Bersekongkol Menyelamatkan Hasto

Penulis

Senin, 13 Januari 2020 13:00 WIB

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto, usai menemani Megawati Soekarnoputri dalam pertemuan antara PDIP dan Departemen Internasional Partai Komunis Cina di Hotel Mandarin, Jakarta, 18 September 2019. TEMPO/Ahmad Faiz

SEPATUTNYA kita memberi hormat kepada tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dengan gigih berupaya menangkap Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Di tengah merosotnya kepercayaan publik kepada KPK, mereka berani melawan berbagai tekanan ketika membongkar kasus dugaan suap komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang ikut menyeret Hasto.

Wahyu diringkus pada Rabu, 8 Januari lalu, bersama sejumlah orang yang dua di antaranya orang dekat Hasto. Ia diduga meminta duit Rp 900 juta untuk meloloskan Harun Masiku, calon legislator PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I yang gagal terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Suap itu diduga untuk mempermulus pelengseran Riezky Aprilia, anggota DPR yang telah dilantik, melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU. Riezky ditetapkan KPU sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas, yang meninggal. Riezky adalah peraih suara pemilu terbanyak setelah Nazar. Diduga sebagian duit yang diberikan kepada komisioner KPU berasal dari Hasto.

Namun upaya menciduk Hasto gagal total. Tim penindakan KPK yang mencoba masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian Hasto, dihalang-halangi sejumlah polisi. Petugas komisi antirasuah sempat ditahan, bahkan diteror dengan uji urineseolah-olah mereka pemadat narkotik. Tim KPK pun tak bisa menyegel ruangan Hasto di kantor PDI Perjuangan karena dihalangi petugas di partai banteng.

Kegagalan itu terasa lebih pahit karena pimpinan dan sejumlah petinggi KPK menolak menetapkan Hasto sebagai tersangka. Mereka tak mengacuhkan dua bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Hasto. Satu anggota staf Hasto menjadi tersangka, tapi orang dekatnya yang disebut Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ikut menjadi perantara dan menikmati suap dibebaskan karena dianggap kooperatif.

Pimpinan KPK jelas telah mencoreng wajah korps pemberantas korupsi karena tunduk kepada petinggi PDIP. Alih-alih berdiri di depan untuk membela anak buahnya, mereka malah menyalahkan tim penindakan yang mencoba menyegel ruang kerja Hasto. Padahal tak ada prosedur yang dilanggar tim tersebut. Pimpinan KPK malah menginstruksikan tiada lagi penyegelan setelah peristiwa itu.

Advertising
Advertising

Inilah bukti telak kekhawatiran publik terhadap rekam jejak tercela sejumlah pemimpin KPK yang dipersoalkan saat proses seleksi lalu. Belum juga sebulan bekerja setelah dilantik pada 20 Desember 2019, mereka malah menyabotase pemberantasan korupsi. Sulit rasanya mengharapkan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, yang rekam jejaknya juga menjadi sorotan, bisa dan mau membongkar kasus korupsi yang melibatkan nama besar. Sangat mungkin di kemudian hari bakal lebih banyak pelaku kejahatan yang tak tersentuh hukum.

Kejadian memalukan ini adalah buah dari pelemahan KPK secara sistematis dan terstruktur oleh pemerintah Joko Widodo dan DPR. Bukannya meloloskan calon pemimpin yang berintegritas, Presiden Jokowi dan DPR memilih orang-orang bermasalah. Ditambah lagi, pemerintah dan parlemen bersekongkol memangkas kewenangan KPK melalui revisi undang-undang.

Sudah seharusnya Mahkamah Konstitusi menerima uji materi yang diajukan mantan pemimpin KPK dan pegiat antikorupsi untuk mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. Apalagi Ombudsman Republik Indonesia telah menemukan dugaan awal pembahasan revisi itu cacat hukum.

Sulit berharap KPK akan mengambil langkah untuk memulihkan kepercayaan publik kepadanya. Patut diduga mereka tak akan mengusut tuntas perkara suap ini dan tak menindak semua pihak yang terlibat. Mereka yang menghalang-halangi para penyelidik dan penyidik akan dibiarkan tanpa sanksi, bahkan boleh jadi para penyidiklah yang dianggap bersalah.

Seperti diduga sebelumnya, Dewan Pengawas KPK tidak akan punya banyak peran untuk membuat perkara ini jernih. Meski diisi tokoh-tokoh dengan rekam jejak baik, Dewan Pengawas dirancang bukan sebagai lembaga pelaksana yang punya hak eksekusi.

Perlindungan PDI Perjuangan yang berlebihan kepada Hasto mengindikasikan perkara ini pun boleh jadi bukan urusan Hasto semata. Sudah lama jadi omongan: banyak partai mencari pemasukan dari tempat gelap, termasuk suap anggotanya sendiri. Yang kerap terjadi adalah lewat mahar penetapan calon kepala daerah. Rasuah pergantian antarwaktu adalah modus yang baru terungkap ke publik. Upaya menghalangi petugas KPK oleh petugas partai dapat dibaca sebagai upaya melindungi perbuatan lancung oleh partai sebagai organisasi.

Praktik buruk partai politik itu kini makin gelap dan sulit terungkap. Yang menyedihkan: semua terjadi di era Jokowi, presiden yang mengaku bukan orang partai dan mengklaim tak ingin tunduk kepada oligarki partai.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya