'Sejarah Baru' Obligasi Negara

Selasa, 28 April 2020 06:00 WIB

Haryo Kuncoro
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sebagai senjata "sapu jagat" dalam penanggulangan pandemi corona. Status darurat kesehatan, yang diikuti oleh pembatasan sosial berskala besar, ini menuntut penyesuaian belanja negara.

Tambahan belanja dan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang difokuskan pada mitigasi dampak corona mencapai Rp 405,1 triliun. Akibatnya, defisit APBN melonjak ke level Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari produk domestik bruto, melebihi ambang batas normal 3 persen.

Mengandalkan pembiayaan dari penerimaan reguler jelas tidak mungkin. Dampak ekonomi corona sangatlah fundamental, belum pernah terjadi sebelumnya, dan luar biasa, yang sangat memukul aktivitas sektor swasta. Pemerintah lantas menerbitkan surat utang pandemi (pandemic bond) sebagai sumber pembiayaannya.

Untuk tahap pertama, pemerintah berhasil meraup US$ 4,3 (sekitar Rp 68,8 triliun) dari penjualan surat utang itu di pasar New York. Untuk tahap kedua, pemerintah akan menjualnya di bursa Singapura dan Frankfurt dengan nilai masing-masing US$ 10 miliar (sekitar Rp 160 triliun) dan US$ 5,7 miliar (sekitar Rp 91,2 triliun).

Advertising
Advertising

Walhasil, sejarah baru penerbitan obligasi negara telah tercipta. Penerbitan global bond itu merupakan nominal terbesar yang pernah dilakukan Indonesia. Di sisi lain, Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang melakukan penerbitan global bond sejak terjadi pandemi corona pada Februari 2020.

Tenor surat utang pandemi selama 10,5 hingga 50 tahun juga menjadi "sejarah baru" dalam penerbitan obligasi negara. Sejauh ini, surat utang negara yang dijual pemerintah, baik di luar negeri (dengan denominasi mata uang asing) maupun di dalam negeri (dengan denominasi rupiah), paling lama "hanya" bertenor 30 tahun.

Dengan asumsi penjualan di Singapura dan di Frankfurt berhasil, pemerintah akan mendapatkan Rp 130 triliun dari penerbitan surat utang pandemi di luar negeri. Maka, sisa Rp 320 triliun dari target indikatif sebesar Rp 450 triliun niscaya akan dijual di pasar keuangan dalam negeri.

Mengharapkan penjualan surat utang pandemi kepada investor domestik agaknya belum bisa diandalkan. Untuk saat ini, mereka lebih suka memegang tunai atau aset finansial likuid lain yang minim risiko. Naiknya harga emas dalam beberapa pekan terakhir seakan-akan menjadi justifikasi.

Kalaupun investor domestik mau memegang surat utang pandemi, persoalan tidak berhenti sampai di sini. Surat utang itu mutlak dijual dengan bunga kupon yang lebih menarik. Maka, penjualannya di dalam negeri bisa mengerek kenaikan imbal hasil aset finansial lainnya, sehingga terjadi efek desakan keluar.

Di sisi lain, pemerintah juga rutin menerbitkan surat berharga negara (SBN) reguler untuk manajemen kas APBN. Penerbitan dua jenis SBN dalam waktu yang berdekatan berpotensi menimbulkan "kanibal" dana. Artinya, hasil penjualan kedua jenis SBN tersebut justru tidak mampu menutup defisit APBN.

Ujung-ujungnya, kelebihan stok surat utang pandemi akan dibebankan kepada Bank Indonesia. Peraturan pemerintah memang memperluas kewenangan BI untuk membeli SBN di pasar perdana guna membantu pemerintah dalam penanganan wabah.

Namun, selama dua bulan terakhir, BI sudah mengeluarkan dana cukup besar untuk intervensi di pasar valuta asing. Intervensi trisula (triple intervention) BI di pasar spot, pasar sekunder, dan pasar domestic non-delivery forward (DNDF) menyedot dana Rp 300 triliun guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Dengan keterbatasan kemampuan BI, pembelian surat utang pandemi di pasar perdana, alih-alih di pasar sekunder, secara konseptual sejatinya sama saja dengan pencetakan uang baru, yang berpotensi melejitkan inflasi. "Sejarah baru" kembali tercipta. Pembiayaan defisit dari cetak uang terjadi untuk terakhir kalinya pada era Orde Lama.

Argumen bahwa pembelian SBN di pasar perdana dilakukan BI dalam hal kapasitas pasar tidak dapat menyerap seluruh SBN yang diterbitkan pemerintah (antara lain karena yield tinggi dan tidak rasional) juga akan menjadi "sejarah baru". Pembelian ini akan menyematkan kembali atribut "lender of the last resort" kepada BI.

Demikian pula perluasan kewenangan BI untuk memberikan dana penjaminan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengembalikan BI sebagai "lender of the last resort" sektor perbankan. Padahal fungsi BI itu sudah berakhir tatkala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS diinisiasi.

Konsekuensinya, independensi kebijakan BI dalam menjaga stabilitas nilai rupiah sebagai tugas utamanya akan tergerus. Padahal spirit independensi BI tumbuh dari praktik kuasi-fiskal pada masa lalu atas keterlibatan BI dalam pembiayaan defisit APBN. Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memberikan pelajaran berharga.

Tak pelak, "sejarah baru" penerbitan surat utang pandemi ini memicu kontroversi di tengah wabah yang belum diketahui kapan akan berakhir. Polemik yang muncul tertuju pada beban fiskal dalam jangka panjang. Dengan imbal hasil 4,5 persen, pemerintah harus membayar bunga kupon dua kali dalam setahun.

Belanja bunga surat utang pandemi ini niscaya akan menambah beban pemerintah. Moody’s sejak awal memperkirakan rasio bunga utang pemerintah akan mencapai 17 persen dari penerimaan negara pada 2020 atau berlipat ganda dari median 8,4 persen pada negara-negara dengan peringkat obligasi yang sama.

Pemerintah harus menyadari bahwa dampak fiskal ini tidak berhenti saat wabah corona selesai. Atribut "sejarah baru" obligasi negara menuntut exit strategy yang komprehensif, sehingga buntut surat utang pandemi pada masa 10-50 tahun mendatang tetap dalam kendali.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

5 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

14 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

43 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya