Mudarat Pembelian Jet Tempur Bekas

Penulis

Jumat, 24 Juli 2020 07:30 WIB

Presiden Joko Widodo seharusnya menghentikan rencana Kementerian Pertahanan memborong 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas milik Angkatan Udara Austria. Selain bisa mendatangkan mudarat di kemudian hari, rencana mega-transaksi ini pun menabrak undang-undang.

Upaya memboyong pesawat tempur bekas itu diungkap media Austria, Kronen Zeitung, pada 18 Juli lalu. Media itu menyebutkan ada surat dari Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto, tertanggal 10 Juli 2020, yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner. Selain tanpa konsultasi dengan publik, rencana Prabowo itu tak pernah dibahas terbuka bersama Komisi Pertahananan Dewan Perwakilan Rakyat. Wajar saja kalau muncul kecurigaan atas langkah “diam-diam” itu.

Langkah Prabowo ini pun mengabaikan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pasal 45 ayat (5) mengatur syarat pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) dari luar negeri, yaitu harus ada imbal dagang serta kandungan lokal paling rendah 85 persen. Penjelasan pasal itu menyebutkan keharusan alih pengetahuan dan pelatihan pada setiap pembelian alutsista.

Apa yang disyaratkan undang-undang sulit dipenuhi bila pemerintah jadi membeli Eurofighter Typhoon bekas. Jet tempur itu dirancang empat negara Eropa, yakni Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol. Kolaborasi itu melahirkan Eurofighter Jagdflugzeug GmbH sebagai perusahaan induk. Di bawahnya terdapat Airbus, BAE Systems, dan Leonardo. Dengan fakta itu, bisa dibayangkan betapa rumitnya mengeksekusi alih teknologi yang diharuskan undang-undang.

Dalih Prabowo bahwa pembelian Eurofighter Typhoon bekas penting untuk memodernkan angkatan bersenjata Indonesia sulit dicerna akal sehat. Membeli pesawat tempur bekas ibarat berjudi dengan risiko. Siapa yang bisa menjamin pesawat bekas itu benar-benar aman ketika dioperasikan oleh Angkatan Udara Indonesia. Belum lagi soal mahalnya biaya operasional dan perawatan jet tempur Eurofighter, yang juga sempat dikritik publik Austria.

Prabowo semestinya belajar dari pelbagai pengalaman buruk dalam pembelian alutsista sebelumnya. Dalam rentang 10 tahun terakhir saja, terungkap sejumlah kasus korupsi di sektor pertahanan, di antaranya korupsi pada pengadaan pesawat tempur Sukhoi 30 MK2 dari Rusia (2012), pembayaran pesawat F-16 dan helikopter Apache (2010-2014), serta pembelian helikopter AgustaWestland-101. Temuan Transparency International, dalam survei Government Defence Anti-Corruption Index 2015, menunjukkan bahwa risiko korupsi di sektor militer atau pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi.

Kementerian Pertahanan tahun ini mengelola anggaran senilai Rp 131 triliun. Di tengah kesulitan keuangan negara akibat pandemi, Prabowo seharusnya lebih berhati-hati menggunakan bujet di kementeriannya. Langkah pertama yang seharusnya dia lakukan adalah membatalkan rencana pembelian pesawat tempur usang dari Austria. Bila Prabowo berkeras perihal rencananya, sementara Jokowi berdiam diri, Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya menghentikan hasrat sang menteri, sebelum terjadi kerugian negara yang teramat besar. *

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya