Langkah Mundur

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 23 November 2019 07:00 WIB

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, sebelum pelantikan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 25 Oktober 2019. ANTARA

Putu Setia
@mpujayaprema

Kabinet Jokowi jilid 2 bernama Kabinet Indonesia Maju. Namun yang terjadi sebaliknya, bangsa ini seperti melangkah mundur. Meski langkah mundur itu baru wacana, perbincangannya menyita energi bangsa, membuat orang bertanya-tanya.

Diawali ide mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk kelima kalinya. Ada partai yang nafsu banget ingin memasukkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) ke konstitusi. Ini disebut sebagai amendemen terbatas Majelis Permusyawaratan Rakyat, tanpa mengutak-atik pasal lain.

GBHN dianggap perlu seperti pada era Orde Baru. Ada haluan negara yang menggambarkan tahap-tahap pembangunan, sehingga jelas perjalanan bangsa ini. Kapan landasannya dibuat, kapan pesawatnya di landasan, dan kapan tinggal landas. Haluan negara dibuat untuk lima tahun sesuai dengan masa jabatan presiden yang akan menjalankannya. Lima tahun berikutnya kembali diperbarui. Karena haluan ini harus menyambung dengan haluan sebelumnya, presiden yang menjalankan haluan tak perlu diperbarui. Begitulah Soeharto memimpin bangsa ini berulang kali.

Membuat haluan itulah yang mau ditiru MPR periode 2019-2024. Jika sudah masuk konstitusi, tentu MPR periode setelahnya kembali membuat GBHN. Maka, demi "pembangunan berkesinambungan", Jokowi bisa menjadi presiden tiga periode, bahkan lebih. Ini bukan wacana di angan-angan, tapi sudah disuarakan. Adalah Suhendra Hadikuntono, seorang pengamat intelijen, yang menyebutkan bahwa MPR dapat mengamendemen Pasal 7 UUD 1945 supaya Presiden Joko Widodo bisa menjabat tiga periode. Suhendra menyebutkan, tanpa kesinambungan kepemimpinan Presiden Jokowi lima tahun lagi setelah 2024, mereka khawatir berbagai proyek strategis nasional tidak akan berjalan sesuai dengan rencana. "Jadi, kita usulkan MPR mempertimbangkan untuk mengamendemen UUD 1945 agar Presiden Jokowi bisa menjabat tiga periode," kata Suhendra.

Advertising
Advertising

Jika ini terjadi, amendemen konstitusi bisa tidak terbatas. Tentu tak bisa disebut sebagai gagasan liar, sepanjang agendanya ada dan disuarakan dalam sidang, semuanya sah saja. Namun apakah rakyat tega melihat wakil-wakilnya melangkah mundur di jalan demokrasi ini? Tuduhan itu juga tak mudah, siapa yang bisa mengatasnamakan rakyat?

Sayang sekali, dalam hal amendemen konstitusi, Jokowi memilih diam. Seharusnya dia bicara seperti saat menolak pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPRD. Bukankah Jokowi dengan gamblang menyebutkan bahwa dalam pemerintahannya hanya ada visi dan misi presiden? Tak ada visi dan misi dari orang lain, termasuk para menterinya. Kenapa pula MPR harus membuatkan visi dan misi dalam bentuk haluan negara? Bagaimana kalau haluan itu tak sesuai dengan visi dan misi presiden? Ke mana kapal itu akan berlayar? Presiden saat ini tak lagi menjalankan mandat MPR, tapi menjalankan mandat rakyat yang memilihnya secara langsung.

Kalau keran amendemen dibuka, banyak rembesan akan muncul. Satu kelompok tak bisa mengklaim gagasannya yang benar, sementara gagasan lain liar. Kalau amendemen untuk langkah maju ke depan, tentu tak masalah. Misalnya, menguatkan kembali sistem pencalonan presiden yang dilakukan partai peserta pemilu, bukan memakai ambang batas hasil pemilu sebelumnya, yang suaranya sudah usang. Atau pemilihan presiden dilangsungkan setelah pemilu legislatif sehingga jelas komposisi dukungannya.

Sulitnya, apakah ini langkah maju atau mundur, bergantung pada cara pandangnya. Yang sudah pasti, jika presiden tak dibatasi masa jabatannya dan pemilihannya oleh MPR, itu secara nyata sudah langkah mundur. Apa kita mau ke sana?

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya