Jangan Terserah Pemerintah

Penulis

Rabu, 20 Mei 2020 06:58 WIB

Jokowi Targetkan Kurva Kasus COVID-19 Rendah di Bulan Juli

PEMERINTAH seharusnya konsekuen dengan kebijakannya menghentikan penularan Covid-19. Saat ini wabah virus corona belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Melonggarkan aktivitas masyarakat untuk menggerakkan kembali perekonomian justru bisa membuat keadaan makin buruk.

Di DKI Jakarta memang ada perkembangan bagus. Kurva kasus Covid-19 melandai sejak pekan ketiga April lalu. Tapi Ibu Kota masih jauh dari aman. Kurva hanya melandai sedikit di bawah puncak, dengan kasus baru Covid-19 masih sekitar 100 orang per hari. Di sejumlah provinsi lain, kurvanya bahkan terus menanjak.

Dengan penularan yang masih tinggi, pemerintah semestinya makin ketat menerapkan aturan guna menekan wabah. Faktanya, pemerintah malah mengizinkan orang berusia 45 tahun ke bawah kembali bekerja. Pemerintah pun melonggarkan aturan transportasi publik dengan dalih untuk perjalanan dinas. Masalahnya, seperti temuan Ombudsman, pengecekan oleh petugas di lapangan masih longgar. Syarat bepergian pun bisa diakali.

Aturan yang tidak konsisten tersebut merupakan buah dari pertimbangan pejabat yang tidak kompeten. Sering kali pula para pejabat memberikan keterangan yang berbantahan. Ada juga “bermain” kata-kata untuk menganulir kebijakan sebelumnya. Wajar jika masyarakat menjadi apatis, bahkan sinis. Kekesalan mereka terhadap kebijakan yang mencla-mencle sampai melahirkan ungkapan “Indonesia terserah”, yang viral di media sosial.

Keliru besar jika pemerintah latah melihat pengenduran pembatasan sosial, seperti di Selandia Baru, Jerman, Thailand, ataupun Vietnam. Mereka membuka lagi aktivitas ekonominya setelah menerapkan restriksi sosial yang ketat. Di negara-negara itu, wabah pun telah mereda. Selandia Baru, contohnya, memberlakukan keadaan “normal baru” setelah menerapkan karantina wilayah total selama dua bulan serta tak ada lagi kasus baru Covid-19 sejak akhir April lalu.

Di negara-negara yang telah melewati puncak pagebluk, data dan otoritas medis menjadi panglima. Kebijakan pemerintah mengacu pada pertimbangan tersebut. Protokol ketat pun dijalankan agar penularan virus terputus. Masyarakat patuh karena pemerintahnya tidak plinplan.

Sedangkan di Indonesia, pemerintah belum optimal meredakan pandemi. Apalagi ancaman wabah gelombang kedua masih mengintai. Di negara semaju Prancis, contohnya, setidaknya 70 anak terinfeksi virus corona hanya dalam sepekan sejak sekolah dibuka lagi. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi di negeri ini jika gelombang kedua wabah itu datang.

Bahkan jika kurva penularan corona sudah melandai, sejumlah syarat untuk memberlakukan keadaan “normal baru” harus terpenuhi. Pemerintah seharusnya memastikan sistem kesehatan benar-benar siap untuk mengantisipasi lonjakan angka kasus baru. Pemerintah juga perlu menyiapkan panduan beraktivitas dalam situasi “normal baru” tersebut. Pelonggaran pun seharusnya tak berlaku nasional, melainkan berbasis kondisi epidemiologis suatu daerah.

Karena belum memenuhi syarat pelonggaran, pemerintah jangan tergesa-gesa mengendurkan pembatasan sosial. Membenturkan kepentingan ekonomi dan kesehatan terlalu menyederhanakan persoalan. Bagaimanapun, kesehatan masyarakat harus didahulukan. Jika pandemi berhasil ditekan, pulihnya perekonomian akan mengikuti. Sebaliknya, pelonggaran ketika wabah masih merajalela tidak menjamin perekonomian akan sembuh.*

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya