Karantina

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 4 April 2020 06:23 WIB

Putu Setia
@mpujayaprema

Penjual bubur itu termangu menunggu pelanggan yang tak kunjung datang. Saya salah satu pelanggannya, tapi sudah lebih dari seminggu tak mampir karena mengikuti imbauan pemerintah untuk diam di rumah.

Dia dari Pemalang, Jawa Tengah. Jauh amat hanya untuk berjualan bubur ayam di Bali. Anak remajanya juga berjualan bubur di tempat lain. Tapi sudah tutup karena aturan di desa itu, semua pasar, warung, toko modern (maksudnya minimarket dan swalayan) tak boleh buka. Di Bali, setiap desa punya aturan sendiri dalam mengkarantina wilayahnya.

Ada yang sangat ketat, menutup akses masuk ke desanya. Ada yang longgar dengan membuka jalan raya tapi orang yang lewat tak boleh singgah di desa itu. Jam buka pasar dan toko dibatasi, umumnya pukul 10.00 sampai pukul 14.00-alasannya, pada jam-jam itu virus corona mati karena terik matahari. Warga tak dilarang keluar desa, tapi jika kembali pulang akan dicegah. Namun ada desa yang tak membatasi apa pun, kecuali jangan bikin keramaian. Penjual bubur itu berdagang di desa yang masih bebas tersebut.

Dia banyak mengeluh, dan saya mendengarkan sambil menjaga jarak. Niatnya ingin pulang ke Jawa, mumpung masih punya uang. Tapi tak ada angkutan umum. Keluarganya di Pemalang juga mengabarkan, mereka pasti dipersulit masuk ke desanya. “Kalau keadaan lebih gawat, bagaimana saya dan keluarga bisa makan? Saya tak terdaftar sebagai penduduk Bali,” katanya.

Advertising
Advertising

Ini persoalan di seluruh negeri, bukan cuma Bali. Para perantau yang mengadu nasib di perkotaan menghadapi masalah yang sama. Anjuran kepada perantau di Jakarta agar jangan mudik nyaris tak dituruti. Jakarta tak lagi jadi sumber duit bagi kalangan bawah itu. Bagaimana mereka bisa makan? Ada rencana pemerintah memberi bantuan langsung kepada kelas bawah ini sebesar Rp 250 ribu per keluarga setiap bulan, padahal untuk bayar kontrakan saja Rp 400 ribu.

Bupati Tasikmalaya siap membantu keluarga perantau di desa-desa asalkan sang perantau tidak mudik. Tapi apakah pemda DKI Jakarta mampu memberi kebutuhan hidup para perantau?

Pemerintah pusat, dengan gugus tugasnya, sudah pasti bekerja keras dalam menghambat penyebaran Covid-19. Namun tetap saja terkesan lamban dalam memutuskan apa yang harus dilakukan secara nasional. Para gubernur gagap untuk mencari model karantina apa yang cocok di wilayahnya karena dihantui pernyataan “wewenang lockdown hanya ada di pusat”. Akhirnya para bupati dan bahkan kepala desa yang bertindak lebih tegas-dan ini berakibat tidak adanya keseragaman langkah. Orang Bali, misalnya, banyak yang kecewa kenapa mereka harus dikarantina, sementara ribuan orang tiap hari masih bebas masuk lewat Pelabuhan Gilimanuk.

Baru Selasa lalu Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang membolehkan kepala daerah melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tapi lagi-lagi peraturan pemerintah ini harus menunggu peraturan Menteri Kesehatan tentang rinciannya. Sementara kebingungan di masyarakat sudah semakin parah, jenazah korban Covid-19 yang sudah dikubur dibongkar lagi untuk dipindahkan ke tempat lain.

Betul sekali komando penanggulangan wabah Covid-19 harus terpusat di Jakarta. Namun masalah di daerah berbeda satu dengan yang lain. Penanganan seharusnya disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Karantina wilayah tak bisa diseragamkan. Apakah PSBB akan membuat gubernur lebih tanggap menanggulangi wabah corona ini? Semoga itu yang terjadi, sehingga ada kepastian mau dikarantina seperti apa warga desa.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya