Pesan Kemanusiaan Kiai Dahlan

Jumat, 22 November 2019 08:26 WIB

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. wikipedia.org

Mh. Zaelani Tammaka
Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta

Suatu hari pada awal 1923, Kiai Dahlan menyampaikan pidato kurang-lebih 30 menit dalam rapat tahunan organisasi Muhammadiyah. Ketika itu, kondisi Sang Kiai sudah sakit-sakitan. Dan, ternyata, pidato tersebut adalah sebuah "wasiat" karena merupakan pidato terakhirnya sebelum wafat pada 23 Februari 1923.

Dialah KH Ahmad Dahlan-pendiri Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912-yang pada November ini genap berusia 107 tahun. Apa pesan terakhir Kiai Dahlan? Dalam salah satu transkripnya, yang dipublikasikan oleh HB Muhammadiyah Majelis Taman Pustaka pada 1923, dia antara lain berujar, "Manusia seluruhnya harus bersatu hati, karena: 1. Meskipun manusia memiliki kebangsaan yang berbeda-beda, sesungguhnya nenek moyang mereka adalah satu, yaitu Nabi Adam dan Hawa. Jadi sesungguhnya seluruh manusia itu satu darah daging. 2. Agar supaya dengan bersatu hati manusia dapat hidup senang secara bersama di dunia" (Mulkan, 1990).

Apa yang dilontarkan oleh Kiai Dahlan tersebut bisa dikatakan sebagai "deklarasi kemanusiaan universal". Pada era gagasan persatuan se-Nusantara masih terdengar sayup-sayup, Kiai Dahlan sudah berpikir visioner, melampaui batas-batas, tidak hanya etnis (suku), tapi juga kebangsaan secara luas, sebuah visi tentang kesatuan manusia sedunia.

Semua manusia bersaudara, kata Kiai Dahlan, dan itu tentu saja tak peduli ras, warna kulit, kebangsaan, suku, dan keyakinan. Semua manusia harus "bersatu hati" untuk bisa hidup bersama di dunia ini dengan penuh kebahagiaan.

Advertising
Advertising

Pernyataan ini terlontar jauh sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 November 1948. Dan, kala itu entitas Indonesia masih dalam bentuk "embrional" serta secara teritorial dalam cengkeraman penjajahan Hindia Belanda.

Apa yang bisa dipetik dari hikmah pemikiran "kemanusiaan universal" Kiai Dahlan? Hal ini berkaitan dengan perjuangan beliau. Ahmad Dahlan ingin mengangkat derajat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, sebaik-baiknya makhluk. Namun kedudukan sebagai "makhluk yang paling mulia" tersebut bisa jatuh, bahkan menjadi sehina-hinanya jika manusia gagal mempertahankan kemuliaannya sebagai makhluk.

Salah satu ciri kemuliaan manusia tersebut adalah manusia sebagai makhluk berakal, berbudi pekerti. Dengan bekal akal-budi tersebut, manusia menjadi wakil Tuhan di muka bumi, menjadi khalifah-Nya. Dengan tugas kekhalifahan tersebut, manusia membangun peradaban. Untuk apa? Tentu saja untuk kemaslahatan bersama, kesejahteraan di muka bumi. Inilah yang dikatakan Kiai Dahlan agar manusia "bersatu hati", mau hidup bersama dengan senang di dunia ini.

Dengan akal, manusia memuliakan dirinya. Maka manusia harus kritis. Berpikir kritis merupakan pertanda orang menggunakan akalnya. Munculnya gagasan pembebasan manusia dari "TBC" (taklid, bid’ah, dan churafat) sebenarnya sebagai wujud dari penghormatan manusia yang berakal tersebut. Tentu salah besar jika gagasan "anti-TBC" tersebut disebut sebagai sikap anti-tradisi dan anti-budaya lokal.

Bahkan, kalau dilihat dari segi historisnya, Muhammadiyah justru sejak awal berdiri sangat apresiatif terhadap budaya lokal, dalam hal ini Jawa. Bung Hatta pernah mengatakan tidak mungkin Muhammadiyah melepaskan diri dari budaya Jawa, sebagaimana telah dibuktikan dari hasil riset Ahmad Najib Burhani yang kemudian dibukukan menjadi Muhammadiyah Jawa (2016).

Mengapa pembebasan manusia dari "TBC" justru disebut sebagai upaya memuliakan manusia? Cornelis Anthonie van Peursen (1970)-ahli filsafat kelahiran Leiden-membagi tingkatan kebudayaan manusia dalam tiga tahap: mitis, epistemologis, dan fungsional. Hal ini dihubungkan dengan keterkaitan manusia dengan alam.

Tahap kebudayaan paling rendah adalah manusia tidak berjarak dengan alam, bahkan manusia menjadi obyeknya alam. Manusia tidak berdaya terhadap alam. Inilah yang disebut tahapan mitis. Karena tidak berdaya terhadap alam, akhirnya muncullah mitos tentang alam. Inilah sumber khurafat, takhayul, bid’ah, dan sejenisnya.

Tahap berikutnya, manusia mampu berjarak dengan alam. Inilah yang disebut dengan tahapan ilmu (epistemologis), manusia membaca gejala-gejala alam dalam perspektif ilmu pengetahuan.

Tahap tertinggi dari tingkat kebudayaan adalah fungsional. Manusia tidak hanya mampu berjarak dengan alam, tapi juga memanfaatkannya demi kemaslahatan umat. Perintah Islam perihal manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi, yang bertugas mengolah alam ini untuk kesejahteraan manusia, yang muncul 14 abad silam, tentu sejalan dengan tahapan fungsional ini.

Sesuatu menjadi fungsional kalau diamalkan. Karena itu, Kiai Dahlan selalu menyerukan pentingnya ilmu dikonversi menjadi amal. Dalam hal ini, Kiai Dahlan berpesan: "Berboeat dan bekerdja itoe lebih baik dan lebih penting dari berbicara."

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

4 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

14 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

43 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya