Ancaman Ekosida di Jakarta

Penulis

Rabu, 19 Februari 2020 07:00 WIB

Penampakan sejumlah pohon baru ditanam di lokasi proyek revitalisasi Monas, Senin 3 Februari 2020. Tempo/Taufiq Siddiq

PEMERINTAH DKI Jakarta bertindak serampangan dengan menebangi ratusan pohon di sisi selatan kawasan Monumen Nasional (Monas) dengan dalih untuk merevitalisasi area itu. Kebijakan pembangunan Ibu Kota yang tidak punya perspektif ekologi bisa mengancam kehidupan semua warga.

Patut diduga, pemerintah DKI tergesa-gesa merombak lapangan Monas untuk menyiapkan ajang balapan mobil listrik Formula E pada Juli nanti. Belakangan terkuak penebangan pohon dilakukantanpa izin dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdekalembaga yang dipimpin Menteri Sekretaris Negara. Pemerintah DKI juga belum mendapatkan rekomendasi dari tim ahli cagar budaya.

Menebang ratusan pohon di kawasan yang seharusnya menjadiruang terbuka hijau bukanlah urusan sederhana. Pohon yang sudah berumur puluhan tahun sangat penting bagi kota yang udaranya kian tercemar seperti Jakarta. Sebatang pohon keras berumur 10 tahun bisa memperbaiki kualitas udara dengan menyerap 22 kilogram karbon dioksida dalam setahun. Pohon seumur itu juga rata-rata menghasilkan 118 kilogram oksigen per tahun. Sekadar mengganti pohon yang tumbang dengan pohon baru tak akan menyelesaikan masalah.Perlu waktu sangat panjang untuk memulihkan kembali fungsi ekologis pohon yang telanjur hilang.

Sayangnya, di negeri ini perlindungan pohon dan alam secara keseluruhan memang masih lemah. Di DKI Jakarta, larangan penebangan pohon hanya terselip dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Aturan ini mengancam orang yang menebang pohon tanpa izin dengan pidana kurungan maksimal 180 hari atau denda Rp 50 juta. Tapi aturan ini belum diterapkan secara konsisten.

Larangan menebang pohon di Ibu Kota sejauh ini hanya menjerat warga biasa yang malas mengurus izin. Sedangkan penebangan pohon oleh pemerintah ada di luar jangkauan aturan tersebut. Walhasil, penebangan pohon secara massal pun terus berulang.

Advertising
Advertising

Di luar Jakarta, ada peraturan daerah untuk perlindungan pohon dan taman di Kabupaten Malang dan Kota Surabaya, keduanya di Jawa Timur. Namun kedua aturan itu lagi-lagi tak tegas melindungi pohon yang berusia panjang. Penebangan masih dimungkinkan dan cukup diganti dengan penanaman pohon dalam jumlah yang lebih banyak.

Walhasil, tanpa peraturan yang punya perspektif ekologi, tren penebangan pohon dan terus menyusutnya ruang terbuka hijau di perkotaan sulit dikendalikan. Pada 2013, misalnya, 1.260 batang pohon ditebang demi pembangunan jalur moda raya terpadu (MRT) di Jakarta. Lalu, pada 2017, sebanyak 2.551 pohon dibabat demi proyek kereta ringan (LRT). Setahun kemudian, 451 batang pohon kembali digasak untuk pelebaran trotoar di sepanjang Jalan Sudirman-M.H. Thamrin. Dari gubernur ke gubernur, nasib pohon di Ibu Kota selalu merana.

Di tingkat internasional, gerakan untuk mengkriminalisasiperusakanlingkungan sudah lebih maju.Ahli botani asal Amerika Serikat, Arthur W. Galston, getol menggunakan istilah ekosida sejak 1996 untuk merujuk pada kejahatan berupa pemusnahan alam yang terstruktur, sistematis, dan masif. Sejak 2010, pengacara Skotlandia, Polly Higgins, bahkan memperjuangkan agar ekosida masuk kategori kejahatan atas kemanusiaan yang bisa diadili di Mahkamah Pidana Internasional.

Artinya, kesadaran bahwa pembangunan ekonomi tak bolehmerusak alam sudah diterima di semua belahan dunia. Akan terasa ganjil dan ketinggalan zaman jika paradigma para pengambil kebijakan di negeri ini tak beradaptasi. Perubahan pola pikir itu harus tampak dari hal yang paling sederhana: tak lagi menebang pohon demi pembangunan ekonomi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya