Kisruh Program Organisasi Penggerak

Penulis

Sabtu, 1 Agustus 2020 07:20 WIB

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim perlu banyak belajar dari ribut-ribut Program Organisasi Penggerak. Kebijakan pendidikan memerlukan kajian matang agar eksekusinya di lapangan berjalan mulus. Program peningkatan kapasitas guru menjadi kontroversial karena gagal mengatasi hal mendasar tersebut.

Program Organisasi Penggerak dirancang untuk meningkatkan kapasitas pendidik dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan. Program ini merupakan bagian dari proyek perbaikan pendidikan ala Nadiem, yang menjadi menteri sejak Oktober tahun lalu. Di awal masa jabatannya, ia juga menghapus ujian nasional, mengubah sistem zonasi pada penerimaan siswa baru, juga mendekatkan dunia pendidikan tinggi dengan pekerjaan melalui program Kampus Merdeka.

Dari perspektif tata kelola anggaran, Program Organisasi Penggerak sebenarnya cukup menarik. Penyaluran dana hibah mengharuskan calon penerima mengajukan proposal, maka menuntut pertanggungjawaban penggunaannya. Di masa-masa sebelumnya, hibah ditebarkan ke berbagai organisasi kemasyarakatan tanpa kriteria jelas dan dibalut dalam program “bantuan pemerintah”. Sering hibah dialirkan untuk keperluan politik.

Nadiem menunjuk pihak ketiga lembaga kajian dan penelitian SMERU Research Institute untuk menentukan para penerima hibah. Mereka menggunakan double-blind review, yaitu metode yang menghilangkan identitas pemilik proposal, dalam proses seleksi. Di sinilah timbul masalah: metode itu memasukkan berbagai organisasi dengan latar belakang berbeda-beda ke dalam keranjang yang sama. Walhasil, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama seolah-olah disamakan dengan organisasi yang terafiliasi dengan korporasi semacam Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation.

Kementerian Pendidikan semestinya sejak awal melarang organisasi yang berkaitan dengan korporasi mengikuti proses seleksi. Perusahaan besar yang menyedot kekayaan alam atau mempengaruhi kesehatan masyarakat sudah sewajarnya memiliki tanggung jawab besar untuk membantu warga, termasuk di sektor pendidikan. Mereka tidak sepatutnya menerima dana hibah dari negara dengan balutan program apa pun.

Advertising
Advertising

Peningkatan kualitas pendidikan memang membutuhkan kerja keras dan perubahan radikal. Selama ini, peserta didik diperlakukan bak robot. Mereka dituntut lebih banyak menghafal agar mendapat nilai tinggi. Pemahaman dan logika tidak diasah sejak dini. Bertahun-tahun guru bekerja dalam sistem seperti ini. Sayangnya, masalah besar itu tak pernah dipetakan dengan jelas karena seringnya kebijakan berubah. Sudah lama, jamak terdengar pemeo: ganti menteri ganti kebijakan.

Karena itu, perubahan radikal pendidikan mesti dilakukan dengan pemahaman yang baik pada akar masalah. Perubahan tidak bisa didekati hanya lewat teknologisasi. Pandemi menunjukkan secara jelas ketimpangan murid, guru, dan berbagai sarana pendidikan di seluruh Indonesia. Dalam hal guru, yang menjadi sasaran Program Organisasi Penggerak, kebutuhan mendesaknya bahkan belum semua sampai pada “peningkatan kapasitas”. Di berbagai wilayah, tenaga pendidik masih harus berjibaku pada kebutuhan mendasar sehari-hari. Artinya, Kementerian Pendidikan mesti membuat pemetaan rinci agar tiap program bisa tepat sasaran. Dalam jangka pendek di masa pandemi, insentif bagi guru bisa jadi diperlukan untuk memudahkan mereka menjalankan kegiatan pendidikan.

Harap diingat, pendidikan berkaitan dengan manusia. Semua program peningkatan pendidikan akan berdampak panjang dan, karena itu, tidak menoleransi kesalahan sekecil apa pun. Pendidikan bukanlah pasar digital semacam Gojek—bisnis yang sebelumnya dijalankan Nadiem—yang membuka kesempatan pengelolanya untuk trial and error. Menerapkan prinsip “jalan dulu risiko belakangan” pada dunia pendidikan akan membuat kerusakan bertambah parah.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya