Talak Tiga Menteri Siti

Penulis

Senin, 3 Februari 2020 07:00 WIB

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurba saat memberikan penghargaan Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) Hijau 2019 kepada Endy A. Budyanto, General Manager PT Jababeka Infrastruktur di Istana Wakil Presiden, Jakarta pada Rabu, 8 Januari 2020.

LANGKAH Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutus kerja sama dengan Yayasan WWF Indonesia lebih banyak membawa mudarat ketimbang manfaat. Selain tidak didasari komunikasi yang transparan, keputusan penghentian kerja sama ini tampaknya tak dipertimbangkan matang.

Pemutusan hubungan kerja pemerintah dengan WWF yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 tertanggal 10 Januari 2020 jelas melanggar prosedur yang disepakati kedua pihak. Perjanjian kerja sama mensyaratkan rencana penghentian hubungan harus disampaikan minimal enam bulan sebelum keputusan diambil. Nyatanya, surat evaluasi perjanjian dan keputusan penghentian kerja sama dikirim Kementerian secara bersamaan pada Oktober 2019. Pelanggaran prosedur semacam ini dapat diartikan sebagai cacat hukum yang bisa menganulir keputusan itu.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar secara efektif membatalkan sekitar 30 proyek WWF di berbagai taman nasional yang semula dikelola bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal kerja sama konservasi satwa, seperti badak, gajah, dan harimau, serta berbagai program pelestarian alam ini dirintis sejak 1962 dan seharusnya baru kedaluwarsa tiga tahun lagi. Tanpa sokongan dana WWF, yang jumlahnya sekitar Rp 350 miliar setiap tahun, beberapa petugas lapangan Kementerian Lingkungan Hidup mengaku tak tahu bagaimana harus membiayai kegiatannya.

Dalam suratnya, Kementerian Lingkungan Hidup memang menyebutkan beberapa alasan yang mendasari keputusan mereka. Pertama, ruang lingkup kerja WWF kini dinilai sudah lebih luas dari ruang lingkup perjanjian. Karena itu, kegiatan WWF di luar konservasi satwa dinilai tidak memiliki dasar hukum kerja sama yang sah. WWF Indonesia juga disebut telah melanggar prinsip kerja sama dengan mempublikasikan klaim sepihak mengenai keberhasilan kerja-kerja mereka. Ada juga soal kampanye media sosial WWF yang disebut tak sesuai dengan fakta.

Tentu hak pemerintah mengevaluasi lembaga swadaya masyarakat yang bekerja sama dengan mereka. Namun, yang janggal, Menteri Siti Nurbaya sama sekali menolak segala bentuk komunikasi soal keputusannya. Lazimnya, jika ada evaluasi atas sebuah kerja sama, pihak yang diperiksa akan diundang dan diminta menjelaskan duduk perkaranya. Dalam kasus ini, Siti tidak memberikan kesempatan kepada pengurus WWF Indonesia menjelaskan latar belakang berbagai tindakan WWF yang dikeluhkan pemerintah, apalagi mengoreksi kesalahan mereka.

Advertising
Advertising

Ketika ancaman krisis iklim begitu nyata dan lingkungan kita tak terlindungi dengan optimal, tindakan sepihak Menteri Siti ini mengundang tanda tanya besar. Ada kesan pemerintah terlampau membesar-besarkan hal remeh-temeh, seperti status Facebook seorang selebritas yang mengkritik kebakaran hutan, ketimbang membangun sinergi menyelamatkan ekosistem. Apalagi jika benar keluhan beberapa organisasi non-pemerintah yang menyebutkan Kementerian Lingkungan Hidup kini makin sensitif terhadap kritik soal performa pemerintah melindungi alam.

Kerusakan hutan di Indonesia jelas perlu perhatian serius kita semua. Forest Watch Indonesia merilis angka laju deforestasi atau penebangan hutan selama 2013-2017 sudah mencapai 1,47 juta hektare per tahun. Angka ini meningkat drastis jika dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya. Dengan laju kerusakan semasif itu, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat tak punya pilihan selain bergandengan tangan.

Kontribusi WWF untuk konservasi alam Indonesia selama ini juga tak bisa diabaikan. Pada 2018, WWF menemukan keberadaan seekor badak Sumatera di Kalimantan Timur—yang sebelumnya dianggap tidak ada. Mereka juga yang berperan dalam proyek pengelolaan dan perawatan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, yang menjadi habitat bagi 600 orang utan Kalimantan. Belum lagi peran WWF di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, sejak 1960-an. Menghentikan kerja sama akan merugikan upaya konservasi yang sudah berjalan.

Ke depan, Menteri Siti Nurbaya sebaiknya mengubah cara pandangnya mengenai peran organisasi non-pemerintah dalam kerja-kerja perlindungan lingkungan. Kritik dari mereka adalah obat pahit yang harus ditelan pemerintah untuk kebaikan publik. Reaktif dan terlampau sensitif menghadapi kritik, apalagi dengan mengobarkan semangat nasionalisme yang salah

tempat, ibarat menepuk air di dulang: bakal tepercik ke muka sendiri.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

1 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya