Tim Ekonomi Kurang Mumpuni

Kamis, 24 Oktober 2019 07:00 WIB

Gaya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Mensesneg Pratikno dan Menteri Kesehatan Terawan sebelum berfoto bersama Kabinet Indonesia Maju periode Tahun 2019-2024 di Istana Negera, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019. TEMPO/Subekti

Ronny P. Sasmita
Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia

Melihat susunan tim ekonomi dalam Kabinet Indonesia Maju, rasanya Presiden Joko Widodo akan kesulitan membangun landasan fundamental ekonomi nasional menuju Indonesia 2045, sebagaimana yang dicita-citakan dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober lalu. Digawangi oleh Airlangga Hartarto, yang rekam jejaknya terbilang kurang bagus dalam mencegah proses deindustrialisasi nasional selama lima tahun ke belakang, harapan Jokowi untuk meningkatkan kontribusi sektor industri dan jasa, terutama industri manufaktur, akan sulit terwujud.

Sejak menjabat Menteri Perindustrian, Airlangga tak banyak bicara soal strategi khusus tentang cara meningkatkan kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB). Sampai 2018, kontribusi manufaktur terhadap ekonomi mencapai 19,86 persen dan menjadi yang terbesar di antara 16 sektor lainnya. Namun kontribusinya terus menurun, bahkan terpeleset sampai ke angka 19 persen, pertama kali terjadi sejak 1990.

Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki porsi manufaktur yang relatif kecil. Data Bank Dunia pada 2017 menunjukkan Malaysia dan Thailand memiliki porsi lebih tinggi, masing-masing sekitar 22 persen dan 27 persen terhadap PDB. Memang, Indonesia masih lebih unggul dibanding Filipina dan Vietnam, yang mencatatkan 19,6 persen dan 15,3 persen. Jadi, sangat bisa dipahami mengapa perbaikan sektor industri manufaktur dijadikan salah satu kata kunci penting dalam pidato Jokowi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun pemilihan figur untuk duduk di posisi Kementerian Koordinator Perekonomian agak jauh dari cita-cita Jokowi tersebut, mengingat Airlangga tak berhasil memutus tren deindustrialisasi.

Di sisi lain, Airlangga justru sibuk mensosialisasi konsep industri 4.0 yang jauh meninggalkan fakta ketenagakerjaan nasional yang ternyata masih banyak berada pada era industri 3.0. Dengan kata lain, Airlangga agak kurang berhasil menjembatani perkembangan sektor industri dengan fakta ketenagakerjaan. Program vokasi masif Kementerian Perindustrian bisa menjadi salah satu solusi. Namun, di sisi lain, pertumbuhan industri berjalan lambat dan kontribusinya terus menurun. Ke depan, Airlangga sebaiknya punya cetak biru dan peta jalan ekonomi komprehensif yang jelas tentang bagaimana menjembatani rencana-rencana kebijakan ekonomi nasional dengan cita-cita Jokowi yang teramat tinggi tersebut.

Advertising
Advertising

Sementara itu, dari sisi Kementerian Keuangan, diperkirakan Sri Mulyani akan bertahan dengan gaya procyclical dan austerity-nya, efisiensi dari sisi belanja dan ekspansif dalam mengejar penerimaan pajak, serta membuka selebar-lebarnya peluang untuk institusi pembiayaan global penambal defisit fiskal nasional. Hal tersebut sangat bisa dipahami, mengingat efisiensi belanja dan intensifikasi-ekstensifikasi penerimaan pajak merupakan syarat utama untuk mendapatkan kemudahan utang global. Hanya, gaya Sri Mulyani akan membuat perekonomian nasional menjadi kian konservatif. Pertumbuhan ekonomi akan tetap bertengger di angka 5 persen, yang notabene akan sulit memberikan landasan fundamental bagi cita-cita Jokowi yang ingin keluar dari perangkap middle income trap.

Selanjutnya, kehadiran Erick Thohir di Kementerian Badan Usaha Milik Negara boleh jadi cukup memberi harapan, terutama harapan reformasi di tubuh banyak BUMN. Bukan hanya spirit baru dari seorang Erick yang diharapkan, tapi juga strategi dan cara baru dalam pembenahan BUMN nasional, mengingat Erick adalah tokoh muda yang pandangan dan wawasannya sangat kontekstual dengan perkembangan zaman. Namun ada sedikit persoalan di sini, terutama soal konflik kepentingan, mengingat Erick berasal dari dunia bisnis dan korporasi, yang keberpihakannya pada kepentingan tersampaikannya "barang publik" kepada rakyat banyak agak susah dijamin.

Begitu pula dengan kehadiran Wishnutama di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang agak mengecewakan. Platform kebijakan Wishnutama, sebagaimana kompetensinya selama ini, tak berbeda dengan menteri sebelumnya, Arief Yahya, yang lebih banyak bermain dengan pencitraan kepariwisataan, seperti merek, promosi, dan jualan. Padahal saat ini yang dibutuhkan adalah sentuhan pengembangan tujuan wisata berkelas internasional, komprehensif, dan terintegrasi untuk mematangkan ekosistem pariwisata nasional, sehingga mampu memperbesar raihan devisa, memperbesar kontribusi pariwisata pada PDB nasional, dan memperluas kesempatan kerja nasional melalui pengembangan sektor pariwisata.

Ringkasnya, khusus untuk tim ekonomi, rasanya Jokowi sedikit melenceng dari cita-citanya sendiri. Dengan susunan personel tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju, Jokowi diperkirakan belum menghadirkan raihan angka ekonomi nasional yang bombastis. Padahal, untuk menghadapi bonus demografi dan keluar dari ancaman middle income trap, tidak cukup hanya dengan raihan yang biasa. Indonesia memerlukan angka pertumbuhan ekonomi 7-10 persen untuk keluar dari ancaman middle income trap dengan dukungan pertumbuhan investasi yang cukup tinggi pula.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

9 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya