Melampaui Perhutanan Sosial ala Jokowi

Selasa, 19 November 2019 07:00 WIB

Massai Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia menggelar aksi demonstrasi untuk menuju depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2019. Sempat dikira mau berdemo, aksi ini dibuat untuk menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo. TEMPO/Subekti.

Barid Hardiyanto
Kandidat Doktor di Ilmu Administrasi Publik UGM

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan soal perhutanan sosial di Jawa berupa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Bagi banyak kalangan, kebijakan tersebut merupakan salah satu terobosan positif bagi konsepsi pengelolaan hutan di Jawa.

Jokowi dalam beberapa kesempatan bahkan secara langsung menyerahkan sertifikat Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) serta Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan kepada masyarakat, dan masyarakat menyambut positif upaya ini. Namun di balik perhutanan sosial ala Jokowi, seperti yang dilakukannya selama ini, masih terdapat banyak gagasan lain dalam mentransformasikan pengelolaan hutan di Jawa agar lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan selama kurang-lebih 20 tahun, setidaknya terdapat beberapa tipologi dalam persoalan kehutanan yang masing-masing mempunyai jalan keluar yang berbeda-beda. Pertama, tanah timbul/tanah negara bebas yang kemudian diklaim Perhutani sebagai "tanah Perhutani" dapat dijadikan obyek land reform/hak milik.

Kedua, tanah Perhutani tempat rakyat punya sejarah atas tanah tersebut tapi kemudian rakyat diusir karena dituduh terlibat Darul Islam/Tentara Islam Indonesia maupun Partai Komunis Indonesia dapat diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk hak milik.

Advertising
Advertising

Ketiga, tanah Perhutani yang telah dikuasai lama oleh desa/adat dapat diserahkan kepada desa/adat sebagai tanah desa/komunal. Keempat, tanah Perhutani yang dikuasai masyarakat dari hasil "okupasi" dapat diberikan kepada rakyat. Kelima, tanah Perhutani yang memang dikuasai setengah/penuh oleh Perhutani diberi hak kelola rakyat melalui desa (Hardiyanto, 2015).

Jadi, perhutanan sosial ala Jokowi hanyalah salah satu jalan untuk mengatasi satu bagian saja dari tipologi yang ada, yakni tipologi kelima. Itu pun perhutanan sosial pada level "setengah merdeka", yakni masyarakat diberi izin pemanfaatan hutan selama 35 tahun dengan sistem bagi hasil dengan Perhutani, dan yang paling substansial tetap saja kuasa penuhnya ada di Perhutani.

Dalam konteks itulah, perlu ada satu terobosan baru untuk melampaui perhutanan sosial ala Jokowi. Terobosan tersebut dapat kita lakukan dengan belajar dari keberhasilan lahirnya Undang-Undang Desa. Salah satu bagian UU Desa adalah upaya mentransfer dana dari pemerintah pusat ke desa. Dalam konteks pengelolaan hutan, perlu ada upaya untuk melakukan "transfer aset" dari pemerintah pusat kepada pemerintah desa dengan memberikan hak pengelolaan hutan kepada desa.

Lantas, mengapa dapat dipercaya untuk mengelola hutan? Berdasarkan policy brief Koalisi Pemulihan Hutan (KPH) Jawa, terdapat beberapa alasan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Pertama, desa merupakan institusi yang bersifat permanen untuk mengurus dan melayani kehidupan masyarakatnya.

Kedua, desa merupakan manifestasi representasi masyarakat dari waktu ke waktu pengelolaannya, khususnya dalam bidang demokratisasi desa. Maka, diasumsikan desa akan mampu menjadi agen untuk mendistribusikan pemanfaatan pengelolaan sumber daya di wilayahnya, termasuk hutan.

Ketiga, desa adalah institusi yang memiliki sumber daya pendanaan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Desa Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 yang menyebut perhutanan sosial sebagai salah satu kegiatan prioritas dari anggaran desa.

Nantinya, dengan lahirnya kebijakan baru tersebut, setidaknya terdapat dua manfaat besar. Pertama, target reforma agraria dan perhutanan sosial dapat lebih terlaksana dengan cepat, bahkan melampaui target yang diinginkan. Kondisi ini dapat terjadi karena desa mempunyai suprastruktur kekuasaan pemerintah yang dapat dengan cepat menjalankan amanah tersebut.

Kedua, dengan adanya pengelolaan hutan oleh desa, seperti halnya transfer dana dari pusat ke desa yang mampu membuat desa lebih bergeliat dan mampu menjadikan banyak inovasi, transfer aset dalam hal ini pengelolaan hutan dari pemerintah pusat kepada desa akan mempercepat pergerakan ekonomi di desa dan memunculkan inovasi-inovasi dalam pengelolaan hutan.

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

22 jam lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

10 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

39 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya