Kemarahan Kosong Mister Presiden

Penulis

Kamis, 6 Agustus 2020 05:08 WIB

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 23 Juli 2020. Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) menyiapkan dana bergulir sebesar Rp 1 triliun untuk disalurkan kepada koperasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional yang terdampak COVID-19. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool

Kemarahan berulang Presiden Joko Widodo soal kinerja para menterinya dalam menangani dampak pandemi Covid-19 mencerminkan adanya masalah besar dalam birokrasi pemerintahan. Kemarahannya yang diumbar ke publik seperti itu juga bisa menjadi bumerang. Masyarakat bisa bingung dan menganggap pemerintah tak mampu mengatasi krisis.

Presiden Jokowi menunjukkan kejengkelannya dalam rapat terbatas, Senin lalu. Dengan suara yang tinggi, dia mengkritik kementerian dan lembaga yang tak punya “aura” krisis. Kata Jokowi, kementerian ataupun lembaga itu disebut tidak memahami prioritas kerja dan terjebak dalam tugas harian. Buktinya, dari Rp 695 triliun stimulus untuk penanganan Covid-19, baru 20 persen yang terealisasi.

Kemarahan seperti itu bukan yang pertama kali muncul ke publik. Kegeraman serupa ditunjukkan Presiden dalam rapat kabinet pada 18 Juni lalu, yang videonya baru dirilis 10 hari kemudian.

Bagi yang memahami manajemen, kemarahan berulang Presiden itu sulit dimengerti. Tampak seperti kemarahan yang kosong. Publik akan bertanya-tanya, mengapa, sebagai pemimpin, Presiden tak bisa menggerakkan anak buahnya?

Saat ini kondisi Indonesia sangat memprihatinkan. Pandemi Covid-19 telah menyeret ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 menciut minus 5,32 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Ini data dari Badan Pusat Statistik. Di tengah kirisis seperti ini diperlukan langkah terobosan. Karena itu, masyarakat bingung mengapa Presiden tak bisa menggerakkan anak buahnya dan hanya mengumbar kemarahan.

Advertising
Advertising

Yang dibutuhkan saat ini bukanlah tontonan "drama" agar masyarakat maklum atas keadaan sekarang. Yang lebih dibutuhkan adalah aksi nyata. Presiden punya pembantu, yakni menteri koordinator. Mengapa peran mereka seperti pajangan belaka?

Teguran terhadap menteri ataupun menteri koordinator seharusnya tak perlu diumbar. Toh, saat ditayangkan, faktanya juga tak membuat para menteri itu gegas bergerak. Membuka kemarahannya ke publik seperti itu justru bisa berefek negatif. Omelan dan kemarahan seorang presiden kepada para menterinya hanya menunjukkan ketidakmampuannya, atau pemerintahannya, dalam mengatasi masalah.

Presiden Jokowi seharusnya bisa menunjukkan kualitas kepemimpinannya. Ia pasti tahu, birokrasi hanya bisa bergerak optimal bila diarahkan oleh pemimpin yang tegas, solid, berorientasi hasil, dan tidak tersandera kepentingan politik. Dengan memamerkan kemarahannya, Presiden bisa dipandang sedang playing victim alias mencari simpati publik dengan mengesankan dirinya sebagai "korban" karena tidak didukung pembantu yang mumpuni.

Hal itu tentu saja bukan langkah bijak untuk ditempuh. Masyarakat tidak bodoh. Bila Presiden menganggap para pembantunya tidak bisa bekerja, tinggal ganti saja mereka. Tindakannya mempertahankan menteri berkinerja buruk di tengah kirisis akan merugikan masyarakat dan Jokowi sendiri. (*)

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

15 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

24 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

53 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya