Jejak Ekspor yang Mencurigakan

Penulis

Selasa, 4 Februari 2020 13:10 WIB

09-nas-TobaPulpLestari

EKSPOR bubur kayu oleh PT Toba Pulp Lestari selama ini amat mencurigakan. Jenis produk pulp yang dikirim ke luar negeri diduga tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen. Pemerintah perlu mengusut kemungkinan adanya kecurangan yang dilakukan perusahaan ini demi mengurangi pajak.

Penegakan hukum itu penting demi memberikan efek jera bagi pengusaha nakal sekaligus menggenjot penerimaan negara. Apalagi penerimaan pajak tahun lalu merupakan yang terburuk sepanjang lima tahun terakhir. Kekurangan pajak atau shortfall mencapai Rp 245,5 triliun, jauh lebih tinggi dari proyeksi pemerintah sebesar Rp 140 triliun. Sanksi yang tegas terhadap mereka yang mengakali pajak bakal mendorong perusahaan-perusahaan lain membayar pajaknya dengan benar.

Sepanjang 2007-2016, PT Toba Pulp Lestari diduga mengklaim mengekspor bubur kayu jenis bleached hardwood kraft pulp (BHKP), yang umumnya digunakan sebagai bahan baku kertas. Tapi pembelinya di luar negeri menyatakan bubur kayu itu berjenis dissolving wood pulp (DWP) ketika menjualnya lagi ke pasar dunia. Bubur kayu jenis ini jamak digunakan sebagai bahan baku tekstil dan harganya lebih mahal. Sebagai perbandingan, jika harga bubur kayu jenis BHKP US$ 1 per kilogram, harga bubur kayu DWP mencapai US$ 1,5 per kilogram.

Dari perbedaan harga itu muncul dugaan PT Toba Pulp Lestari memanipulasi dokumen demi menurunkan nilai ekspor. Jika hal ini benar terjadi, perbuatan tersebut jelas melanggar Undang-Undang Kepabeanan. Motifnya apa lagi kalau bukan untuk mengurangi pajak di dalam negeri. Dugaan ini dikuatkan fakta bahwa DP Macao, pembeli produk PT Toba Pulp Lestari, yang kemudian menjualnya lagi ke pasar global, ditengarai memiliki hubungan dengan PT Toba Pulp Lestari. Kedua perusahaan itu diduga terafiliasi dengan taipan Sukanto Tanoto, yang juga pemilik Asian Agri-perusahaan yang pernah dihukum membayar denda Rp 2,5 triliun karena mengemplang pajak.

Sepintas praktik tersebut seperti transfer pricing atau pengalihan keuntungan. Perusahaan menjual produknya dengan harga rendah ke perusahaan lain yang terafiliasi di luar negeri untuk menghindari pembayaran pajak di dalam negeri. Tapi dalam transfer pricing yang ditransaksikan adalah produk yang sama. Dalam kasus PT Toba Pulp Lestari, produknya jelas berbeda. Perusahaan diduga sengaja menulis kode HS-standar internasional untuk mengklasifikasi produk perdagangan-BHKP untuk produk DWP. Dengan kata lain, PT Toba Pulp mencantumkan produk yang keliru.

Advertising
Advertising

Pemerintah mesti membuka kembali data pengampunan pajak untuk memeriksa apakah PT Toba Pulp Lestari pernah mendeklarasikan adanya praktik tersebut. Undang-Undang Pengampunan Pajak memang mengampuni perbuatan pidana yang terjadi sebelum 2016 asalkan orang atau perusahaan mengakui perbuatannya dan membayar uang tebusan. Bila ternyata tak pernah menyampaikannya, PT Toba Pulp bisa dikenai sanksi membayar kekurangan pajak plus sanksi administrasi sebesar 200 persen dari pajak yang tidak dibayarkan karena menyampaikan informasi yang sesat.

Kementerian Keuangan harus berani membongkar dugaan pelanggaran tersebut. Sikap tegas terhadap pengusaha yang mencoba menghindari pajak diperlukan demi menyelamatkan penerimaan negara. Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan terhadap semua jenis barang ekspor. Bukan tak mungkin praktik serupa terjadi di perusahaan berbeda di sektor lain yang menjual produknya ke luar negeri.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya