Sudarto Harus Dibebaskan

Penulis

Kamis, 9 Januari 2020 07:00 WIB

Seorang pendemo dari Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Muslim (AM3) menggelar unjuk rasa di depan Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5 Mei 2016. Mereka mendesak dibatalkannya festival tersebut karena dikhawatikan akan menyebarkan kebebasan berekspresi bagi kaum LGBT. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

Baru tujuh hari setelah tahun berganti, polisi sudah menambah panjang daftar pelanggaran kebebasan berekspresi. Polisi menangkap aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto. Selain menggunakan Pasal 28 dan 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan pasal karet, tuduhan terhadap pria berusia 45 tahun ini juga terkesan mengada-ada.

Tim Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Barat menangkap Sudarto pada Selasa lalu di kantor Pusaka Padang. Ia menjadi tersangka atas tuduhan melakukan tindak pidana ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong di akun Facebook-nya pada 14 Desember 2019. Ketika itu, Sudarto mengunggah pernyataan perihal adanya pelarangan kegiatan ibadah Natal bagi umat Katolik di Jorong Kampung, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Seorang pemuda di Jorong Kampung Baru, Dharmasraya, melaporkan Sudarto kepada polisi berkaitan dengan status di Facebook itu.

Tindakan penangkapan Manajer Program Pusaka tersebut menunjukkan arogansi polisi menggunakan kewenangannya untuk membungkam kritik dan pembelaan terhadap kelompok minoritas. Apa pun motifnya, langkah polisi itu merupakan serangan langsung dan terbuka terhadap pembela hak-hak konstitusional kelompok minoritas. Sudarto selama ini aktif melakukan advokasi kepentingan kelompok minoritas di Sumatera Barat.

Penangkapan Sudarto bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah untuk memperkuat toleransi, melindungi kelompok minoritas, serta menjamin kebebasan beragama dan beribadah. Polisi semestinya mendukung advokasi dan pembelaan Sudarto terhadap kaum minoritas yang dijamin konstitusi, bukan melakukan tindakan sebaliknya yang bertentangan dengan spirit toleransi. Seharusnya pihak yang ditindak secara hukum oleh polisi adalah mereka yang menghalang-halangi kelompok minoritas dalam menjalankan kegiatan ibadahnya. Perkara Sudarto ini mencerminkan politik perlindungan minoritas yang buruk.

Karena itu, Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis harus segera memerintahkan Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Toni Harmanto, yang baru dilantik pada pertengahan Desember lalu, menghentikan perkara yang menjerat Sudarto dan segera membebaskannya dari tahanan. Kepolisian juga harus berbenah dalam menangani urusan semacam ini dan melindungi kebebasan berekspresi. Tahun lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan ada sedikitnya 1.384 kasus pelanggaran kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berekspresi. Kepolisian disebut sebagai instansi yang paling banyak melakukan pelanggaran.

Advertising
Advertising

Kasus serupa tidak boleh terulang. Pemerintah dan aparat keamanan di berbagai tingkatan wajib menjamin kebebasan beragama setiap warganya. Amanat konstitusi seperti yang tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 sudah sangat jelas mengatur bahwa negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Aktivis seperti Sudarto, yang justru memperjuangkan kebebasan ini dan menyuarakan hak-hak kaum minoritas, harus dilindungi, bukan justru ditangkap.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 09 Januari 2020

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya