Waspada Bancakan Stimulus Corona

Penulis

Kamis, 2 April 2020 06:30 WIB

Petugas kesehatan dengan APD lusuh dan robek membuka pelindung wajah buatan sendiri usai bertugas di tenda penyakit infeksius di Puskesmas Tamblong, Bandung, Rabu, 1 April 2020. Para petugas yang setiap hari memeriksa pasien dengan gejala terinfeksi virus corona Covid-19 ini harus bekerja dengan APD yang seadanya. TEMPO/Prima Mulia

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang kebijakan keuangan untuk mengatasi dampak wabah corona membuka celah korupsi. Klausul yang perlu diwaspadai, antara lain, ihwal kekebalan hukum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan mekanisme pinjaman likuiditas oleh Bank Indonesia.

Pasal 27 ayat (2) dan (3) dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 menyebutkan anggota KSSK tak bisa dituntut secara perdata maupun pidana bila melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Disebutkan pula bahwa segala tindakan Komite Stabilitas bukan merupakan obyek gugatan di peradilan tata usaha negara.

Yang berkumpul di KSSK memang bukan orang sembarangan. Komite terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lain lembaga-lembaga itu. Namun siapa yang bisa menjamin bahwa apa pun yang dilakukan Komite selalu merupakan kebenaran dan berangkat dari iktikad baik.

Pemberian impunitas kepada pejabat KSSK bertentangan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 undang-undang ini menyebutkan siapa pun yang memperkaya diri atau orang lain dengan cara merugikan negara bisa dijerat pidana. Pelaku korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya atau bencana seharusnya dihukum lebih berat.

Penegasan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pemerintah dan KSSK untuk memulihkan perekonomian karena wabah corona bukanlah kerugian negara, seperti yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) Perpu 1/2020, juga bermasalah. Ada-tidaknya kerugian negara biasanya baru diketahui setelah ada audit yang cermat. Jaminan pasal seperti ini justru bisa menjadi “insentif” bagi orang untuk berbuat jahat karena merasa terlindungi oleh situasi krisis. Padahal pemerintah dan Komite Stabilitas akan mengelola dana sebesar Rp 405,1 triliun dari anggaran negara. Jangankan uang sebanyak itu, setiap sen dana negara harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Advertising
Advertising

Ihwal pinjaman likuiditas oleh Bank Indonesia yang termuat dalam Pasal 16 Perpu pun memantik kecemasan. Intinya, Bank Indonesia berwenang memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada bank sistemik atau selain bank sistemik. Ini bisa membuka ingatan pada pengalaman pahit tentang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia saat krisis moneter 1998-yang menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan merugikan negara Rp 138,7 triliun dan hingga kini pengusutan kasusnya tak kunjung rampung. Metode pinjaman likuiditas berdasarkan prinsip syariah juga menjadi tanda tanya jika diterapkan pada bank konvensional.

Sudah benar pemerintah menyiapkan mitigasi untuk menyelamatkan stabilitas ekonomi makro maupun mikro. Namun langkah ini sepatutnya diiringi dengan antisipasi penyelewengan. Pemerintah seharusnya mencegah semua bancakan uang penanganan bencana dengan membuat aturan yang tanpa celah. Jangan berharap pada iktikad baik, sesuatu yang langka di negeri ini.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya