja di taman nasional, terutama di daerah terpencil.

Kedua, pengelolaan taman nasional oleh lembaga non profit. Model ini sebenarnya sudah ada di Indonesia. Banyak LSM mempunyai kerja sama mengelola taman nasional. Selain LSM, ada instansi lain dan filantropi. Sebagai contoh sebuah yayasan dalam negeri mengelola sebagian wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Hasilnya ternyata efektif: populasi harimau meningkat, tidak ada perambahan, masyarakat terlibat aktif, dan restorasi ekosistem.

Ketiga, pelibatan masyarakat baik individu ataupun perusahaan dalam mengelola taman untuk mencari keuntungan. Model ini juga sudah berjalan di Indonesia, yaitu melalui pemberian izin pengusahaan wisata alam. Banyak pengusaha telah berpartisipasi mengembangkan ekowisata. Tentu saja terdapat persyaratan dan pengawasan agar tidak mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. Selain itu, transparansi pemberian izin dan evaluasi kinerja patut menjadi perhatian.

Pelibatan lembaga non pemerintah sebenarnya sudah lazim di Indonesia. Lagi-lagi, yang perlu diperhatikan adalah penerapan tata pemerintahan yang baik, sehingga kepercayaan publik pun meningkat.

Ringkasnya, baik desentralisasi maupun privatisasi bisa menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan taman nasional di Indonesia. Tapi tidak semua taman nasional diberlakukan sama mengingat tipologinya sangat bervariasi. Dan, kata nasional pada taman nasional menandakan identitas negara, dan mewakili kepentingan kita semua, taman nasional kita.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya