Main Tangkap Jurnalis Asing

Penulis

Kamis, 30 Januari 2020 07:08 WIB

Philip Jacobson. News.mongabay.com

Penangkapan jurnalis Amerika Serikat, Philip Myrer Jacobson, makin memperlihatkan sikap pemerintah yang paranoid dan antikritik. Kendati alasan resmi penahanan itu soal visa, sulit untuk tidak menghubungkannya dengan aktivitas Jacobson di Indonesia.

Saat ditangkap di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, jurnalis portal berita sains lingkungan Mongabay itu sedang menyiapkan tulisan tentang pencaplokan lahan masyarakat adat oleh korporasi. Sebelumnya, ia juga kerap menulis soal kerusakan hutan serta konflik lahan di Papua, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Jacobson, yang dituduh menyalahgunakan visa bisnis, sempat meringkuk di sel Rumah Tahanan Kelas IIA Palangka Raya.

Perlakuan itu amat berlebihan karena ia bukanlah pelaku kriminal yang berbahaya. Apalagi, sebelumnya, Jacobson menjalani tahanan kota lebih dari satu bulan, sejak 17 Desember 2019, setelah menghadiri audiensi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah.

Pemerintah akhirnya memang menangguhkan penahanan Jacobson. Tapi proses hukumnya belum berhenti. Mestinya kasus ini distop sama sekali, sebelum reputasi Indonesia sebagai negara demokrasi makin berantakan.

Advertising
Advertising

Kebebasan pers di negara kita jelas mengalami kemunduran. Dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2019 yang dirilis Reporters Without Borders-badan kebebasan media internasional-Indonesia menduduki peringkat ke-124 dari 180 negara. Posisi negara kita lebih buruk daripada Malaysia, Chad, dan Afganistan serta tertinggal jauh dari Mongolia dan Suriname.

Penangkapan Jacobson juga menambah panjang daftar jurnalis asing yang diperlakukan secara buruk oleh pemerintah Joko Widodo. Pada 2018, tiga jurnalis BBC Indonesia diusir saat hendak meliput kejadian luar biasa campak dan busung lapar di Agats, Papua. Setahun sebelumnya, jurnalis lepas Al Jazeera, Jack Hewson, yang ingin meliput masalah Freeport di Timika, Papua, ditangkal masuk ke Indonesia.

Sejumlah jurnalis asing bahkan telah diadili gara-gara urusan visa. Dua jurnalis Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, divonis Pengadilan Negeri Jayapura dengan hukuman dua bulan pada 2014. Setahun berselang, giliran Neil Richard George Bonner dan Rebecca Bernadette Prosser dari Inggris divonis hukuman 2 bulan 15 hari oleh Pengadilan Negeri Batam.

Pemerintah semestinya membuka pintu lebar-lebar bagi jurnalis asing sehingga mereka tidak perlu meliput secara diam-diam dengan menyalahgunakan visa. Liputan media asing justru membantu pemerintah mengawasi aktivitas korporasi dan kinerja pemerintah daerah. Pemerintah pun tak perlu alergis terhadap tulisan atau berita miring mengenai lingkungan hidup, pelanggaran hak asasi manusia, dan kemiskinan. Semua itu malah bisa dimanfaatkan sebagai masukan penting demi perbaikan.

Sikap pemerintah yang cenderung menutup diri terhadap liputan media asing justru bertolak belakang dengan upaya Presiden Jokowi menarik investor asing. Bagaimana investor mau datang jika mereka tidak mengetahui persis kondisi negara kita? Sikap yang memusuhi jurnalis asing juga menyulitkan pemerintah dalam mempromosikan pariwisata.

Presiden Jokowi seharusnya memanfaatkan jurnalis asing demi mendorong perbaikan negara kita di segala bidang. Sikap tertutup dengan kedok nasionalisme sempit hanya akan menghambat kemajuan sekaligus merusak demokrasi.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

34 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya