Wajah Otoriter Pemerintahan Jokowi

Penulis

Selasa, 28 April 2020 08:30 WIB

Presiden Joko Widodo berbicara saat mengikuti KTT ASEAN Plus Three secara virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 14 April 2020. ANTARA/Biro Pers - Lukas

INILAH ironi pemerintahan Joko Widodo: hasil proses demokrasi kini justru menunjukkan sisi otoriternya. Makin ironis karena gejala ini menguat di tengah penderitaan rakyat akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 alias Covid-19. Tindakan represif aparat akan mempersulit upaya membangun solidaritas masyarakat, yang sangat diperlukan untuk mengatasi dampak wabah.

Wajah garang penguasa terlihat pada penangkapan Ravio Patra pada Rabu malam, 22 April lalu. Peneliti kebijakan publik itu disergap polisi dengan tuduhan memancing keonaran dan menebarkan kebencian. Sulit melepaskan tindakan itu dari kritik yang dilancarkan Ravio kepada pemerintah. Ia menyoroti, antara lain, konflik kepentingan anggota staf khusus milenial Presiden.

Aparat jelas telah menyalahgunakan kewenangan. Sebab, belakangan, polisi mengumumkan bahwa Ravio ditangkap dalam status sebagai saksi, bukan tersangka. Lazimnya, saksi bisa dicokok setelah tiga kali tak mengindahkan panggilan pemeriksaan. Makin berlebihan karena pada saat pemeriksaan, telepon seluler dan komputer jinjing Ravio juga disita.

Penangkapan itu juga diwarnai dugaan peretasan perangkat komunikasi Ravio. Sebelum ia ditangkap, akun WhatsApp-nya diambil alih pihak lain, yang kemudian mengirimkan ajakan menjarah. Pesan itulah yang dijadikan dasar tuduhan polisi bahwa Ravio menyebarkan keonaran. Padahal, dengan analisis sederhana, misalnya membandingkan gaya penulisan peneliti itu di berbagai media sosial, jelas sekali perbedaannya dengan kalimat pada "ajakan menjarah" melalui akun WhatsApp-nya.

Wajah beringas penguasa bahkan ditujukan kepada aktivis yang sedang menggalang bantuan. Contohnya pembubaran pertemuan relawan dapur umum Solidaritas Pangan Jogja di sekretariat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Yogyakarta oleh aparat kepolisian dan kelurahan pada Sabtu, 18 April lalu. Polisi berdalih pembubaran dilakukan untuk mencegah kerusuhan. Di tempat lain, polisi memukul kepala aktivis Gusdurian Peduli yang mengantar makanan ke Posko PAM Covid-19 di Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Advertising
Advertising

Salah satu faktor pemicu sikap represif aparat itu bisa jadi surat telegram Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal Idham Azis, yang meminta jajarannya melaksanakan patroli cyber. Tujuannya adalah mengawasi berita opini dan hoaks yang terkait dengan Covid-19 dan kebijakan pemerintah. Dia juga memerintahkan jajarannya memonitor jika ada warga yang "menghina penguasa". Tak aneh, setelah surat 4 April 2020 ini, penangkapan meluas dan masif.

Jokowi semestinya segera menghentikan tindakan berlebihan aparatnya itu. Sebab, Kepolisian Negara berada langsung di bawah kekuasaan Presiden. Ia perlu memastikan kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi ini dijaga. Era kegelapan Orde Baru, yang memberangus hak asasi manusia, tak boleh terulang.

Kritik publik kepada pemerintah merupakan vitamin dalam negara demokrasi. Apalagi di tengah kekuasaan eksekutif yang hampir absolut dengan menggenggam sebagian besar kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat. Pandangan berbeda bukanlah racun yang harus disingkirkan, termasuk dengan menuduhnya sebagai biang keonaran.

Kriminalisasi dan pembungkaman publik sudah selayaknya dihentikan. Wajah otoriter justru akan memperlemah kredibilitas pemerintah. Padahal kredibilitas pemerintah itu sangat diperlukan untuk menggerakkan publik, membangun solidaritas sesama warga, guna mengatasi kesulitan akibat pandemi.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya