Jangan Kubur Pilkada Langsung

Penulis

Selasa, 26 November 2019 07:00 WIB

Mendagri Tito Karnavian dan Pilkada Asimetris

Gagasan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pemilihan kepala daerah secara langsung sebetulnya amat bagus. Mekanisme politik yang diterapkan sejak era reformasi ini memang perlu dibenahi. Tapi terjadi lompatan logika yang jauh bila kurang sempurnanya pilkada langsung dijadikan alasan untuk beralih ke sistem pemilihan oleh dewan perwakilan rakyat daerah.

Menteri Tito menggugat pilkada langsung dengan menggambarkan dampak buruknya. Di antaranya biaya politik yang tinggi sehingga mendorong kepala daerah melakukan korupsi. Ia juga mengusulkan sistem pilkada asimetris yang memungkinkan daerah menggelar pemilihan lewat DPRD. Menurut Tito, hal ini bisa diadakan di daerah yang tingkat kedewasaan demokrasinya rendah.

Masalahnya, betulkah sebagian masyarakat kita masih memiliki kedewasaan demokrasi yang rendah? Masyarakat sudah berdemokrasi sejak zaman dulu dalam pemilihan kepala desa. Kalaupun ada masyarakat yang mempunyai budaya demokrasi rendah, tugas pemerintah dan partailah untuk melakukan pendidikan politik. Realitasnya, konflik sosial dalam pilkada di sejumlah daerah juga tidak dipicu oleh masyarakat, tapi oleh elite politik.

Pemerintah semestinya mengkaji pilkada langsung secara jernih dan tidak terburu-buru mengkambinghitamkan perhelatan demokrasi ini. Apa betul pula pilkada langsung memicu korupsi? Jika demikian halnya, bupati dan wali kota yang dipilih DPRD di era Orde Baru relatif bersih dari korupsi. Nyatanya tidak demikian.

Calon kepala daerah jorjoran menabur duit selama kampanye pilkada karena masih melihat peluang melakukan korupsi jika terpilih. Ia pun berani membayar mahar yang tinggi kepada partai pengusung. Kenapa bukan peluang korupsi ini yang kita tutup rapat-rapat? Komisi Pemberantasan Korupsi tetap diperkuat dan perang terhadap korupsi dilanjutkan. Dengan begitu, semua calon kepala daerah tak mau berspekulasi membuang duit dengan harapan akan balik modal.

Advertising
Advertising

Bersama partai politik, pemerintah juga bisa merumuskan lagi mekanisme pilkada langsung yang murah. Pemungutan suara secara elektronik bisa dipertimbangkan. Biaya kampanye pun perlu ditekan. Selama ini, pemerintah cenderung membiarkan praktik tebar duit ke pemilih dan pembayaran mahar yang mahal kepada partai politik pengusung sehingga menimbulkan biaya politik yang tinggi.

Tak ada jaminan pula pemilihan kepala daerah lewat DPRD akan menjadikan proses politik lebih efisien. Calon kepala daerah juga bisa jorjoran menyuap anggota Dewan agar terpilih. Calon yang bermodal besar pula yang akhirnya terpilih. Sistem pemilihan lewat DPRD juga akan menyuburkan praktik oligarki sekaligus kartel politik di kalangan partai. Mereka tinggal membagi-bagi jatah posisi kepala daerah di setiap wilayah.

Praktik seperti itu akan mematikan demokrasi. Rakyat tidak bisa menghukum kepala daerah yang korup atau berkinerja buruk karena kekuasaannya telah diambil alih oleh anggota Dewan dan partai politik. Publik juga tidak mungkin lagi menyodorkan calon pemimpin alternatif di luar kehendak partai politikhal yang masih bisa terjadi dalam pilkada langsung. Bahkan pemilihan langsung memungkinkan calon independen ikut berlaga.

Sungguh keliru jika pemerintah mengubur pilkada langsung. Kebijakan ini bakal melanggengkan kekuasaan elite politik sekarang, termasuk keluarga dan kerabat mereka, tapi akan mematikan aspirasi masyarakat.

Catatan:

Ini merupakan artikel majalah tempo edisi 25 November- 01 Desember 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya