Peta Jalan Making Indonesia 4.0

Penulis

Adhi Nugroho

Kamis, 21 November 2019 08:14 WIB

Presiden Joko Widodo alias Jokowi (kanan) menerima surat kepercayaan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Argentina untuk Indonesia Gustavo Arturo Torres di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, November 2019. Presiden menerima 14 Duta Besar LBBP untuk Indonesia. ANTARA/Wahyu Putro A

Adhi Nugroho
Ekonom di Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia

Penerapan teknologi digital pada industri nasional tengah menjadi sorotan. Peta jalan Making Indonesia 4.0, yang diluncurkan Presiden Joko Widodo, belum mampu mendongkrak kinerja manufaktur nasional. Cita-cita menjadi 10 besar kekuatan ekonomi dunia pada 2030 tampaknya bakal sulit diwujudkan.

Ada dua hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, belum semua pelaku industri siap menggunakan teknologi modern. Nilai Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) masih bercokol di angka 2,14 dari maksimal 4. Artinya, tingkat kesiapan kita masih sedang-sedang saja.

INDI 4.0 berasal dari self-assessment 323 korporasi manufaktur terbesar di dalam negeri. Sekilas tampak biasa, padahal menyedihkan. Sebab, analoginya begini. Kalau industri kelas kakap saja belum siap, apa kabar industri kelas teri?

Mari kita ambil satu contoh. Majalaya, misalnya. Sentra produksi kain tenun di Jawa Barat itu masih mengandalkan produksinya dari putaran roda kayu alat tenun bukan mesin. Hingga kini, belum ada tanda-tanda modernisasi, apalagi digitalisasi, teknologi. Jauh panggang dari api bila berbicara soal mesin robotik.

Advertising
Advertising

Padahal seperlima ekspor Jawa Barat berasal dari produk tekstil, paling tinggi di antara komoditas ekspor lainnya. Imbasnya, daya saing produk manufaktur kita semakin jauh tertinggal. Pertumbuhan ekonomi pun stagnan di kisaran 5 persen.

Kedua, akses Internet belum mumpuni. Ookla, sebuah situs uji kecepatan Internet, melansir rata-rata kecepatan akses Internet di Indonesia hanya mencapai 15,5 Mbps. Capaian ini kalah telak dibanding rata-rata dunia (54,3 Mbps), Malaysia (63,5 Mbps), atau Singapura (190,9 Mbps).

Timpangnya kualitas Internet antara wilayah barat dan timur Indonesia juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah Presiden Jokowi. Tanpa akses Internet yang merata, digitalisasi industri di daerah mustahil tercipta.

Melihat situasi ini, pemerintah seharusnya berfokus pada investasi di bidang teknologi. Aliran modal dari pelaku industri terkemuka dunia mutlak diperlukan guna menutup kesenjangan dan mendorong transfer teknologi ke perusahaan lokal. Cara itu ditempuh Singapura hingga menjadi negara dengan teknologi paling maju di Asia Tenggara.

Hanya, yang terjadi malah sebaliknya. Hengkangnya Nissan dan Pepsi baru-baru ini menambah panjang catatan keengganan perusahaan multinasional berinvestasi di Indonesia. Sebelumnya, Ford, Panasonic, Toshiba, dan General Motors sudah lebih dulu angkat kaki.

Untuk menarik kembali minat investor asing, Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuannya menjadi 5 persen pada Oktober 2019. Ini keempat kalinya BI menurunkan suku bunga dalam empat bulan terakhir. Dalam jangka pendek, langkah ini terbukti berhasil. Setelah pengumuman kebijakan suku bunga oleh BI, indeks harga saham gabungan (IHSG) langsung menguat 1 persen dan aliran modal asing masuk Rp 467,38 miliar.

Dengan suku bunga yang rendah, penyaluran kredit perbankan kepada sektor industri diprediksi bakal meningkat. Pelaku industri bisa memanfaatkan kredit perbankan untuk keperluan modal kerja, investasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Dalam jangka panjang, pemerintah tak bisa lagi menunda pembangunan infrastruktur digital. Karena itu, industri kita tengah menanti keberhasilan Palapa Ring. Megaproyek senilai hampir Rp 10 triliun itu digadang-gadang menjadi tulang punggung serat optik nasional. Andai benar proyek ini beroperasi tahun depan, puluhan ribu industri kecil di desa siap menikmati akses Internet cepat.

Meski demikian, situasi itu masih perlu didukung oleh berbagai insentif lanjutan. Potongan pajak, kemudahan perizinan, pengecualian bea pajak impor, dan aksesibilitas ekspor adalah empat di antaranya.

Selain itu, harmonisasi aturan dan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah juga mesti dibenahi. Dengan begitu, Making Indonesia 4.0 yang sudah susah-payah dibuat benar-benar berfungsi sebagai peta jalan, bukan sekadar jalan di peta.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya