Pemerintah pusat perlu segera mengkoordinasikan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tanpa koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, pembatasan sosial tak akan efektif mencegah penyebaran virus corona, terutama di daerah yang telah menjadi episenter virus.
Kementerian Kesehatan pada Selasa, 7 April lalu, menetapkan status PSBB untuk Provinsi DKI Jakarta. Sehari sebelumnya, Kementerian Kesehatan sempat mengirim surat agar DKI melengkapi persyaratan pengajuan status. Rencananya, penerapan PSBB mulai berlaku pada Jumat, 10 April 2020. Menyusul Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten juga berencana mengajukan PSBB, terutama untuk kabupaten dan kota yang berbatasan dengan Jakarta.
Pemerintah tak perlu memperlambat penetapan status PSBB di sejumlah wilayah penyangga Jakarta. Apalagi Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menjadi provinsi dengan jumlah kasus corona atau Covid-19 terbanyak di Indonesia. Hingga Rabu, 8 April sore, dari 2.956 kasus nasional, 1.470 di antaranya terdapat di Jakarta, dengan 114 korban meninggal. Di Jawa Barat, ada 365 kasus dan 35 orang meninggal. Sedangkan di Banten tercatat 212 kasus dan 18 orang meninggal. Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bisa mendorong pengukuhan status PSBB untuk menghindari proses berbelit seperti yang dialami DKI.
Semakin lama status PSBB ditunda di wilayah sekitar DKI, akan lebih banyak korban berjatuhan. Penetapan status itu bakal membantu mencegah meluasnya pagebluk corona ke wilayah lain. Pemerintah tak bisa lagi beralasan perekonomian bakal terganggu karena PSBB bakal membuat sebagian besar perusahaan dan pabrik ditutup untuk menghindari kerumunan. Pemikiran usang ini justru berpotensi menumbangkan perekonomian negara karena wabah tak kunjung rampung. Dengan pembatasan yang ketat, perekonomian jangka panjang lebih bisa diselamatkan.
Pemerintah harus membantu daerah di sekitar Jakarta untuk mencegah dampak penetapan PSBB. Salah satunya dengan memberikan anggaran untuk jaring pengaman sosial. Daerah-daerah yang menjadi episenter corona punya keraguan mengajukan status PSBB karena persoalan anggaran. Bahkan Jakarta pun tidak bisa menanggung sendiri beban tersebut karena keterbatasan kas daerah.
Rencana pemerintah memberikan bantuan langsung tunai senilai Rp 600 ribu per bulan untuk 1,7 juta keluarga di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi selama tiga bulan patut diapresiasi. Pemerintah tak perlu ragu menambah jumlah keluarga penerima bantuan jika krisis ekonomi meluas dan menambah jumlah penduduk miskin. Jangan pula pemerintah ragu menggeser pos anggaran yang tak perlu, seperti anggaran untuk mendirikan ibu kota baru, demi menyelamatkan keluarga miskin. Menyelamatkan nyawa penduduk dari wabah Covid-19 jelas lebih penting ketimbang membangun infrastruktur.
Selama ini terlihat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah masih buruk. Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah meminggirkan perbedaan sikap politik untuk mengatasi penyebaran virus corona. Tanpa koordinasi yang terpadu antara pemerintah pusat dan daerah, kita akan menghadapi bencana kemanusiaan dan kehancuran ekonomi yang lebih besar lagi.