Aturan Sawit Tak Menggigit

Penulis

Selasa, 12 Mei 2020 12:08 WIB

Menteri Luhut Ancam Pengganggu Industri Sawit

PADI ditanam tumbuh ilalang. Peribahasa lawas itu cocok untuk menggambarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Seharusnya aturan ini menggembirakan karena mengangkat derajat kebijakan industri sawit dari sekadar peraturan Menteri Pertanian menjadi urusan Presiden. Tapi agaknya kenaikan derajat itu hanya gula-gula di tengah gempuran pasar internasional terhadap produk minyak sawit kita yang memble karena dituding sebagai biang deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Peraturan Presiden Nomor 44 tidak menjawab dua hal pokok dan krusial tersebut. Apa yang diatur dalam perpres tersebut hanya modifikasi minor dari peraturan Menteri Pertanian mengenai tujuh hal, yakni sertifikasi, kelembagaan, keberterimaan, daya saing, peran masyarakat, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi.

Problem utama sawit Indonesia adalah keberadaannya yang merusak hutan. Dari 16,3 juta hektare kebun sawit yang terdata oleh Kementerian Pertanian, sekitar 3,5 juta hektare berada di kawasan hutan. Artinya, kebun sawit tersebut hasil perambahan liar atau akibat kekacauan penerbitan izin antara pemerintah daerah dan Kementerian Kehutanan. Deforestasi dan degradasi adalah konversi hutan secara ugal-ugalan yang menjadi penyebab pemanasan global.

Dalam lima tahun terakhir, negara-negara yang mengikuti Konferensi Iklim dan menyetujui Perjanjian Paris 2015 sepakat bahwa apa pun kebijakan yang dibuat harus mengacu pada upaya pengurangan emisi, penyerapan karbon, dan pencegahan pemanasan suhu bumi. Sawit acap dituduh sebagai biang deforestasi karena sifatnya yang monokultur, lahannya hasil perambahan liar, tumpang-tindih dengan wilayah masyarakat adat, yang pada akhirnya mengakibatkan konflik sosial.

Advertising
Advertising

Pengabaian atas deforestasi dan hak asasi manusia justru akan makin merusak daya saing industri sawit Indonesia yang sudah babak-belur. Di tengah tuntutan dunia akan bahaya pemanasan global, kebijakan yang tidak pro-lingkungan membuat industri sawit makin tak kompetitif dan tak efisien. Akibat akhirnya adalah petani di lapangan tak mendapatkan efek pengganda dan "ekonomi menetes" dari kebijakan sawit ini.

Kita membutuhkan pemerintah agar aturan main dalam ekonomi dan sosial memiliki wasit yang imparsial. Tanpa standar dan aturan baku tentang rantai pasok sawit, tiap-tiap industri akan membuat aturan sendiri karena mengejar daya saing produk di pasar dunia, yang akan membuat ketimpangan dalam industri ini.

Pemerintah seharusnya memperbaiki problem di hulu industri sawit lebih dulu, yakni tumpang-tindih izin kebun sawit dengan kawasan hutan. Tanpa memperbaiki tata kelola sawit di lapangan, industri ini akan terus mendapat kampanye buruk sebagai penyebab deforestasi dan pemanasan global serta sumber malapetaka konflik sosial. Para ahli telah mengajukan pelbagai usul agar tata kelola sawit menjadi lebih pro-lingkungan.

Bagi industri yang kebunnya berada di kawasan hutan, penyelesaiannya melalui pengadilan. Sedangkan untuk kebun sawit oleh petani, penyelesaiannya melalui agroforestri. Dengan dua cara ituselain tujuh hal yang sudah diatur dalam perpresdaya saing minyak sawit kita akan naik karena sesuai dengan tuntutan pasar yang menghendaki prosesnya pro-lingkungan seraya menjunjung perlindungan terhadap hak asasi manusia. Akan sangat bijak jika Presiden bersedia merevisi Perpres 44.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya