Salah Jalan Menghadapi Papua

Penulis

Senin, 15 Juni 2020 11:25 WIB

Kelompok kriminal bersenjata atau KKB kembali menembak hingga tewas seorang warga sipil, di Kampung Megataga, Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya, Papua. ANTARA

ALIH-alih mengedepankan dialog untuk menciptakan perdamaian di Papua, pemerintah malah memberangus kebebasan bersuara. Awal Juni lalu, tujuh orang Papua dituntut 5-17 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka terlibat unjuk rasa yang berakhir rusuh pada Agustus 2019. Protes itu merupakan reaksi atas tindakan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya menjelang peringatan hari kemerdekaan. Jaksa menuding mereka melakukan makar—tuduhan salah kaprah yang menempatkan mereka sebagai musuh negara.

Amnesty International Indonesia mencatat 44 tahanan lain dikenai tuduhan makar dalam protes lain yang berakhir damai. Sepanjang 2019-2020 diperkirakan 120 aktivis dan penduduk sipil Papua dipenjarakan dengan tuduhan serupa. Membungkam protes merupakan sikap antidemokrasi. Menyelesaikan masalah Papua dengan main tangkap justru melahirkan kebencian.

Hakim hendaknya tidak memenuhi tuntutan jaksa itu. Tak hanya mengancam keadilan bagi rakyat Papua, tuntutan itu memberangus kemerdekaan berpendapat—hak asasi yang paling dasar. Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan bisa berkaca pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta soal pemblokiran Internet di Papua selama sekitar tiga pekan setelah unjuk rasa meluas. Dalam putusan yang dibacakan pada 3 Juni lalu itu, hakim PTUN menilai tindakan pemerintah cacat hukum.

Di awal pemerintahan periode pertama, Presiden Joko Widodo sebenarnya melakukan pendekatan simpatik kepada rakyat Papua. Kerap mengunjungi provinsi itu, ia mengutamakan pendekatan kesejahteraan untuk mendekati rakyat Papua. Yang tak dilakukan Presiden adalah meneruskan pendekatan kesejahteraan dengan pendekatan politik yang mengutamakan dialog. Kekerasan aparat di sejumlah tempat menjadi-jadi. Di tengah represi semacam itu, sejumlah program ekonomi dari pemerintah pusat tak banyak faedahnya—malah terkesan menjadi pupur penghalus wajah saja.

Pemerintah pusat harus memperluas dan mengintensifkan dialog dengan tokoh-tokoh Papua. Betapapun melelahkan, dialog akan mengendurkan ketegangan dan konflik bersenjata. Presiden hendaknya mempertimbangkan usul agar pemerintah menarik sebagian personel Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI. Kehadiran polisi dan tentara dalam jumlah besar di sana nyata-nyata telah menajamkan kekerasan.

Advertising
Advertising

Pemerintah hendaknya memperbanyak pembicaraan tentang Papua lewat pelbagai diskusi di tengah masyarakat. Publik di dalam dan luar Papua harus memahami apa yang terjadi di sana. Kita patut menyayangkan dihentikannya diskusi bertajuk “Papuan Lives Matter: Rasisme Hukum di Papua” yang sedianya diselenggarakan pada 6 Juni lalu oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia. Pimpinan universitas itu sendiri yang melayangkan surat yang memprotes diskusi tersebut.

Pemerintah tak boleh mengabaikan perhatian masyarakat internasional terhadap isu Papua. Di era digital saat ini, tak ada lagi yang bisa disembunyikan. Dunia melihat apa yang terjadi di Papua dan bagaimana Jakarta menanganinya. Menutup dialog dan menyemarakkan kekerasan malah dapat membuat masyarakat internasional antipati. Seiring dengan menguatnya gerakan antirasisme, sikap dunia yang secara umum tak mendukung kemerdekaan Papua bisa berbalik. Jika ini terjadi, Jakarta akan tersudut dan sulit membendung arus balik tersebut.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya