Sampar dan Momentum Penataan Pilkada

Jumat, 3 April 2020 07:00 WIB

Sholehudin Zuhri
Analis Hukum KPU RI

Di tengah wabah Covid-19, Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan penyelenggara pemilihan umum bersepakat menunda pemilihan kepala daerah, yang sedianya dijadwalkan pada 23 September 2020. Penundaan ini didasari fakta bahwa pilkada telah terkena dampak langsung wabah corona. Dengan adanya pembatasan sosial dan fisik, tahap pemilihan tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena hampir semua tahapan membutuhkan partisipasi masyarakat secara langsung. Selain itu, kebijakan pembatasan sosial berskala besar membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga anggaran untuk pemilihan dapat dialihkan dalam upaya percepatan penanganan sampar ini.

Sejauh ini, dari 23 negara yang menerapkan lockdown, seperti yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya terdapat tiga negara yang terkena dampak langsung dalam pelaksanaan pemilu akibat pandemi global Covid-19. Setelah Inggris menunda pemilihan kepala daerah hingga tahun depan, hal yang sama juga terjadi pada pemilu legislatif putaran kedua di Iran, yang ditunda hingga akhir tahun ini. Kondisi dilematis yang sama dialami Indonesia untuk pilkada 2020. Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020 juga terancam batal atau minimal terjadi pembatasan kampanye terbuka, konvensi, dan penataan tempat pemungutan suara. Kondisi ini tentu mengubah konstelasi politik yang berkembang.

Institut Internasional untuk Demokrasi dan Bantuan Elektoral (IDEA) menetapkan 20 prinsip yang harus terpenuhi untuk terciptanya standar pemilu yang demokratis. Beberapa prinsip ini adalah kebebasan berserikat, kebebasan berkumpul, kebebasan bergerak, serta kebebasan berpendapat dan berekspresi. Prinsip ini menjadi roh dalam penerapan 15 standar pemilu demokratis, yang pada praktiknya tertuang dalam tahapan pemilu.

Pada aspek regulasi, berdasarkan ketentuan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang tahapan pilkada, dijelaskan secara rinci tahapan dan alokasi waktu setiap tahap tersebut. Konsekuensi logis dari pengaturan tahapan ini adalah setiap tahapan tidak dapat dilaksanakan di luar waktu yang ditentukan dan penyimpangan dari ketentuan ini merupakan tindakan melawan hukum.

Advertising
Advertising

Selain itu, terdapat hubungan antar-tahapan. Contohnya tergambar jelas pada ketentuan yang berkaitan dengan pemungutan suara. Pasangan calon yang terdapat dalam surat suara adalah pasangan calon yang terdaftar dan lolos rangkaian tahap pencalonan; pemilih harus terdaftar pada tahap pemutakhiran daftar pemilih dan tahap itu dilaksanakan oleh petugas tempat pemungutan suara, yang dibentuk pada tahap pembentukan badan ad hoc oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pandemi Covid-19 telah memaksa KPU menunda empat tahapan pilkada beberapa waktu yang lalu. Ini sekaligus berimplikasi pada tahapan yang lain, sehingga penundaan pilkada 2020 penting dilakukan. Selain itu, ketidaksiapan teknologi informasi sebagai perangkat penunjang aktivitas pilkada di tengah pandemi Covid-19 menjadi ancaman keberlangsungan pilkada secara demokratis sesuai dengan standar dan prinsip pemilu demokratis.

Penundaan pilkada memunculkan skeptisisme masyarakat, yang didasari kenyataan bahwa penundaan itu hanya tertuju pada aspek kontestasi politik. Namun penundaan ini akan menjadi optimisme bila dijadikan momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem pilkada.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVII/2019, yang menguji konstitusionalitas keserentakan pemilu, memungkinkan beberapa model keserentakan pemilu yang konstitusional. Beberapa model ini dapat diterapkan untuk memperkuat sistem presidensial, yang akhirnya berdampak pada penguatan posisi eksekutif di daerah. Model pertama adalah memisahkan pemilu nasional dan lokal. Ini berarti pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pilkada dilaksanakan serentak dan terpisah dari pemilu nasional. Model kedua dengan memisahkan pilkada dari pemilihan legislatif daerah dan nasional, sehingga tidak menambah panjang daftar kompleksitas masalah Pemilu 2024.

Perbaikan tata kelola pilkada dapat dilakukan secara komprehensif. Pada agenda ini, pemerintah dapat menyusun teknis pilkada yang lebih berkualitas. Sebagai contoh, menerapkan e-voting baik dengan pilot project maupun keseluruhan, menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan, serta melatih sumber daya manusia yang andal. Selain itu, pemerintah dapat memperbaiki teknis masalah klasik pilkada, seperti daftar pemilih. Pemerintah dapat mendesain daftar pemilih yang lebih akurat dan berbasis teknologi yang terintegrasi dengan data e-KTP, yang sejauh ini sudah mendekati 100 persen penduduk.

Harapan masyarakat ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan perbaikan sistem dan tata kelola pilkada, bukan sebatas penundaan. Pemerintah dapat menyiapkan paket perubahan mendasar pilkada lebih luas, yang dimulai dari pilkada serentak nasional mendatang. Langkah ini tergolong perubahan mendasar karena pelaksanaan pilkada serentak sedianya dilaksanakan pada 2024. Namun, jika dilihat dari masa jabatan kepala daerah di seluruh wilayah Indonesia dan untuk menekan munculnya masalah yang kompleks dalam pemilu serentak 2024, penundaan ini menjadi momentum yang tepat untuk menata ulang pelaksanaan pilkada. Selain itu, terpisahnya pelaksanaan pilkada dengan pemilu memungkinkan masyarakat mengevaluasi hasil pemilu dengan pilkada pada waktu berikutnya.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya