Rapor Merah Hak Asasi

Penulis

Jumat, 22 November 2019 07:24 WIB

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmaf Taufan Damanik memberikan speech mengenai Pemilu 2019 di kantornya, Jakarta Pusat pada Jumat, 12 April 2019. TEMPO/Andita Rahma

Ponten buruk disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Lembaga itu mencatat masih banyak peraturan pemerintah daerah yang diskriminatif sepanjang 2018. Temuan tersebut menunjukkan semakin rendahnya komitmen terhadap penghormatan hak asasi.

Sepanjang 2018, Komnas HAM menerima 6.071 berkas laporan. Dari jumlah itu, pemerintah daerah menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan, yakni 682 kasus. Komisi juga menyebutkan tak sampai sepersepuluh jumlah pemerintah daerah yang memakai prinsip HAM dalam kebijakannya. Salah satu contoh buruknya kebijakan pemerintah daerah ditunjukkan oleh Bupati Bantul Suharsono pada akhir Juli lalu, yang meneken surat pencabutan izin mendirikan bangunan rumah ibadah Gereja Pantekosta di Indonesia Immanuel Sedayu.

Sempitnya pola pikir Wali Kota Depok Mohammad Idris pada awal Agustus lalu, yang mengusulkan perubahan nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi Kementerian Pemberdayaan Keluarga dan Anak, juga menjadi contoh lain. Idris beralasan perubahan nama kementerian diperlukan agar laki-laki sebagai suami dan penanggung jawab juga diberdayakan untuk melindungi keluarga.

Hal ini menunjukkan bahwa seorang kepala daerah tak paham ihwal alasan keberpihakan kepada perempuan dan anak, yang selama ini dianggap sebagai kelompok paling rentan.

Ada juga pelarangan anak usia 17 tahun ke bawah dan perempuan di Aceh Utara untuk keluar rumah pada malam hari dan pada jam belajar tanpa didampingi orang tua. Hal tersebut ada dalam deklarasi bersama oleh 28 organisasi masyarakat, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib, dan sejumlah ulama serta tokoh masyarakat pada awal Juli lalu.

Advertising
Advertising

Pada level lebih tinggi, komitmen Presiden Joko Widodo pada isu ini juga rendah. Tak mungkin berharap pemerintah daerah menggunakan standar HAM dalam kebijakan pembangunannya jika pemerintah pusat abai terhadap sejumlah kasus HAM yang menahun.

Selama lima tahun pada periode pertama pemerintahan Jokowi, tercatat sejumlah pelanggaran HAM masih terjadi. Di antaranya pelarangan unjuk rasa, pemberlakuan hukuman mati, kekerasan oleh aparat negara, konflik antara warga dan aparat keamanan di Papua, hingga kebebasan beragama yang dibatasi. Belum lagi kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang gagal dituntaskan Jokowi.

Sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu di antaranya kasus Trisakti, Semanggi I dan II, peristiwa 1965, kasus Talangsari, dan kasus Munir. Padahal Jokowi pula yang menjanjikan penyelesaian kasus HAM berat itu dalam kampanye pemilihan presidennya.

Harapan pun makin pupus karena menteri yang diangkat Jokowi, khususnya di jabatan strategis pada periode kedua kepemimpinannya, adalah sosok bermasalah. Prabowo Subianto, yang diduga sebagai dalang penculikan aktivis prodemokrasi, malah ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan.

Peraturan-peraturan daerah yang tidak menghormati hak asasi semestinya dicabut. Pemerintah haruslah melindungi hak asasi seluruh warga negaranya, bukan malah merampasnya.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 22 November 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya