Pengawasan Lemah Kasus Jiwasraya

Penulis

Kamis, 26 Desember 2019 07:00 WIB

Kantor Pusat Asuransi Jiwasraya di kawasan Harmoni, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

MENGUATNYA indikasi tindak pidana di balik krisis keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) semakin menunjukkan betapa buruknya pengawasan di sektor jasa keuangan. Kejaksaan Agung harus mengusut tuntas kasus ini. Tak kalah penting dari itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus segera membenahi kegagalannya dalam mencegah komplikasi di tubuh Jiwasraya, agar skandal yang diduga merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun ini tak terulang.

Kejaksaan Agung pada Selasa, 17 Desember lalu, resmi mengambil alih penyidikan yang selama tujuh bulan terakhir dilakoni Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kejaksaan mengendus dugaan terjadinya fraud-tindakan curang yang menguntungkan pribadi dan pihak lain-dalam pengelolaan dana JS Saving Plan, produk investasi berbalut asuransi kecelakaan yang dipasarkan Jiwasraya sejak 2013.

Selain manfaat proteksi, JS Saving Plan menjanjikan imbal hasil pada kisaran 9-13 persen dari penempatan dana di beragam instrumen investasi. Jauh lebih tinggi dibanding rata-rata yield obligasi pemerintah yang hanya 7-9 persen. Walhasil, produk ini laris manis. Kontribusinya terus meningkat hingga mendominasi 75 persen dari total pendapatan premi Jiwasraya pada akhir 2017.

Ternyata pertumbuhan premi tersebut tak lebih dari gali lubang-tutup lubang. Investasi senilai Rp 42 triliun, yang separuh lebih digunakan membeli saham dan reksa dana, tak pernah bisa menutup imbal hasil yang dijanjikan. Pada Oktober 2018, perusahaan asuransi pelat merah tersebut gagal membayar klaim jatuh tempo senilai Rp 802 miliar. Klaim senilai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo pada periode Oktober-Desember 2019 dipastikan bernasib sama.

Potensi masalah pada pengelolaan investasi Jiwasraya sebenarnya telah terungkap dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2016. Kala itu BPK mengendus potensi benturan kepentingan karena penempatan dana turut melibatkan perusahaan manajemen investasi yang didirikan oleh Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2008-2018. Kejaksaan kini mencurigai praktik lancung melibatkan manajemen lama.

Advertising
Advertising

Indikasinya menguat lantaran 95 persen dari total dana pada investasi saham digelontorkan ke junk stock-emiten berkinerja buruk. Sebanyak 98 persen investasi di reksa dana dikelola manajer investasi berkinerja rendah. Selain itu, penempatan investasi hingga 52 persen ke instrumen saham dan reksa dana menyalahi batas moderat pada ketentuan manajemen risiko sebesar 20 persen.

Keterangan jajaran direksi baru Jiwasraya di depan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu, lebih mencemaskan. Pengelolaan investasi Jiwasraya selama ini tak pernah dilengkapi analisis awal hingga audit internal. Pembelian saham dan reksa dana lewat manajer investasi terindikasi overvalued. Celakanya, semua ini muncul ketika Jiwasraya berada dalam pengawasan penuh OJK sejak 2012.

OJK tak perlu berdalih telah mengingatkan manajemen Jiwasraya agar mengevaluasi JS Saving Plan. Faktanya, upaya tersebut-dipaparkan setelah Kejaksaan Agung mengumumkan penyidikan-justru menunjukkan taring pengawasan tak cukup tajam. Dengan kewenangan penyidikan yang dimilikinya, sebenarnya kita pantas bertanya: mengapa OJK tak lebih awal membongkar dugaan pidana kasus ini?

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 26 Desember 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya