Janji Jokowi Soal Hak Asasi

Penulis

Rabu, 11 Desember 2019 06:50 WIB

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) membawa spanduk saat berunjukrasa memperingati Hari HAM Internasional di depan Gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Selasa, 10 Desemeber 2019. Mereka menuntut pemerintah serius dalam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) serta penuntasan terhadap kasus pelanggaran HAM yang terjadi. ANTARA

Persoalan hak asasi manusia (HAM) masih menjadi pekerjaan rumah bagi Presiden Joko Widodo. Janji untuk menyelesaikan sejumlah kasus HAM semestinya sudah dilaksanakan pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Namun, hingga kini, pemerintah melalaikan janji itu.

Presiden Jokowi memasukkan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM dalam sembilan program prioritas yang diberi nama Nawacita pada periode 2014-2019. Dalam visi-misi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada kampanye pemilihan presiden lalu, masalah HAM pun masih dicantumkan lagi.

Dalam butir mengenai penegakan hukum, tepatnya poin keempat, pasangan itu menorehkan secara jelas janjinya mengenai penanganan masalah hak asasi. Jokowi-Ma’ruf bertekad akan melindungi, antara lain, kebebasan beragama, hak masyarakat atas tanah, hak kaum perempuan, dan hak masyarakat adat. Pasangan itu juga berjanji: "melanjutkan" penyelesaian yang berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa.

Kata "melanjutkan" agak kabur karena, pada periode pertama, Presiden Jokowi belum menyelesaikan satu pun kasus pelanggaran HAM berat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga mencatat setidaknya ada tiga jenis pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. Pertama, kasus HAM masa lalu, seperti kerusuhan Mei 1998. Komnas menilai belum ada langkah konkret dari Jaksa Agung untuk memproses hukum kasus tersebut sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ketidakjelasan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat adalah bentuk pengingkaran atas keadilan.

Kedua, penanganan konflik sumber daya alam. Sengketa jenis ini semula didominasi kasus yang berkaitan dengan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan. Belakangan, semakin banyak pula sengketa yang disebabkan oleh proyek infrastruktur pemerintah. Adapun yang ketiga adalah intoleransi dan pelanggaran hak kebebasan berekspresi. Kasus jenis ini cukup mencemaskan pula karena sering kali diwarnai persekusi oleh massa terhadap orang yang memiliki pendapat berbeda.

Advertising
Advertising

Lembaga pegiat hak asasi, seperti Kontras, Lokataru, Amnesty, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sepakat menyatakan bahwa Jokowi telah mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Bahkan pemerintah justru menciptakan pelanggaran baru hak asasi, seperti penembakan mahasiswa ketika demonstrasi. Kalangan pegiat hak asasi pun mengecam Presiden Jokowi karena memasukkan Prabowo Subianto, yang selama ini selalu dikaitkan dengan masalah pelanggaran HAM, ke kabinet.

Pada periode kedua pemerintahannya, masih ada kesempatan bagi Jokowi untuk melaksanakan janji menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. Tak akan ada sanksi politik apa pun jika ia kembali mengingkarinya seperti yang ia lakukan pada periode pertama. Hanya, publik akan mencatatnya sebagai pemimpin yang mudah mengingkari janji sekaligus tidak memiliki kepedulian terhadap masalah hak asasi manusia.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 11 Desember 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

6 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

38 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya