Salah Kaprah Sertifikasi Pranikah

Penulis

Selasa, 19 November 2019 07:15 WIB

Petugas memperlihatkan surat nikah asli dari tersangka wanita Suwarti alias Efendi Saputra di kantor Polres Boyolali, Jawa Tengah, 15 Juli 2016. TEMPO/Bram Selo Agung

RENCANA pemerintah mewajibkan calon pengantin untuk mendapat sertifikat layak kawin sebelum menikah sudah selayaknya ditentang. Selain mencampuri urusan privat masyarakat, penerbitan sertifikat sebelum menikah bisa memperumit birokrasi pelayanan pernikahan dan menciptakan peluang terjadinya "kesepakatan" di bawah meja.

Sertifikasi layak nikah ini pertama kali dilontarkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Pemerintah berencana menerapkan sertifikasi layak nikah bagi semua calon pasangan pengantin pada tahun depan. Sebelum menikah, calon pasangan harus mengikuti program pelatihan selama tiga bulan, yang tujuannya sebagai bekal pengetahuan mereka sebelum berumah tangga.

Sepintas, tidak ada yang keliru dengan ikhtiar tersebut. Tak cuma diajarkan perihal tujuan pernikahan serta hak dan kewajiban suami-istri, calon pengantin bisa mempelajari kesehatan alat reproduksi, pencegahan penyakit, pentingnya ekonomi rumah tangga, hingga tip merawat janin dan mengasuh anak sejak usia dini. Semua hal itu tentu berguna bagi pasangan suami-istri di kemudian hari.

Sayangnya, tak sedikit pemberian konseling pranikah yang selama ini diberikan kantor urusan agama justru menyuburkan benih-benih budaya patriarki dalam rumah tangga dengan menempatkan posisi kaum lelaki lebih tinggi ketimbang kaum perempuan. Misalnya istri yang haram menolak berhubungan badan hingga wajib mengerjakan urusan domestik-seperti halnya pendapat yang umumnya dipahami kaum konservatif. Materi yang disampaikan sering kali hanya untuk memperkuat peran tradisional suami-istri.

Agar hal itu tidak terulang, negara cukup memfasilitasi program pembekalan pranikah pasangan suami-istri tanpa perlu mengambil alih program tersebut. Apalagi tradisi pembekalan ini sudah ada pada sejumlah agama. Salah satunya kursus persiapan perkawinan yang wajib diikuti dalam aturan gereja Katolik. Yang juga harus dipastikan adalah jangan sampai materi pembekalan pranikah memaksakan nilai-nilai keyakinan kelompok mayoritas terhadap minoritas. Biarkan setiap agama berpegang pada tradisinya.

Advertising
Advertising

Selanjutnya, pembekalan tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk menerbitkan sertifikat pranikah, apalagi sampai menjadi syarat dalam sebuah pernikahan. Peran negara cukup sampai memfasilitasi administrasi pencatatan kependudukan hingga menerbitkan buku nikah. Pendek kata, negara tidak usah terlalu jauh mencampuri urusan privat yang sifatnya interpersonal.

Selain akan memperumit birokrasi, sertifikasi pranikah bisa menciptakan peluang pemerasan dan suap. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pungutan liar kerap terjadi terkait dengan pelayanan nikah. Padahal Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2015 jelas-jelas menyebutkan bahwa biaya menikah di luar kantor urusan agama bertarif Rp 600 ribu. Pernikahan bahkan tidak dikenai biaya bila berlangsung di KUA. Pada praktiknya, tak sedikit pegawai KUA meminta lebih dari tarif resmi yang ditetapkan.

Bukan tidak mungkin, praktik lancung tersebut

juga akan terjadi pada sertifikasi layak nikah. Agar persyaratanini tidak menyusahkan masyarakat, wacana penerbitan sertifikat pranikah harus segera dihentikan.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 19 November 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya