Keniscayaan Demokrasi Iran

Penulis

Smith Alhadar

Jumat, 22 November 2019 07:22 WIB

Pasukan bersenjata bersama warga sipil mencari tempat berlindung saat terjadi penembakan dalam parade militer di Kota Ahvaz, Iran, Sabtu, 22 September 2018. Kelompok separatis yang menamakan diri sebagai Gerakan Demokrasi Arab Patriotik mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. AP Photo/ISNA, Behrad Ghasemi

Smith Alhadar
Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education

Sejak 2009, sudah empat kali rezim Velayat-e Faqeh-otoritas ulama fikih Iran-menghadapi demonstrasi besar terkait dengan ekonomi dan politik yang memakan korban jiwa. Demonstrasi terakhir menewaskan lebih dari 100 jiwa, menghanguskan lebih dari seratus bank dan puluhan toko, serta kendaraan bermotor meledak pada 16 November lalu. Ini terjadi setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 50 persen pada saat rakyat sudah sangat menderita oleh belitan ekonomi sejak akhir 2017.

Ketika itu, harga bahan pokok melambung hingga 40 persen, tingkat pengangguran tinggi, jurang kaya-miskin semakin lebar, korupsi marak, besarnya pengeluaran untuk operasi militer di kawasan, dan ketiadaan pertanggungjawaban pemerintah atas belanja negara. Demonstran juga mengecam Presiden Hassan Rouhani dan menuntut pemimpin tertinggi (rahbar) Ayatullah Ali Khamenei, yang telah memerintah selama 30 tahun, mundur.

Mundurnya Amerika Serikat dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) atau kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018 yang diikuti penerapan sanksi ekonomi kembali, terutama sektor minyak dan gas serta perbankan, menambah parah penderitaan rakyat Iran. Nilai mata uangnya, riyal, terdepresiasi hingga lebih dari 100 persen, yang mendorong melonjaknya harga bahan pokok. Tak mengherankan kalau kemudian rakyat Iran marah besar ketika pemerintah mencabut subsidi bahan bakar. Ini kebijakan yang salah pada waktu yang tidak tepat. Poster Ayatullah Ali Khamenei, yang mendukung pencabutan subsidi bahan bakar, dibakar oleh para demonstran.

Rezim Iran memang serba salah dalam menghadapi tekanan ekonomi domestik yang luar biasa besarnya. Ada tiga opsi yang tersedia untuk mempertahankan eksistensi rezim Syiah yang didirikan pasca-revolusi 1979, yaitu meningkatkan ekspor minyak, menaikkan pajak, dan mencabut subsidi bahan bakar. Pilihan pertama mustahil karena sanksi dan ancaman Amerika terhadap negara mana pun yang masih mengimpor minyak Iran. Pilihan kedua sangat sensitif secara politik karena akan menimbulkan pemberontakan besar rakyat, kalau tidak bisa disebut revolusi. Pilihan yang tersisa adalah menaikkan harga bahan bakar yang dananya akan didistribusikan kepada 60 juta dari 82 juta rakyat yang paling miskin guna menenangkan mereka.

Advertising
Advertising

Rakyat mungkin bersedia memikul beban berat ini kalau negara dikelola secara transparan dan akuntabel serta berfungsinya lembaga-lembaga demokrasi. Iran menganut sistem theodemokrasi, demokrasi dalam bingkai syariah. Kebebasan seseorang tidak dibatasi oleh kebebasan orang lain, melainkan oleh syariah. Presiden dan parlemen yang dipilih oleh rakyat harus tunduk pada Velayat-e Faqih yang dipimpin Khamenei, yang dipilih oleh 88 ulama (Majles-e Khubragan) pendukung revolusi. Ulama yang tidak mendukung revolusi, sekalipun ilmunya mumpuni, tidak akan masuk majelis itu. Bahkan undang-undang yang diproduksi parlemen belum tentu diundangkan karena harus dinilai oleh 12 ulama dan ahli hukum yang sebagian diangkat oleh Khamenei.

Kekuasaan Presiden Iran terbatas. Kebijakan politik luar negeri dibuat oleh elite Iran dengan persetujuan Khamenei dan dijalankan oleh Korps Garda Revolusi, yang berasal dari kubu konservatif. Ideologi kubu konservatif dapat dikenali sebagai berikut. Di bidang politik, kebijakan luar negeri kubu konservatif adalah resistansi terhadap Barat, terutama Amerika, dan cenderung membantu proksinya di luar negeri untuk kepentingan nasionalnya. Di bidang budaya, mereka berpandangan bahwa budaya Iran lebih kaya ketimbang budaya bangsa lain, sehingga kebudayaan Barat harus dibendung. Maka mereka melarang parabola, mengontrol ketat Internet, dan mengawasi kode berpakaian. Hal ini, selain meningkatkan ketegangan dengan Barat, membuat program kerja pemerintah Rouhani tak dapat berjalan maksimal.

Melihat luasnya kekecewaan rakyat Iran, agaknya Khamenei, yang kini telah berusia 80 tahun, perlu mempertimbangkan untuk mundur. Apalagi ia kini mulai sakit-sakitan. Demonstrasi rakyat di berbagai kota, kendati belum menjadi kekuatan revolusioner, haruslah menjadi peringatan bagi elite Iran akan perlunya reformasi di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Penanggulangan kemiskinan, distribusi kekayaan secara adil, pembasmian korupsi, dan pemerintahan yang akuntabel harus ditegakkan. Petualangan politik di kawasan harus dihentikan dan kekuasaan lembaga Velayat-e Faqih juga harus dikurangi kalau tidak bisa dihilangkan sama sekali agar Iran benar-benar menjadi negara demokratis. Terakhir, Iran membutuhkan rahbar baru yang mengerti lingkungan internal, regional, dan internasional untuk menjadi warga dunia yang bertanggung jawab dan ikut menciptakan perdamaian dunia.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

3 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

12 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

41 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya