Titipan Kotor Pembebasan Koruptor

Penulis

Kamis, 16 April 2020 09:14 WIB

Situasi Lapas Gunungsindur, Kabupaten Bogor, terkait maju mundur rencana pembebasan narapidana teroris Abu Bakar Baasyir, Rabu 23 Januari 2019. TEMPO/ADE RIDWAN

PRESIDEN Joko Widodo sudah seharusnya menolak usul pembebasan narapidana kasus korupsi di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Tapi fakta bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pernah mengusulkan hal tersebut patut disesalkan sekaligus diwaspadai.

Sulit untuk tak memandang usul Yasonna sebagai manuver para "penunggang gelap" wabah. Kepentingan para koruptor itu menyelinap di balik pengendalian Covid-19 di penjara-penjara dengan penghuni melebihi kapasitas. Lebih ironis lagi, usul itu juga sempat mendapat dukungan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi pilihan Jokowi.

Kebijakan pemerintah mempercepat pembebasan narapidana umum yang uzur, masih anak-anak, atau tengah menjalani asimilasi sebetulnya sudah tepat. Penjara yang sangat padat dapat menjadi pusat penularan wabah dengan cepat. Sekali narapidana terjangkit Covid-19, akan sulit menekan laju penularannya. Itulah sebabnya, sejumlah negara yang dilanda pagebluk melakukan hal serupa.

Namun ikhtiar baik memerangi wabah tak boleh dicemari upaya lancung membebaskan koruptor. Narapidana korupsi sudah terlalu banyak mendapat perlakuan istimewa. Liputan majalah ini beberapa kali membongkar fasilitas mewah yang dinikmati koruptor di penjara. Berbeda dengan tahanan umum yang berjejal di balik sel sempit, sebagian koruptor menempati kamar lapang, lengkap dengan penyejuk udara dan fasilitas hiburan. Jadi, bagi koruptor yang sanggup membayar para sipir, urusan menjaga jarak fisik untuk menghindari virus corona bukanlah persoalan besar.

Berdalih membawa aspirasi masyarakat-entah masyarakat yang mana-Yasonna mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Aturan tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak penghuni penjara itu selama ini menjadi momok bagi narapidana korupsi. Menurut aturan itu, narapidana korupsi hanya mungkin bebas bersyarat bila bersedia menjadi justice collaborator-bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan, membayar lunas denda dan uang pengganti, serta telah menjalani dua pertiga masa hukuman.

Advertising
Advertising

Penegasan Jokowi bahwa pemerintah tak akan membebaskan koruptor di masa pandemi memang lumayan meredakan kontroversi. Tapi hal itu tak dengan sendirinya menunjukkan komitmen pemerintah atas pemberantasan korupsi. Sebab, di tengah berkecamuknya wabah, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat justru bersepakat melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan, yang juga kontroversial.

Dalam RUU Pemasyarakatan terbaru, pembebasan bersyarat hanya mengharuskan narapidana korupsi menjalani dua pertiga masa hukuman. Tak ada lagi syarat menjadi justice collaborator atau membayar lunas denda. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia juga bisa memberikan asimilasi kepada koruptor yang telah menjalani setengah masa tahanan. Syaratnya sangat umum: si narapidana mesti berkelakuan baik serta berjasa dan bermanfaat bagi negara.

Dari perspektif pemberantasan korupsi, pelonggaran syarat pembebasan koruptor dalam RUU Pemasyarakatan jelas merupakan kemunduran. Absennya syarat yang ketat menegasikan pandangan universal bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Kalau memang mau memerangi korupsi, Jokowi seharusnya menolak membahas RUU Pemasyarakatan yang bakal melonggarkan hukuman bagi koruptor.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya