Lima Kartini Penjaga Bumi

Penulis

Selasa, 28 April 2020 06:35 WIB

BENCANA besar seharusnya membuat manusia belajar. Lima puluh tahun lalu, sejumlah aktivis merayakan Hari Bumi untuk mengingatkan publik akan ancaman kerusakan lingkungan. Peringatan itu digagas setelah ledakan dahsyat sumur minyak di lepas pantai Santa Barbara, California, menewaskan puluhan ribu satwa liar. Hari ini, wabah Covid-19 memaksa kita mengubah cara manusia hidup di dunia.

Hampir dua bulan setelah pembatasan sosial diberlakukan di banyak wilayah negeri ini, perubahan mulai terlihat. Polusi udara menipis, pencemaran alam berkurang, dan satwa liar yang semula bersembunyi mulai keluar ke alam bebas. Bumi mengalami fase pembersihan setelah bertahun-tahun menanggung beban berat. Ada pelajaran tersembunyi dari wabah yang begitu menakutkan.

Pertanyaannya: jika kelak pandemi mereda, akankah kita mengulangi siklus hidup yang sama? Banyak pakar memprediksi kegiatan industri dan aktivitas ekonomi bakal melonjak berkali lipat pasca-pagebluk, untuk mengatasi ketertinggalan semasa wabah. Sebelum itu terjadi, ada baiknya kita belajar dari mereka yang selama ini menjaga alam.

Sejak awal tahun ini, Tempo menjaring nama-nama perempuan yang bergerak diam-diam melestarikan lingkungan. Sengaja dipilih perempuan karena alam kerap diasosiasikan dengan peran ibu yang melahirkan dan membesarkan kita. Kisah para perempuan yang menjaga bumi juga bisa menjadi pengingat jasa Raden Ajeng Kartini, yang kelahirannya diperingati sehari sebelum Hari Bumi.

Di Bengkalis, Riau, ada Solfarina, 36 tahun, yang dengan segala keterbatasannya menjaga keberlangsungan hidup gajah-gajah yang tersisa di Suaka Margasatwa Balai Raja dan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil. Di Bulungan, Kalimantan Utara, ada Sri Tiawati, 27 tahun, yang sendirian meyakinkan pentingnya pendidikan untuk anak-anak suku Dayak Punan nun di pedalaman rimba raya. Di Bandung, Jawa Barat, ada Lasma Natalia Panjaitan, 29 tahun, yang tak kenal lelah menggugat pencemaran alam dari pembangkit listrik batu bara di Indramayu dan Cirebon.

Advertising
Advertising

Di Malang, Jawa Timur, ada Lia Putrinda, 26 tahun, yang sejak kecil bersama ayahnya menanam lagi puluhan hektare mangrove di Pantai Clungup. Terakhir, di Surabaya, Jawa Timur, ada Eva Bachtiar, 33 tahun, yang gigih mengumpulkan makanan berlebih yang layak dikonsumsi dari restoran, kafe, dan pesta-pesta perkawinan untuk dibagikan kepada fakir miskin. Aksinya tak hanya mengurangi sampah, tapi juga mengajarkan pentingnya mengerem konsumsi mubazir kita.

Kelima perempuan ini mewakili aksi nyata warga memulihkan bumi. Mereka menjaga, melestarikan, dan membela lingkungan, sekaligus mendidik dan menggerakkan publik untuk sama-sama peduli. Semua berusia belia, menyadarkan kita bahwa kaum muda mampu menghasilkan karya-karya besar untuk alam dan negeri.

Solfarina, Sri, Lia, Eva, dan Lasma adalah bagian dari gerakan besar anak muda yang kian memahami gentingnya situasi dunia akibat perubahan iklim. Penggunaan energi fosil yang tidak terbarukan, eksploitasi sumber daya alam yang tak berkesinambungan, dan pencemaran lingkungan yang tak terkendali membuat emisi karbon terus terjadi dan suhu bumi terus memanas. Jika kita tak bisa membendung laju pemanasan global di bawah dua derajat Celsius sesuai dengan Perjanjian Paris 2015, anak-cucu kita tak bakal punya tempat tinggal di masa depan.

Di tengah kesadaran publik yang terus meningkat tentang bahaya krisis iklim, sejumlah kebijakan pemerintah yang justru membahayakan lingkungan terasa ironis. Lambatnya pengembangan sumber-sumber energi baru dan terbarukan, melemahnya aturan pelindungan lingkungan, dan pembiaran tindak pidana pencemaran alam menunjukkan kurangnya keberpihakan pemerintah. Tanpa keputusan politik para pengambil kebijakan di negeri ini, gerakan-gerakan swadaya masyarakat tak bisa punya dampak luas dan sistematis.

Kita belum tahu kapan wabah Covid-19 berakhir, tapi kita tahu bumi tak boleh dibiarkan merana. Tidak kembali ke gaya hidup sebelum pandemi bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Tanpa perubahan permanen dari cara kita hidup di planet ini, kita sedang berjalan bersama menuju kepunahan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya