Tak Cukup Menangkap Nurhadi

Penulis

Selasa, 9 Juni 2020 09:00 WIB

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Selasa, 2 Juni 2020. Nurhadi ditangkap bersama menantunya, Riezky Herbiyono di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin (1/6) malam terkait dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. TEMPO/Imam Sukamto

PENANGKAPAN bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, jelas merupakan prestasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang layak mendapat apresiasi. Namun pencokokan Nurhadi pun segera memantik keprihatinan atas kondisi KPK yang kini dipimpin orang-orang pilihan Presiden Joko Widodo itu.

Tim penyidik di bawah pimpinan Novel Baswedan meringkus Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, di sebuah rumah mewah di Jalan Simprug Golf, Jakarta Selatan, Senin malam, 1 Juni lalu. Penangkapan itu ibarat setitik harapan di tengah merosotnya kepercayaan publik kepada KPK. Ternyata masih ada sekelompok penyidik yang terus berikhtiar menjaga muruah komisi antikorupsi setelah lembaga itu dikerdilkan pemerintah dan politikus partai.

Nurhadi bukanlah pemain figuran. Di masa jayanya, dia diduga menjadi pemain utama dalam jaringan dagang perkara yang merusak sistem pengadilan kita. Komisi Yudisial, pegiat antikorupsi, serta pengacara sering menyebut nama Nurhadi dalam bisik-bisik seputar “mafia” perkara di Mahkamah Agung. Setidaknya selama lima tahun terakhir, KPK pun terus melacak jejak gelap Nurhadi dalam pelbagai kasus jual-beli putusan. Namun upaya penyidik KPK untuk menyergap dia berkali-kali gagal karena bocornya rencana operasi, putusnya rantai transaksi suap, atau ketatnya pengawalan. Toh, sepandai-pandai Nurhadi melompat, akhirnya dia jatuh jua.

Sementara kesigapan Novel Baswedan dan kawan-kawan layak mendapat penghargaan, keseriusan para pemimpin KPK dalam memburu Nurhadi justru pantas dipertanyakan. Penyergapan Nurhadi sukses karena operasi ini berlangsung senyap, hanya diketahui seorang pemimpin KPK. Andai saja semua pemimpin KPK mengetahui rencana operasi seperti yang belakangan diklaim Ketua KPK Firli Bahuri ujung ceritanya bisa jadi berbeda.

Lancarnya penangkapan Nurhadi juga tak terlepas dari perubahan konstelasi politik di luar lembaga KPK. Ketika rumahnya digeledah KPK pada 2016, Nurhadi ditengarai masih bisa meminta perlindungan kepada sejumlah petinggi kepolisian. Kini, sebagian pelindung Nurhadi itu tampaknya telah meninggalkan dia. Kepolisian pun kali ini disebut-sebut memilih “abstain” ketika tahu penyidik KPK akan menggerebek rumah Nurhadi. Tentu saja, pilihan abstain polisi layak dipersoalkan. Sebagai sesama penegak hukum, polisi semestinya mendukung penuh tim KPK yang hendak menangkap Nurhadi.

Advertising
Advertising

Nurhadi kini memang telah masuk ruang tahanan KPK. Tapi itu seharusnya bukan akhir cerita. Sebab, dalam jejaring dagang perkara, Nurhadi tak bekerja sendiri. Dia bukan pemutus perkara. Pasti ada panitera, hakim, dan aktor lain yang terlibat. Karena itu, KPK semestinya menjadikan Nurhadi sebagai pintu masuk untuk membongkar jaringan jual-beli perkara hingga akar-akarnya. Tentu saja, sebelum melangkah lebih jauh, KPK harus memastikan dulu penuntutan atas Nurhadi bebas dari intervensi atau kesepakatan politik apa pun.

Di luar Nurhadi, KPK punya banyak tunggakan untuk menangkap buron kasus korupsi lainnya, terutama mereka yang mendapat dukungan dari kekuatan politik tertentu. Kalau bisa menangkap orang sekuat Nurhadi, misalnya, KPK semestinya bisa meringkus Harun Masiku, buron kasus suap dalam penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan. Tapi, kita masih ingat, pemimpin KPK saat ini tidak datang dari pilihan ideal. Undang-undang juga tak lagi menjamin KPK menjadi lembaga independen. Karena itu, kita tak bisa berharap muluk-muluk bahwa para pemimpin lembaga ini akan menggebrak dalam pemberantasan korupsi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya