Awal Suram Periode Kedua

Penulis

Senin, 21 Oktober 2019 07:00 WIB

Presiden Joko Widodo didampingi keluarga keluar dari Istana Merdeka, Jakarta, untuk menuju Gedung Parlemen dalam rangka acara pelantikan presiden 2019-2024, 20 Oktober 2019. TEMPO/Ahmad Faiz

Presiden Joko Widodo memasuki periode kedua pemerintahannya dalam cuaca kelabu. Kondisi global dan efek beberapa kebijakannya membuat pertumbuhan ekonomi jauh di bawah janji lima tahun lalu, yakni minimal 7 persen. Tanda-tanda perbaikan ekonomi hingga kini belum terlihat. Praktik demokrasi di bawah pemerintahannya pun terkesan bergerak mundur. Di akhir periode pertamanya, ia menyetujui sejumlah aturan berkualitas buruk, di antaranya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang bisa melemahkan komisi antikorupsi.

Pelantikan Jokowi, yang kini berpasangan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, juga dibayangi kekhawatiran bakal melemahnya mekanisme kontrol pada lima tahun ke depan. Penyebabnya, Jokowi ada kemungkinan bakal membangun koalisi besar, termasuk merangkul kubu pesaingnya pada pemilihan presiden lalu. Ia tampaknya tak cukup percaya diri dengan kekuatan koalisi pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, dan Partai Persatuan Pembangunan. Ia bakal membangun mayoritas mutlak, jika memasukkan Partai Gerindra dan Partai Demokrat-juga Partai Amanat Nasional-ke pemerintahannya. Praktis, kekuatan oposisi hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera.

Kekuatan mutlak di tangan Jokowi ini jelas merugikan masyarakat banyak. Mekanisme kontrol, yang akan memastikan pemerintah bertindak tepat dalam mengambil kebijakan-kebijakan publik, tak akan benar-benar bisa dilakukan. Ia mungkin akan menjalankan pemerintahannya tanpa "kegaduhan", sepi dari kritik dan pertentangan di Parlemen. Ia akan lebih leluasa mengegolkan anggaran dan berbagai rancangan undang-undang. Tapi kualitas aturan hukum yang disusun dalam kondisi seperti ini jelas tidak bisa diharapkan.

Publik akan menilai arah kebijakan periode kedua pemerintahan Jokowi pada hari ini, ketika ia mengumumkan susunan kabinetnya. Penempatan orang-orang yang tidak tepat pada bidangnya akan mengirim sinyal negatif. Apalagi jika sebagian besar kursi menteri diisi perwakilan-perwakilan partai politik. Jelas, nama-nama yang ditunjuk Jokowi juga akan menggambarkan koalisi seperti apa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ini.

Jokowi perlu diingatkan sekali lagi bahwa koalisi besar tidak menjamin "kestabilan" yang ia inginkan. Pengalaman pemerintahan periode kedua Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan hal itu. Pada 2009-2014, Yudhoyono merangkul banyak partai ke pemerintahan. Kenyataannya, partai-partai itu juga bertindak layaknya oposisi di Dewan Perwakilan Rakyat. Alih-alih memperkuat pemerintahan, mereka lebih berfokus dan berlomba-lomba menyiapkan kompetisi politik lima tahun berikutnya. Mereka sering kali justru berjalan beriringan untuk menggerogoti uang negara. Hal ini terbukti dalam berbagai perkara korupsi yang melibatkan anggota DPR dari banyak partai politik.

Advertising
Advertising

Di tengah kemungkinan mekanisme kontrol yang melemah di Senayan, publik perlu menyiapkan diri untuk mengambil alih fungsi itu. Perlawanan damai melalui demonstrasi bisa dilakukan untuk melawan kebijakan yang merugikan publik. Perlawanan perlu dilakukan untuk mencegah terciptanya kartel politik.

Catatan:

Ini merupakan artikel tajuk koran tempo edisi 21 Oktober 2019

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

8 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

37 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya