Visi Sempit Jokowi

Penulis

Selasa, 22 Oktober 2019 07:00 WIB

SULIT berharap demokrasi Indonesia lima tahun ke depan akan maju jika menyimak pidato Presiden Joko Widodo dalam pelantikannya di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 20 Oktober lalu. Alih-alih menegaskan sikapnya terhadap poin penting bernegara yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini, ia lebih tertarik mengulas hal-hal mikro tentang pembangunan ekonomi.

Kita seperti mendengar pidato seorang Menteri Koordinator Perekonomian ketika sedang membuka sebuah seminar ekonomi makro. Jokowi tak tampil seperti pidatonya pada periode pertama lima tahun lalu, yang menegaskan hal-hal besar terkait dengan penegakan hukum, komitmen menjaga kebebasan berpendapat sebagai marwah demokrasi, pemberantasan korupsi, hingga upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi seraya menjunjung tinggi proteksi lingkungan dan hak asasi manusia.

Pidato pada periode keduanya ini relatif singkat dan hanya berfokus pada pembangunan ekonomi. Ia menyebutkan akan melanjutkan kerja masifnya membangun infrastruktur dengan inovasi, percepatan kerja birokrasi untuk menciptakan lapangan kerja. Apa yang disebut kesempatan besar oleh Jokowi adalah memanfaatkan bonus demografi yang tinggi untuk menggenjot pertumbuhan.

Lima tujuan yang ia sebut sebagai kerja lima tahun ke depan adalah membereskan regulasi, membangun sumber daya manusia, menyederhanakan birokrasi, infrastruktur, dan transformasi ekonomi. Menurut dia, Indonesia harus bertransformasi dari negara yang bergantung pada sumber daya alam menjadi yang punya daya saing manufaktur dan jasa modern. Kita tak bisa meraba yang dimaksud Jokowi dengan semua itu.

Apakah manufaktur tak akan mengeksploitasi sumber daya alam? Apakah bahan baku jasa modern tak memanfaatkan lingkungan? Jika benar demikian, Jokowi punya visi soal kelestarian lingkungan. Tapi tak satu pun kata "lingkungan" keluar dalam pidatonya itu.

Advertising
Advertising

Kita tahu, sumber daya alam telah menjadi malapetaka Indonesia karena menjadi bancakan dan rebutan para oligark di belakang pemain politik. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, potensi korupsi terbesar ada pada eksploitasi sumber daya alam. Jika proteksi terhadap sumber daya alam tak kuat, ia akan menjadi sumber korupsi yang masif. Dan korupsi sebesar-besarnya adalah penghambat demokrasi.

Tapi berharap pada komitmen Jokowi memang seperti menggantang asap. Di tangan dia, pemberantasan korupsi menjadi lemah. Ia menabalkan diri di atas pemberantasan korupsi dengan menempatkan KPK sejajar dengan eksekutif, bahkan ia sendiri kelak yang akan memilih Dewan Pengawas KPK yang powerful mengendalikan kerja lembaga ini. Jokowi bahkan menganggap pemberantasan korupsi menghambat investasi.

Maka pidato Jokowi di MPR itu hanya menunjukkan visi sempit kepemimpinannya lima tahun ke depan yang sudah tecermin dari apa yang dilakukannya selama ini. Kita tidak bisa berharap ia mau melindungi Indonesia dengan menegakkan hukum dan hak asasi manusia. Kita tidak bisa berharap kepada politikus yang menganggap demokrasi menghambat stabilitas.

Besok, Jokowi akan mengumumkan susunan kabinet untuk membantu menjalankan visi sempit membangun Indonesia itu. Jika kita tak antusias menyambutnya, itu karena harapan sudah dibunuh Jokowi sejak sebelum bekerja.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 22 Oktober 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

3 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

32 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya