Kisruh Bantuan Covid-19

Penulis

Senin, 4 Mei 2020 07:00 WIB

Warga memeriksa bantuan sosial berupa paket sembako dari Presiden di kawasan Cipete Selatan, Jakarta, Rabu, 29 April 2020. Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sosial menyalurkan bantuan paket sembako senilai Rp 600 ribu per tiga bulan kedepan untuk menekan dampak pandemi COVID-19. TEMPO/M Taufan Rengganis

Di tengah wabah Covid-19 seperti sekarang, bantuan sosial dari pemerintah bisa menjadi penyambung napas jutaan orang yang terkena dampak. Sayangnya, pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun membuat program jaring pengaman sosial yang diluncurkan Presiden Joko Widodo compang-camping di lapangan.

Centang-perenangnya kebijakan pemerintah tentang bantuan sosial bagi korban bencana kesehatan ini mungkin paling tecermin dari gugatan Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Salim Landjar. Video Sehan yang meradang karena tumpang-tindihnya penyaluran bantuan akibat pandemi Covid-19 itu viral di media sosial pekan lalu. Dalam video itu, Sehan mengumpat kanan-kiri karena ada keputusan menteri yang mempersulit upayanya menyalurkan bantuan untuk warganya yang paling membutuhkan.

Tidak hanya di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, cerita suram tentang kekacauan penyaluran bantuan juga terjadi di banyak tempat di Indonesia. Di Pekanbaru, Riau, kepala rukun warga ramai-ramai menolak bantuan karena data warga yang mereka usulkan dipangkas tanpa alasan jelas. Sebaliknya, di Bogor, Jawa Barat, puluhan warga perumahan berada malah menerima bantuan tunai. Beragam insiden itu bermuara pada kacaunya sistem pendataan warga yang jatuh miskin akibat wabah corona.

Besar bantuan yang dialokasikan pemerintah untuk masyarakat miskin dan mereka yang terimbas Covid-19 sebenarnya cukup memadai. Pemerintah pusat menyediakan empat jenis bantuan sosial reguler, termasuk Program Keluarga Harapan, dengan total bantuan Rp 37,4 triliun untuk 10 juta keluarga, serta pembagian bahan kebutuhan pokok senilai Rp 43,6 triliun untuk 20 juta keluarga.

Selain itu, pemerintah mengalihkan 35 persen dari total dana desa tahun ini, sebesar Rp 72 triliun, menjadi bantuan langsung tunai. Ada pula bantuan sosial khusus untuk daerah tertentu yang paling parah dihantam wabah Covid-19. Bantuan sosial itu diberikan dalam bentuk dana tunai dan paket sembako atau sembilan bahan kebutuhan pokok.

Advertising
Advertising

Sungguh disayangkan jika dana sebesar itu salah sasaran, bahkan tak sampai kepada mereka yang amat membutuhkannya. Dalam waktu yang pendek ini, Presiden Jokowi harus memerintahkan jajarannya memperbaiki hal paling fundamental dalam penyaluran bantuan sosial: sistem pendataan penduduk yang akurat.

Urgensi untuk perbaikan sudah lama disuarakan. Pada 2019, Badan Pemeriksa Keuangan meminta pemerintah memperbaiki Program Keluarga Harapan setelah menemukan dana Rp 168,2 miliar yang tidak tersalurkan pada tahun sebelumnya. BPK juga menemukan ada penyaluran bantuan sosial kepada 7.247 keluarga yang tidak tepat sasaran.

Pada tahun yang sama, Ombudsman Republik Indonesia melansir temuan serupa. Lembaga ini menemukan maladministrasi dalam penyelenggaraan Program Keluarga Harapan karena Kementerian Sosial dan Himpunan Bank Negara, lembaga yang ditunjuk menyalurkan bantuan, lambat merespons pengaduan yang muncul di daerah.

Semua rekomendasi perbaikan itu terlambat diantisipasi. Kelalaian menahun itu menunjukkan ada persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan. Kini, di puncak pandemi, rakyat harus membayar harga mahal untuk kegagalan pemerintah merespons masukan dari berbagai lembaga pengawas itu.

Sekarang tak ada lagi pilihan. Pemerintah mesti bergerak cepat merapikan data kependudukan untuk memastikan penyaluran bantuan sosial benar-benar efektif dan tepat sasaran. Kementerian dan lembaga terkait, baik di pemerintah pusat maupun daerah, harus aktif memverifikasi data penerima bantuan sosial. Warga yang terlewatkan perlu didata agar mereka juga mendapat bantuan. Alasan kegentingan bencana tidak boleh menjadi dalil untuk membiarkan praktik serampangan di masa lalu.

Di samping urusan data, jenis dan cara penyaluran bantuan mesti ditinjau ulang. Sudah saatnya pemerintah meninggalkan cara-cara primitif memberikan bantuan dalam bentuk barang atau sembako. Banyak riset sudah membuktikan efektivitas bantuan tunai langsung untuk mereka yang dililit krisis. Penerima bisa menentukan sendiri apa yang dibutuhkan untuk bertahan. Dengan itu, para pedagang kecil di pasar lokal di berbagai daerah juga bisa kebagian rezeki.

Pengalaman menunjukkan pemberian barang atau sembako juga bisa mengundang korupsi dan konflik kepentingan. Pembelian sembako secara masif oleh pemerintah bisa jadi menguntungkan segelintir pengusaha yang dekat dengan penguasa.

Terakhir, pemerintah harus memastikan tak ada politisasi dalam pemberian bantuan. Negeri ini sedang dalam bencana. Tak elok jika segala rupa pencitraan masih mewarnai pembagian bantuan sosial.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya