Kembalikan BUMN kepada Rakyat

Penulis

Jumat, 24 Juli 2020 01:00 WIB

Tarik-menarik kepentingan politik dalam penentuan komisaris badan usaha milik negara (BUMN) belakangan ini hanya bisa diakhiri jika paradigma pengelolaan perusahaan negara kita dirombak secara mendasar. Tanpa itu, rebutan kursi basah di semua BUMN akan terus terjadi dan kinerja perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak itu bakal terus terpuruk.

Selama ini, pola pengelolaan BUMN memang cenderung menguntungkan elite politik yang sedang berkuasa. Dengan dalih mengamankan kepentingan nasional atau menjalankan program pembangunan, perusahaan negara kerap dipaksa mengabaikan kalkulasi bisnis dan merugi. Dalam jangka panjang, model semacam ini menghambat pertumbuhan bisnis BUMN dan mengurangi potensi keuntungannya.

Sudah saatnya pemerintah mengkaji opsi melepas kepemilikan BUMN ke pasar modal untuk sepenuhnya dimiliki publik. Dengan saham yang dikuasai merata oleh jutaan penduduk Indonesia, keuntungan perusahaan-perusahaan raksasa ini bisa dinikmati langsung oleh warga negara. Selain itu, intervensi kepentingan politik yang selama ini kerap membelenggu BUMN perlahan bisa dikikis.

Tanpa perubahan pengelolaan yang mendasar seperti itu, kisruh antara politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adian Napitupulu, dan Menteri BUMN Erick Thohir seputar penentuan komisaris di badan usaha milik negara tak akan menjadi yang terakhir. Apalagi penelusuran majalah ini menemukan bahwa pembagian kursi komisaris perusahaan pelat merah untuk utusan partai politik dan petinggi kabinet sudah menjadi praktik yang lazim. Kalau bukan titipan pembesar yang punya pengaruh politik, jangan harap kaum profesional punya kans menduduki posisi kunci.

Penjualan saham BUMN kepada publik tak menyalahi undang-undang yang menghendaki perusahaan negara mencari keuntungan sekaligus memberikan pelayanan kepada publik. Kewajiban menjalankan sektor publik yang minim profit, misalnya, tetap bisa dilakukan dengan skema subsidi silang seperti yang sudah diterapkan.

Advertising
Advertising

Selama ini, faktor utama yang membuat BUMN sulit berkembang adalah ketidakjelasan indikator kesuksesan mereka di mata pemegang saham. Meski merugi secara finansial, direksi bisa tetap aman selama kepentingan komisaris terlayani dengan baik. Sebaliknya, jika komisaris terusik secara politik, direksi yang sukses membawa profit bisa terpental.

Kepentingan para komisaris pun tak seragam. Sebagai utusan politik, mereka tentu membawa warna masing-masing. Tak semuanya menempatkan pertumbuhan perusahaan dan kemampuannya menghasilkan keuntungan sebagai prioritas utama. Ini membuat direksi pun harus pandai membaca peta politik jika mau selamat.

Kondisi semacam ini harus diakhiri. Apalagi kini rebutan jabatan BUMN tak lagi terjadi diam-diam, tapi sudah terang-terangan di hadapan publik. Teladan harus dimulai dari level tertinggi. Presiden Joko Widodo tak bisa lagi memperlakukan jabatan direksi dan komisaris BUMN sebagai hadiah politik untuk para pendukungnya.

Langkah Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyusun peta jalan perampingan badan usaha milik negara dan mendorong profesionalitas direksi dan komisaris sudah tepat, tapi tidak cukup. Semua upayanya bakal sia-sia jika struktur kepemilikan BUMN tak dibenahi. Apalagi jika praktik titipan politik untuk posisi-posisi kunci di perusahaan negara terus berlangsung. Energi Erick bisa habis untuk melayani konflik atau membagi-bagi konsesi politik.

Merombak komposisi direksi dan komisaris BUMN tanpa menyelesaikan masalah dasar soal kepemilikan perusahaan negara juga tak bakal berjalan mulus. Salah-salah Erick bisa dituduh memanfaatkan posisinya untuk kepentingan politik, sesuatu yang sudah dia alami saat ini.

Tentu, reformasi kepemilikan saham BUMN harus dilakukan secara bertahap. Presiden Megawati Soekarnoputri sudah memulainya ketika menjual saham Indosat seharga Rp 4,6 triliun kepada Temasek. Langkah itu diikuti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang privatisasi BUMN. Sebagian besar perusahaan negara yang kini melantai di bursa diprivatisasi di era Yudhoyono.

Kini giliran Presiden Joko Widodo menuntaskan proses ini. Jumlah saham BUMN yang dilepas kepada publik bisa ditambah secara bertahap sampai mayoritas berada di tangan rakyat. Keberadaan saham merah-putih yang membuat pemerintah tetap memegang posisi penentu juga perlu dikaji. Terlebih jika posisi itu membuat pintu intervensi terhadap BUMN berlanjut meskipun sudah berstatus perusahaan terbuka. Dengan model ini, pemerintah tinggal menjadi regulator yang adil untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

13 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya