Arah Keliru Bisnis Setrum

Penulis

Senin, 16 Desember 2019 13:15 WIB

PLN wilayah NTB melakukan pemadaman listrik bergilir di wilayah Lombok sebagai upaya untuk menyiasati penggunaan beban listrik.

KITA semua mafhum pengelolaan PT PLN (Persero) butuh terobosan besar. Namun keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menggeser fokus bisnis perusahaan itu ke transmisi dan distribusi dengan meninggalkan bisnis pembangkit listrik tak menjawab persoalan.

Selama ini, PLN memang didera krisis berlapis. Bukan hanya soal pimpinannya yang bolak-balik kena kasus korupsi, perusahaan ini dikritik publik setelah insiden pemadaman listrik berjam-jam di Jakarta dan sebagian Jawa pada awal Agustus lalu.

Secara internal, arus kas perusahaan setrum ini kerap tersendat karena pembayaran subsidi negara untuk penjualan listrik tak lancar. Tahun lalu, dari keuntungan sebesar Rp 11,575 triliun, ada piutang kompensasi dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 23,1 triliun.

Dengan kondisi kas ini, pertumbuhan utang PLN jadi mencemaskan. Sampai kuartal pertama 2019, utang PLN membengkak hingga Rp 394,18 triliun, naik 1,7 persen dibanding akhir tahun lalu. Sempat tersiar kabar, dua tahun lalu, Kementerian Keuangan sampai melayangkan surat kepada Direktur Utama PLN soal risiko gagal bayar perusahaan itu.

Padahal modal yang digerojokkan pemerintah kepada PLN juga tak kurang-kurang. Selama empat tahun terakhir, PLN sudah menerima penyertaan modal negara sebesar Rp 35,1 triliun. Jumlah itu paling jumbo dibandingkan dengan semua BUMN lain di Indonesia.

Advertising
Advertising

Modal sebesar itu dibutuhkan PLN untuk terus membangun pembangkit listrik. Setiap tahun ada kebutuhan investasi di sektor ini sebesar Rp 80-90 triliun. Namun meninggalkan bisnis ini seperti yang diminta Menteri Erick tak bakal menyehatkan PLN dalam semalam.

Salah satu sumber masalahnya ada di hilir: PLN harus menjual listrik dengan tarif yang ditentukan pemerintah. Meski biaya pokok penyediaan pembangkitan listrik terus naik-tahun ini naik sekitar 9 persen-sejak 2017, pemerintah tidak menaikkan harga setrum di masyarakat. Walhasil, beban keuangan PLN terus meningkat. Memang ada subsidi dari pemerintah untuk menutup selisih itu, tapi keputusan tentang besarannya ada di Dewan Perwakilan Rakyat.

Itulah salah satu alasan PLN selama ini bermain di hulu. Tanpa bisnis pembangkit, keuangan PLN bisa makin berdarah-darah. Tentu tak dapat dimungkiri, keterlibatan PLN di sini juga menyisakan masalah. Banyak perusahaan swasta mengeluhkan pola kerja sama yang ditawarkan PLN. Mentang-mentang pembeli tunggal, PLN kerap memaksakan skema yang kurang adil buat calon mitra bisnisnya.

Bisik-bisik soal uang pelicin juga kerap terdengar. Meski belakangan divonis bebas, mantan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menerima imbalan atas jasanya menyetujui proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 di Sumatera.

Perilaku pemerintah juga tak membantu. Transparansi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral soal rencana usaha penyediaan tenaga listrik setiap tahun kerap bermasalah. Informasi tentang penentuan pemenang tender pengadaan pembangkit lebih banyak gelap ketimbang terang.

Fakta bahwa kebanyakan perusahaan swasta yang bermain di sektor pembangkit listrik dimiliki pengusaha kakap dengan segudang pengaruh dan jejaring politik membuat urusan ini jadi kian ruwet.

Tanpa proses yang jelas, terbuka, dan akuntabel, tak jelas benar apakah sebuah perusahaan pengadaan listrik atau independent power producer (IPP) mendapat kontrak pembangkit setrum karena proposalnya memang paling baik atau karena figur di belakang perusahaan itu. Inilah kenapa power purchase agreement (PPA) kerap dikritik menyuburkan praktik pemburu rente. Selisih harga sekian sen saja bisa memberikan keuntungan di luar kewajaran untuk IPP.

Selama ada transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik, keterlibatan PLN di sektor hulu sebaiknya dipertahankan. Penguasaan PLN di bisnis pembangkit bisa mendorong penentuan harga dalam PPA jadi lebih efisien.

Ketimbang menarik diri dari bisnis pembangkit, memecah PLN menjadi beberapa perusahaan yang lebih kecil bisa jadi solusi yang lebih baik. Dengan postur lebih ramping, PLN di setiap wilayah dapat menjawab kebutuhan pengadaan pembangkit dan harga distribusi yang lebih mencerminkan kondisi warga.

Mengurai benang kusut persoalan di PLN butuh ketelitian dan kehati-hatian. Solusi jangka pendek memang dibutuhkan, tapi memikirkan peran strategis PLN dalam jangka panjang tak kalah penting. Negara jelas tak boleh melepaskan urusan strategis ini sepenuhnya kepada swasta. Perlu ada skema kerja sama yang adil dan saling menguntungkan, agar kepentingan khalayak ramai terpenuhi dengan memuaskan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya