Salah Kaprah Soal Khilafah

Penulis

Senin, 23 Desember 2019 07:00 WIB

Menteri Agama Fachrul Razi menggelar pertemuan tertutup dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Senin. ANTARA

Pengawasan ketat terhadap materi jihad dan khilafah di sekolah menunjukkan betapa gelapnya mata pemerintah dalam memandang radikalisme. Strategi itu tidak menyentuh akar persoalan dan tidak efektif membendung pertumbuhan gerakan radikal di kalangan pelajar.

Kebijakan itu tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Kementerian Agama Ahmad Umar. Dalam surat tertanggal 4 Desember 2019 itu, Kementerian Agama menyebutkan seluruh materi ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan jihad harus ditarik. Kementerian mengklaim tujuan kebijakan ini adalah moderasi beragama dan pencegahan paham radikalisme.

Pemerintah berencana menghapus materi jihad dan khilafah dalam pelajaran fikih serta hanya memasukkannya ke sejarah Islam. Menteri Agama Fachrul Razi menganggap tidak ada yang salah pada materi khilafah dalam sejarah Islam. Menurut dia, masalahnya bersumber dari pengajarnya.

Alih-alih memberikan pencerahan tentang bahaya radikalisme, pemerintah malah menempatkan jihad dan khilafah sebagai hal yang terkesan tabu untuk dipelajari dan didiskusikan. Pemerintah semestinya mendorong guru dan siswa berpikiran merdeka. Pengawasan ketat terhadap materi pelajaran bukanlah solusi.

Konten jihad-secara harfiah berarti "sungguh-sungguh berjuang"-misalnya, tidak melulu mengajarkan soal perang atau memusuhi pemeluk agama lain. Jihad juga bisa dimaknai sebagai sungguh-sungguh mengasihi sesama, seturut ajaran Islam itu sendiri. Dengan mempelajari seluk-beluk jihad, murid madrasah justru bisa terhindar dari makna jihad yang salah.

Advertising
Advertising

Langkah Kementerian Agama mengawasi materi jihad atau khilafah dalam kurikulum madrasah sangatlah dangkal dan tak menyentuh akar radikalisme, yang kerap disamakan dengan fundamentalisme dan terorisme. Masih ada faktor-faktor lain yang membuat anak usia sekolah mudah terjerat radikalisme. Misalnya pendidikan keluarga, latar belakang guru, dan paparan media sosial.

Sesungguhnya salah kaprah pola pengajaran justru dimulai pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sendiri lewat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3 aturan tersebut menyebutkan pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, dan sebagainya. Dengan tujuan itu, segala urusan pendidikan, seperti kurikulum, cara belajar, bahkan cara berpakaian murid, diarahkan ke peningkatan keimanan dan ketakwaan.

Pasal itu akhirnya menjadi salah satu pintu masuk radikalisme melalui indoktrinasi agama yang berlebihan dan cenderung intoleran. Bahkan, terhadap mereka yang berbeda cara berpakaian saja, murid sekolah bisa mengkafirkan orang lain. Persoalan ini tidak mungkin diselesaikan hanya dengan mengawasi materi soal jihad dan khilafah. Lebih baik Kementerian Agama mempertebal materi soal toleransi untuk murid madrasah.

Pemerintah juga harus segera mengembalikan tujuan utama pendidikan, yaitu mencerdaskan peserta didik. Salah satu muara kecerdasan itu adalah menghargai mereka yang berbeda keyakinan. Urusan keimanan dan ketakwaan tak perlu dicampuri terlalu jauh oleh negara. Jika pemerintah tak mampu mengembalikan tujuan pendidikan ini, niscaya radikalisme dan sikap intoleran mudah merasuki kalangan pelajar.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya