Pembungkaman Demokrasi Mesir

Penulis

Jumat, 18 Oktober 2019 08:40 WIB

Salah seorang demonstran berorasi memprotes putusan bebas pengadilan atas mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak yang dianggap bertanggung jawab atas kisruh Mesir pada 2011, di Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, 30 November 2014. Ahmed el-Hussini/Getty Images

Smith Alhadar
Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education

Pada 21 September lalu, sekonyong-konyong rakyat Mesir di berbagai kota turun ke jalan menuntut Presiden Abdel Fattah el-Sisi turun untuk digantikan oleh pemerintahan demokratis. Sisi menjadi presiden setelah pada 2013 mengkudeta Presiden Mohammad Mursi, satu-satunya presiden yang terpilih secara demokratis sepanjang sejarah Mesir.

Demonstrasi anti-Sisi dipicu seruan Mohammad Ali, kontraktor yang telah bekerja sama dengan militer Mesir selama 15 tahun, termasuk membangun istana untuk Sisi. Ali mengatakan rezim Sisi menghamburkan-hamburkan uang dari hasil pajak untuk proyek-proyek yang sia-sia.

Seruan Ali melalui akun Facebooknya disambut gegap gempita karena kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya Mesir buruk. Di bidang ekonomi, Mesir menghadapi kemerosotan investasi asing dan pendapatan dari pariwisata akibat instabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Cadangan devisa anjlok 60 persen dan pertumbuhan ekonomi turun. Kebijakan penghematan ketat sebagai syarat bagi pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF) telah membuat kemiskinan melejit. Sekitar sepertiga dari 100 juta rakyat hidup kurang dari US$ 1,5 per hari, sementara korupsi merajalela dan standar hidup stagnan. Indeks persepsi korupsi Mesir berada pada tingkat ke-144 dari 177 negara.

Di bidang kebudayaan, The Pew Forum on Religion and Public Life menempatkan Mesir di peringkat kelima terburuk di dunia dalam hal kebebasan beragama. Menurut survei Pew Global Attitude, 84 orang Mesir mendukung hukuman mati bagi mereka yang murtad, 77 persen mendukung hukuman cambuk dan potong tangan karena mencuri, serta 82 persen mendukung hukum rajam bagi pezina.

Advertising
Advertising

Sementara itu, Undang-Undang Anti-terorisme mengancam awak media dengan denda mulai dari US$ 25 ribu sampai US$ 60 ribu bagi yang menyebarkan informasi "keliru" tentang tindakan teror di dalam negeri yang berbeda dengan pengumuman resmi Kementerian Pertahanan. Aktivis dan wartawan dipenjara atau dilarang bepergian. Tak mengherankan, Wartawan Lintas Batas menempatkan Mesir dalam hal kebebasan pers pada peringkat ke-158 dari 180 negara.

Mungkin situasi yang rawan secara politik inilah yang mendorong Sisi menggunakan polisi, tentara, dan pengadilan untuk konsolidasi kekuatan politik, menghilangkan semua kompetisi politik yang serius, dan memastikan narasi tunggal media. Rezim menyensor situs berita hak asasi manusia, memberlakukan undang-undang untuk menggilas masyarakat sipil, menyensor dan memata-matai media sosial, menangkap buruh yang akan mogok, serta menggelar kampanye penghilangan paksa dan penyiksaan. Dengan semua intimidasi politik publik ini, pemerintah berhasil menggilas seluruh perbedaan pendapat domestik.

Dalam rangka memastikan kemenangan Sisi dalam pemilihan presiden tahun lalu, pemerintah menggusur kompetitor paling lemah sekalipun. Dalam upaya membungkam demonstrasi saat ini, pemerintah mengambil langkah brutal dan menangkap hampir seratus orang. Ketika Mursi dulu dimakzulkan, rezim menangkap sekitar 60 ribu orang.

Semua ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perasaan tidak aman yang dirasakan Sisi terhadap kekuatan cengkeramannya atas Mesir. Mungkin ia khawatir ada kelompok perantara kekuasaan Mesir, termasuk perwira tinggi militer yang menginginkan munculnya orang kuat baru, sehingga ia mengintimidasi calon-calon presiden dari militer dalam pemilihan tahun lalu.

Cukup jelas, bahkan bagi Sisi sekalipun, bahwa kondisi ekonomi dan keamanan saat ini lebih buruk ketimbang saat ia mengambil alih kekuasaan. Mata uang Mesir mengalami depresiasi signifikan dan pengangguran di kalangan muda berada di level tertinggi. Dalam hal keamanan, Mesir berada pada tingkat sangat buruk sepanjang sejarah modernnya. Mesir lebih banyak mengalami serangan teroris dalam lima tahun pemerintahan Sisi ketimbang 30 tahun rezim diktator Husni Mubarak. Selama bertahun-tahun Mesir bertempur dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Semenanjung Sinai, yang kemudian berkembang intens setelah Mursi dijatuhkan.

Kedua, rezim Sisi mendapat dukungan politik dan ekonomi dari Arab Saudi serta Uni Emirat Arab yang khawatir pada pemerintahan Ikhwanul Muslimin di bawah Mursi. Sejak kudeta Sisi, Riyadh dan Abu Dhabi menggelontorkan puluhan miliar dolar Amerika kepada rezim Sisi.

Ketiga, Sisi terdorong oleh sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Segera setelah memenangi pemilihan presiden 2016, Trump mengindikasikan bahwa promosi hak asasi dan demokrasi di luar negeri tidak termasuk prioritas kebijakan luar negerinya. Ini ditafsirkan sebagai sinyal positif oleh para diktator yang bersekutu dengan Amerika bahwa Amerika tidak akan mengaitkan pembatasan-pembatasan demokrasi dan hak asasi dengan bantuan serta bentuk dukungan lain. Dalam kasus Sisi, Trump membanjirinya dengan pujian, menyebutnya sebagai "fantastic guy".

Dengan pembungkaman demokrasi, dukungan regional dan internasional, Sisi dapat mempertahankan kekuasaan, tapi dia tidak akan berhasil membawa kemajuan bagi Mesir. Demokrasi terbukti berhasil menciptakan kesejahteraan dan keadaban suatu bangsa.

Catatan:

Ini merupakan artikel Koran Tempo edisi 18 Oktober 2019

Berita terkait

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

2 hari lalu

IMI dan RS Premiere Bintaro Kerja Sama di Bidang Layanan Kesehatan

RS Premiere Bintaro menyediakan berbagai fasilitas khusus untuk pemilik KTA IMI.

Baca Selengkapnya

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

11 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

40 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya