Spektrum Perpajakan dalam Omnibus Law

Senin, 23 Desember 2019 09:00 WIB

im Korsupgah KPK bersama Petugas BPRD DKI memasang stiker bertuliskan Objek Pajak Ini Belum Melunasi Kewajiban Pajak di restoran Nama Sushi, di Baywalk Mall, Jakarta Utara, Kamis, 5 Desember 2019. Berdasarkan data, sekitar 2.300 obyek pajak masih menunggak selama 4 tahun ke belakang. TEMPO/Imam Sukamto

Irwan Wisanggeni
Mahasiswa Program Doktoral Akuntansi Universitas Trisakti

Hampir setiap tahun penerimaan pajak tidak mencapai target yang dipatok pemerintah. Memang penyebab utamanya adalah faktor penurunan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2019 berada pada level 5,05 persen secara tahunan (year on year atau yoy). Angka tersebut jauh melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal II 2018) yang sebesar 5,27 persen yoy. Ini juga merupakan laju pertumbuhan ekonomi yang paling kecil sejak kuartal II 2017.

Bagaimana dengan kondisi ekonomi dunia? Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 0,1 persentase poin menjadi 3,2 persen. IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 menjadi 3,5 persen saja. Bahkan Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang turun ke level terendah dalam empat tahun terakhir sebesar 4 persen pada 2019.

Kondisi pelemahan perekonomian global yang merembet pada perekonomian nasional ini berdampak terhadap penerimaan pajak pada 2019. Kondisi ini tecermin dari data Kementerian Keuangan yang mencatat realisasi penerimaan pajak per Oktober baru mencapai Rp 1.018,47 triliun, atau 64,56 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 1.577 triliun, serta masih tumbuh sebesar 0,23 persen yoy. Realisasi penerimaan pajak 2019 ada kemungkinan hanya akan berada pada angka 85-87 persen atau Rp 1.340,8 triliun hingga Rp 1.372,4 triliun.

Selain faktor struktur ekonomi, faktor lainnya yang ikut mempengaruhi penerimaan pajak mungkin adalah peraturan pajak. Upaya-upaya harus terus dilakukan agar dapat memberikan ruang perbaikan pada peraturan perpajakan.

Advertising
Advertising

Rencana omnibus law pajak yang sedang digodok di Direktorat Jenderal Pajak tentunya merupakan sebuah jalan keluar alternatif dalam upaya mengatasi persoalan tersebut. Omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.

Ada beberapa hal yang memberikan kebaruan di omnibus law, misalnya menghapus pajak penghasilan (PPh) atas dividen dalam dan luar negeri apabila dividen itu ditanamkan dalam bentuk investasi di Indonesia. Demikian juga warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri melebihi 183 hari dan sudah menjadi wajib pajak di negara tersebut tak lagi menjadi wajib pajak di Indonesia.

Ada pula keringanan sanksi pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau Masa, terutama bagi mereka yang kurang bayar atau dalam masa pembetulan SPT. Pemerintah menurunkan sanksi per bulan menjadi pro rata, yakni suku bunga acuan di pasar plus 5 persen (saat ini denda 2 persen per bulan). Sanksi denda diturunkan menjadi 1 persen untuk faktur pajak yang tidak dibuat atau faktur pajak yang tidak disetor tepat waktu.

Selain itu, perusahaan digital diharuskan memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada otoritas pajak untuk mencegah penghindaran pajak. Pemerintah menghapuskan definisi badan usaha tetap (BUT) sebagai klasifikasi wajib bagi perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Nantinya, definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik. Artinya, meskipun perusahaan digital tidak memiliki kantor cabang, mereka tetap mempunyai kewajiban pajak. Pemerintah akan menggunakan skema significant economic presents. Itulah kira-kira intisari dari omnibus law pajak.

Beberapa kajian menjelaskan wajib pajak cenderung akan patuh apabila ada sanksi. Hal ini senada dengan pandangan Hans Klesen, ahli hukum dan filsuf Austria, yang menyatakan bahwa sanksi adalah tindakan yang dapat memaksa dan dapat dipaksakan kepada siapa saja yang melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh tatanan hukum. Omnibus law memberikan kejelasan yang positif sehubungan dengan sanksi pajak sehingga memberikan ruang kepatuhan bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Selain pembenahan peraturan pajak, kontrol perilaku (control belief) adalah faktor terakhir yang akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Theory of Planned Behaviour menyatakan soal hal tersebut. Kewajiban membayar pajak tentu akan mempengaruhi bagaimana wajib pajak akan berperilaku: semakin mendukung ataukah semakin menghambat niat wajib pajak untuk melakukan kewajibannya. Menurut penelitian, sanksi pajak akan mempengaruhi niat wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Faktor lain yang akan menunjang dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah tarif pajak. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa penurunan tarif dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tarif pajak yang rendah akan mendorong perekonomian dengan efek berganda terhadap meningkatnya daya beli masyarakat. Tarif pajak yang menurun akan memberikan manfaat kenaikan penerimaan pajak. Teori Arthur Laffer menjelaskan, akan terjadi peningkatan terhadap penerimaan pajak secara jangka panjang jika tarif pajak turun.

Segala upaya perlu terus dilakukan agar dapat memberikan terobosan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Seperti kata pepatah Prancis, pemungutan pajak itu seperti seni mencabut bulu angsa tanpa angsanya merasakan sakit.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya