Terapi Lancung Sang Menteri

Penulis

Senin, 2 Desember 2019 13:15 WIB

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam peluncuran Katalog Wisata Kesehatan dan Skenario Perjalanan Wisata Kebugaran pada Selasa 19 November 2019/Kementerian Kesehatan

Meski sudah diangkat menjadi Menteri Kesehatan, Letnan Jenderal Purnawirawan Dr dr Terawan Agus Putranto tidak boleh lolos begitu saja dari sanksi pelanggaran etik yang sudah diputuskan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Pendapat profesional para ahli medis seharusnya tidak dikesampingkan dengan pendekatan kekuasaan.

Jika sanksi untuk dokter Terawan tidak dilaksanakan, seluruh struktur dan mekanisme penegakan etika kedokteran di negeri ini bisa berantakan. Padahal aturan itu dibuat untuk melindungi kepentingan pasien dari praktik pelayanan kesehatan yang tidak teruji secara klinis. Ini preseden buruk yang berbahaya.

Masalahnya, kuasa untuk menyetop praktik lancung yang melanggar aturan ini justru ada di tangan Menteri Kesehatan. Terawan sendiri, dalam banyak kesempatan, berkeras terapinya terbukti secara medis dan serangan atas metode risetnya sama sekali tidak berdasar. Karena itu, sulit membayangkan Terawan mengambil kebijakan yang bakal merugikan dirinya sendiri.

Idealnya, Terawan bersikap kesatria dan mempersilakan jajaran Kementerian Kesehatan mengambil tindakan dalam kasus ini, tanpa intervensi. Berkeras menutup mata dan telinga atas kontroversi yang beredar luas soal kasusnya justru meneguhkan adanya konflik kepentingan dalam posisi Terawan sebagai Menteri Kesehatan. Dia melanggar sumpah jabatannya sebagai menteri dan sumpah profesinya sebagai dokter jika membiarkan benturan kepentingan itu tanpa penyelesaian.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, juga seharusnya turun tangan. Sebagai lembaga pendidikan yang bermartabat, sudah semestinya pimpinan kampus menindaklanjuti laporan tentang kejanggalan disertasi Terawan. Nama baik Universitas Hasanuddin dipertaruhkan jika gugatan atas riset Terawan tidak diperiksa dengan saksama.

Advertising
Advertising

Jika kelak semua tuduhan atas Terawan terbukti, para guru besar di Universitas Hasanuddin tak boleh ragu mencabut gelar doktoral Terawan. Itu penting karena selama ini disertasi tersebutlah yang selalu menjadi dasar klaim akademis Terawan.

Kejanggalan dalam disertasi Terawan memang bukan main-main. Acuan teoretisnya banyak yang tidak meyakinkan. Misalnya, dia mengklaim heparin pernah diuji coba untuk menjebol sumbatan dalam jalan darah manusia pada sebuah riset di Jerman. Nyatanya, itu cuma percobaan pada pembuluh darah anjing.

Selain itu, Terawan mengklaim heparinyang lazim dipakai untuk mencegah pembekuan darah pada terapi digital subtraction angiography, yakni metode kedokteran untuk mendiagnosis penyakit dapat membersihkan sumbatan di dalam pembuluh darah. Klaim tersebut juga tidak didukung kajian ilmiah apa pun.

Karena itulah, pada Februari 2018, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran menilai Terawan melanggar kode etik kedokteran, di antaranya Pasal 6, yang berbunyi, "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat." Atas pelanggaran itu, Majelis merekomendasikan izin praktik Terawan dicabut selama setahun.

Sayangnya, Menteri Kesehatan kala itu, Nila Moeloek, tidak menindaklanjuti keputusan Majelis Etik. Ia justru membentuk satuan tugas untuk mengkaji terapi cuci otak Terawan. Ketika satuan tugas Kementerian menyimpulkan hal yang sama dengan putusan Majelis Etik, Menteri Nila lagi-lagi tak bertindak. Ia malah melakukan hal yang tidak lazim, yakni mengizinkan Terawan melakukan uji klinik seraya terus memberikan pelayanan. Padahal uji klinik semestinya terbatas dan tidak komersial.

Tindakan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat waktu itu, Jenderal Mulyono, tak kalah janggal. Ia meminta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran berkoordinasi sebelum menjatuhkan sanksi kepada anggotanya. Peringatan semacam itu merupakan bentuk intervensi militer terhadap lembaga kedokteran.

Silang-sengkarut ini makin parah dengan keputusan Presiden Joko Widodo mengangkat Terawan sebagai Menteri Kesehatan. Keputusan itu jelas tidak berlandaskan informasi yang memadai mengenai kompetensi dan integritas Terawan. Istana seharusnya tidak ragu menonaktifkan Menteri Kesehatan sampai ada tindak lanjut dalam kasus pelanggaran etik ini.

Ke depan, pemerintah perlu mempertegas prosedur pengujian metode medis baru, baik itu peralatan maupun obat-obatan. Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan mesti berani menegakkan aturan dan tidak tebang pilih. Publik berhak mendapat perlindungan yang maksimal dari negara, termasuk dalam hal pelayanan kesehatan.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 02-08 Desember 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya