Fidai

Senin, 14 Oktober 2019 11:55 WIB

Pada 16 Oktober 1092, seorang pembunuh yang menyamar sebagai sufi tua menikam mati Perdana Menteri Nizam-ul-Muluk. Tak urung, Kesultanan Seljuk yang bertakhta di Bagdad pun guncang. Sejarah persengketaan dalam politik Islam yang berlumur darah berlanjut. Kaum Ismaili sedang hendak dibasmi Khalifah Abbasiah yang ditopang sultan-sultan Seljuk dari Turki, dan Nizam-ul-Muluk, yang merancang pembersihan itu, harus dihabisi.

Lewat tengah hari itu, Wazir Agung ini sedang dalam tandu menuju haremnya, ketika seorang sufi mendekat dan berteriak, "Keadilan, Yang Mulia, keadilan!" Nizam mendengar. Ia melarang pengawalnya menghalang-halangi orang tua itu menghampirinya. Ia terkecoh: sufi tua yang membawa selembar petisi itu sebenarnya Abu Tahir Ariani, pemuda berumur 20-an tahun. Begitu mendekat, Abu Tahir menghunjamkan pisaunya ke jantung Nizam. Pemuda ini segera tertangkap. Tubuhnya dicincang.

Tahir seorang fidai, pengikut setia Hasan-i-Sabah, pemimpin Ismaili yang bersembunyi di Bukit Alamut, tokoh perlawanan yang tak terkalahkan sampai mati.

Dari Bukit Alamut itudi Provinsi Kaspia Selatan di wilayah Rudbar di IranHasan sesekali mengirim seorang atau lebih fidai menyamar, untuk membunuh musuh politiknya. Membunuh dengan cara efektif dan efisien: dari dekat dan siap mati. Merekalah para "asasin" yang termasyhur dalam sejarah Islam.

Cerita keberanian dan fanatisme para asasin ini jadi legenda yang berkembang dari mulut ke mulut.

Advertising
Advertising

Menarik mengutip yang diceritakan Marco Polo, pengelana dunia dari Venezia, yang di tahun 1273 ada di Persia. Dalam ceritanya, "Orang Tua dari Gunung", Hasan-i-Sabah, membangun sebuah kebun pelbagai jenis buah, juga "paviliun dan istana yang paling elegan yang dapat dibayangkan orang". Di dalam bangunan itu ada parit tempat "anggur, susu, madu, dan air mengalir". Juga perempuan-perempuan cantik yang pandai bermain musik, menyanyi, dan menari.

Tampak, Hasan-i-Sabah ingin mengesankan bahwa itulah Firdaus. Ia rekrut sejumlah anak muda berusia 12 sampai 20 tahun yang punya hasrat jadi prajurit, dilatih menggunakan senjata, menyamar, dan berbahasa asing. Secara bergilir enam orang dari mereka boleh masuk ke taman Firdaus itu, setelah mencicipi hashish, hingga terbius tertidur. Dengan perhitungan, ketika terbangun, mereka akan menyaksikan keindahan dan merasakan kenikmatan di sekitarnyakemewahan yang akan mereka rasakan seterusnya jika mereka bersedia membunuh siapa saja yang dikehendaki Sang Penguasa Surga....

Marco Polo tampaknya mengambil cerita itu dari imajinasi orang lain. Ali Mohammad Rajput, dalam Hasan-i-Sabbah: His Life and Thought (2013), menunjukkan gambaran yang berbeda sama sekali. Hasan-i-Sabah adalah seorang alim yang keras. Ia tak akan mengizinkan orang di sekitarnya bernikmat-nikmat. Ia bahkan menghukum mati anaknya sendiri ketika ketahuan minum anggur.

Dengan disiplin yang ditegakkan seperti itu, ia berhasil membentuk pasukan yang patuh dan tahan bertempur ketika digempur tentara Abbasiah. Digabung dengan wibawanya sebagai tokoh yang menyatakan keyakinannya sebagai Islam yang paling murni, Hasan menyiapkan sejumlah fidai yang fanatik, gesit membunuh, dan berani matimenjangkau Surga.

Tapi sejarah mencatat, Hasan-i-Sabah tak pernah bisa merebut tampuk kekhalifahan untuk kaum Ismaili. Ia memang tak terkalahkan, benteng Alamut tak tertembus, dan Hasan wafat karena sakit tua. Riwayat hidupnya mengisahkan perlawanan yang teguh dan total terhadap sultan-sultan Seljuk dan seluruh kepemimpinan Sunni, tapi yang dicapainya hanya kronologi kemenangan-kemenangan kecil. Wilayah kaum Ismaili terdiri atas lokasi-lokasi yang terpisah, terbatas, meskipun pengaruh keyakinannya menyebar dan di suatu saat mencapai India. Perpecahan umat Islamyang tak lain adalah perebutan siapa yang patut dianggap sah memegang kekhalifahantak pernah bisa diatasi.

Makin tajam perpecahan itu, makin kuat tiap-tiap pihak menyatakan diri sebagai pewaris tradisi yang benar. Bersama itu, makin hilang daya jangkau universalnya. Tiap-tiap "sekte" kian terasing. Dan ini tampak di antara tahun 1255 dan 1265, ketika tentara Mongol, dipimpin cucu Jenghis Khan, Hulagu, datang dan melikuidasi kekuasaan Sunni dan Syiah di seantero wilayah itu.

Benteng Alamut jatuh. Musuh-musuh lama Hasan dan pembenci kaum Ismaili bersorak atas kejatuhan itu. Tapi dua tahun kemudian Hulagu menggebuk mereka yang bersukacita itu di pusat khalifah, di Kota Bagdad. Sang Khalif ditangkap, dimasukkan ke gulungan selimut, dan diinjak-injak sampai mati. Sekitar 800 ribu penduduk dibantai. Tak kurang hancur adalah khazanah ilmu, filsafat, dan sastra, yang hampir seluruhnya dibasmi.

Mungkin trauma itu juga awal hilangnya sumber-sumber keterbukaan pikiran dan kreativitas di dunia Islamprestasi yang pernah menyumbang kemajuan Eropa. Yang kini dikenang orang, dan agaknya diteruskan sebagian orang Islam, akhirnya hanyalah keyakinan ala fidai: defensif, keras, sempit, dan merasa terancam dalam paranoia panjang. Di beberapa sudut, berdiri kembali Alamut-alamut baru.

Dengan keterpencilan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

4 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya