Petaka di Rumah Aman

Penulis

Jumat, 24 Juli 2020 01:57 WIB

Ancaman Kekerasan Seksual terhadap Anak

BAGAI tanaman dimakan pagar, sudah jatuh tertimpa tangga. Dua peribahasa itu cocok untuk menggambarkan nasib yang menimpa bocah 13 tahun asal Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur. Gadis yang baru lulus sekolah dasar ini menjadi korban kekerasan seksual bertubi-tubi oleh pamannya. Tragis, pada saat ia sedang menjalani pemulihan, kejahatan serupa terulang. Pemerkosaan ulang ini terjadi saat ia menghuni rumah aman milik Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), instansi teknis di bawah pemerintah kabupaten.

Kasus pemerkosaan pertama menimpa gadis itu pada akhir November tahun lalu. Pelakunya kini mendekam di penjara setelah divonis 13 tahun. Untuk merehabilitasi sang bocah, pemerintah daerah menempatkannya di rumah aman. Di sana, ia diperkosa lagi oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis P2TP2A. Pemerkosaan terungkap setelah korban dan ayahnya melapor ke Kepolisian Daerah Lampung di Bandar Lampung. Polisi telah menetapkan sang Kepala Unit sebagai tersangka.

Belakangan, sejumlah fakta baru menambah pedih cerita. Diduga ada pelaku selain paman korban dan kepala rumah aman. Muncul pula informasi bahwa ada bocah perempuan lain yang menjadi korban kekerasan seksual. Temuan pun berbiak: bukan hanya kejahatan seksual, ada dugaan telah terjadi pula praktik perdagangan orang. Para pelaku harus dikutuk, sementara korban mesti mendapat perlindungan serta pemulihan fisik dan psikologis. Sudah sepantasnya para pelaku mendapat hukuman maksimal sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Kasus ini hendaknya menjadi momentum untuk mengevaluasi protokol penyelenggaraan rumah aman.

Rumah aman tak boleh menjadi tak aman, apalagi menjadi neraka bagi korban. Prosedur operasional rumah aman harus dievaluasi. Berbagai lembaga dan instansi perlindungan korban perlu membenahi sistem pengelolaannya. Para pengelola rumah aman mesti diseleksi ketat. Bila korban perempuan, pendampingnya harus perempuan, terutama mereka yang memiliki perspektif yang baik tentang penanganan korban pemerkosaan.

Kasus ini juga mengingatkan kita pada pentingnya pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Sesuai dengan catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, angka kekerasan terhadap perempuan-sebagian besar di antaranya kekerasan seksual-sangat tinggi. Tahun lalu, ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah ini naik enam persen dari tahun sebelumnya. Sayangnya, rancangan undang-undang itu dihapus dari Program Legislasi Nasional Prioritas 2020 oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keputusan itu membuat pembahasan atas rancangan tersebut tertunda kembali. Jika berlaku, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap korban kekerasan seksual.

Advertising
Advertising

Polisi harus bekerja keras mengusut kasus ini. Mencari-cari alasan untuk menimpakan kesalahan pada korban merupakan cara usang dalam penanganan kasus pemerkosaan. Pemeriksaan yang tak berperspektif korban-misalnya bertanya tentang detail kejadian, termasuk reaksi korban saat peristiwa bejat itu terjadi-hanya akan membuat korban bertambah hancur. Pembuktian memang mesti dilakukan agar keadilan dapat tercapai. Namun itu semua hendaknya dilakukan tidak dengan membuat korban berkali-kali mengalami kekerasan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya