Setengah Hati Kebijakan Restorasi

Penulis

Senin, 23 Desember 2019 07:50 WIB

Warga dan sejumlah aktivis lingkungan menunjukkan area konservasi dan hutan lindung di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapan, Kalimantan Barat, yang telah dijamah perusahaan perkebunan sawit.

BAHKAN keledai tak akan jatuh di lubang yang sama. Ungkapan ini agaknya tak berlaku bagi pemerintah dalam urusan pemulihan hutan. Buruknya pelaksanaan restorasi hutan membuat kebijakan ini bisa mengulang kegagalan program rehabilitasi pada era Orde Baru.

Digulirkan pada 2004, restorasi ekosistem hutan merupakan ikhtiar baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah program rehabilitasi tak berhasil. Program dana jaminan reboisasi hingga konversi area bekas hak pengusahaan hutan ke izin hutan tanaman industri gagal mengerem laju deforestasi. Laporan Center for International Forestry Research (Cifor) pada 2008 mencatat hutan Indonesia yang terdegradasi justru berlipat menjadi 43,6 juta hektare.

Berbeda dengan program rehabilitasi yang bersifat top down dan boros anggaran negara, restorasi ekosistem melibatkan partisipasi swasta. Bisnis kehutanan tak lagi hanya memandang tebangan pohon, tapi beralih ke jasa lingkungan, edukasi, pariwisata, dan produk nonkayu. Di tengah makin kritisnya iklim dunia, menjaga hutan merupakan peluang usaha baru dengan lahirnya pasar perdagangan karbon. Setiap ton karbon yang dipertahankan pengelola wana bisa dijual ke negara atau korporasi penghasil emisi.

Konsep restorasi pun tampak mujarab. Bisnis jalan, hutan terjaga. Namun pelaksanaannya tak seindah dibayangkan. Sejumlah perusahaan pemegang izin restorasi justru menghadapi banyak persoalan akibat inkonsistensi pemerintah. Terbakarnya lahan PT Rimba Makmur Utama, pemegang konsesi restorasi ekosistem seluas 157 ribu hektare di Katingan, Kalimantan Tengah, pada September lalu, merupakan pucuk gunung es dari masalah tersebut.

Rimba Makmur merupakan satu dari 16 perusahaan yang mengantongi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-restorasi ekosistem (IUPHHK-RE). Perseroan membidik bisnis karbon dengan cara merestorasi hutan dan gambut yang rusak. Hanya, bisnis ini terusik gara-gara sekitar 1.900 hektare lahannya terbakar pada September lalu. Analisis titik api dan informasi di lapangan mengindikasikan bara bersumber dari perkebunan sawit PT PEAK di sebelah konsesi restorasi.

Advertising
Advertising

Bencana serupa sebenarnya terjadi pada 2015. Sempat disidik, kasus kebakaran di lahan PEAK ini dihentikan setahun kemudian. Lemahnya penegakan hukum tersebut memperparah pangkal masalah di kawasan restorasi Rimba Makmur. Hampir bersamaan waktu dengan pemberian IUPHHK-RE pada 2013, KLHK melepaskan kawasan hutan seluas 40 ribu hektare untuk tiga perusahaan sawit, yang kini mengepung di kiri-kanan konsesi restorasi.

Memberikan ladang kepada korporasi dengan karakter merambah hutan di sekitar rimba dan gambut yang sedang dipulihkan jelas janggal. Masalah serupa kini dihadapi PT Restorasi Ekosistem Indonesia, pemegang izin restorasi pertama pada 2007 di irisan Sumatera Selatan dan Jambi, yang kini terancam izin pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan pembangunan jalan tambang.

KLHK semestinya menghentikan kekonyolan itu. Inkonsistensi pemerintah akan membuat program pemulihan hutan makin tak diminati. Lebih dari 10 tahun bergulir, pemegang izin restorasi baru menggarap 623 ribu hektare dari sekitar 2,6 juta hektare lahan yang disiapkan. Tanpa adanya keberpihakan pemerintah terhadap restorasi hutan, program ini akan mengulang kegagalan program rehabilitasi ala Orde Baru.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

11 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya