Resep Keliru Terawan

Penulis

Senin, 20 April 2020 17:50 WIB

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendatangi Rumah Sakit Sulianti Saroso tempat dua WNI penderita Corona dirawat, Senin, 2 Maret 2020. TEMPO/Rosseno Aji

Ketika negeri ini tengah lintang-pukang menghadapi pagebluk virus corona, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto seharusnya menjadi tumpuan harapan khalayak ramai. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kebijakan Menteri Terawan terkesan tidak memprioritaskan hal yang paling urgen-dan cenderung menimbulkan masalah baru.

Sejak pasien pertama positif Covid-19 diumumkan pada awal Maret lalu, gaya komunikasi publik Terawan yang menganggap enteng penyakit ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. Keputusannya untuk tidak membuka data persebaran orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) terbukti fatal karena jumlah tes yang minim membuat skala ancaman virus corona di Indonesia tak tergambar dengan akurat.

Penelusuran Tempo sebulan terakhir menemukan masalah lain yang dipicu keputusan keliru Menteri Kesehatan. Persediaan obat-obatan untuk penyakit di luar Covid-19 terancam menipis. Para pengusaha farmasi sudah menjerit, khawatir produksi mereka tak bisa memenuhi permintaan rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan lain. Sebagian obat penyambung nyawa atau life-saving seperti antiretroviral untuk penyandang HIV/AIDS bahkan sudah sulit ditemukan di banyak daerah.

Masalah ini bermula dari pembatalan tender obat-obatan di Kementerian Kesehatan yang telah ada pemenangnya pada akhir 2019. Beralasan ingin memberantas mafia obat, Menteri Terawan lalu memperpanjang kontrak pemenang tender periode sebelumnya sampai akhir tahun ini, tanpa mengubah harga pengadaan.

Kebijakan itu sekarang menjadi bumerang. Pengadaan obat tersendat karena lelang terlambat. Harga bahan baku obat dan nilai tukar dolar yang terus melambung akibat pandemi global membuat nilai pengadaan juga meroket. Apalagi dua negara produsen utama bahan baku obat, Cina dan India, memberlakukan lockdown akibat melonjaknya angka pasien corona di sana. Padahal sekitar 85 persen bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri berasal dari dua negara itu. Tak jelas benar bagaimana Menteri Terawan akan mengatasi masalah ini.

Advertising
Advertising

Tak hanya itu. Sejak awal tahun ini, Kementerian Kesehatan juga mengembalikan pengadaan obat via katalog elektronik sektoral ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Padahal, Februari tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi, LKPP, dan Menteri Kesehatan sebelumnya, Nila Moeloek, sudah setuju proses itu diselesaikan di Kementerian Kesehatan.

Pengadaan obat dengan katalog sektoral di Kementerian Kesehatan dulu direkomendasikan KPK untuk mengurangi potensi korupsi dan keterlambatan lelang. Empat tahun lalu, LKPP terpaksa membatalkan tender pengadaan obat karena ada banyak ketidaksesuaian antara pengadaan obat dan kebutuhan riil lembaga pelayanan kesehatan.

Kini keputusan Terawan seperti membalik jarum jam. Tak hanya memperpanjang rantai pengadaan, ia juga memperparah potensi kelangkaan obat tahun ini. LKPP jelas tak bisa mengadakan lelang tanpa daftar Rencana Kebutuhan Obat dan Formularium Nasional dari Kementerian Kesehatan. Dua dokumen itu adalah dasar penyusunan katalog elektronik yang menjadi pegangan pengusaha farmasi peserta lelang. Sampai sekarang, katalog elektronik itu belum diumumkan.

Tersendatnya lelang membuat impor bahan baku dan produksi obat jadi mundur 4-6 bulan dari jadwal biasanya. Ini bukan hal sepele karena menyangkut nyawa manusia. Meluasnya virus corona ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, membuat mereka yang memiliki penyakit berat dan dalam keadaan tak sehat lebih berisiko terpapar, bahkan kehilangan nyawa. Jika sampai kelangkaan obat makin besar, pemerintah bisa dinilai gagal menjaga keselamatan warga negara.

Kondisi gawat semacam ini tak akan terjadi jika pemerintah teliti dan mengalkulasi dampak dari setiap kebijakannya. Rencana Menteri Terawan membersihkan tata niaga obat tentu perlu didukung, tapi tak bisa dilakukan serampangan, apalagi sampai menimbulkan masalah baru bagi masyarakat. Perbaikan bisa dimulai dengan mengumumkan apa diagnosis Menteri Terawan tentang sistem pengadaan yang ada sekarang dan mengapa dia merasa perlu mengubahnya. Tanpa transparansi, sebuah kebijakan tak bisa akuntabel, apalagi kredibel.

Presiden Joko Widodo perlu segera turun tangan meluruskan kebijakan bawahannya. Di tengah wabah corona yang terus berkecamuk, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan obat. Jangan sampai nyawa penduduk negeri ini melayang karena pemerintah tak mampu menjalankan tugasnya.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya