Dewan Pebisnis Rakyat

Penulis

Reza Syawawi

Senin, 7 Oktober 2019 07:19 WIB

Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 25 September 2019. KPK menahan dua tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan korupsi kuota impor ikan tahun 2019 yakni Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Reza Syawawi
Peneliti Hukum Transparency International Indonesia

“Konflik kepentingan adalah akar korupsi”. Pernyataan ini berawal dari sebuah hipotesis bahwa masalah korupsi pada dasarnya bermula dari minimnya pengendalian konflik kepentingan dalam jabatan-jabatan publik. Konflik kepentingan mengemuka ketika terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompok dibanding kepentingan negara atau masyarakat luas.

Transparency International secara global mengungkap relasi korupsi dengan konflik kepentingan melalui pendefinisian korupsi sebagai “penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi”. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memberikan definisi yang mengaitkan konflik kepentingan dengan korupsi, yakni “konflik kepentingan terjadi ketika seseorang atau suatu perusahaan (baik swasta maupun pemerintah) berada dalam suatu posisi untuk mengeksploitasi kapasitas profesional atau resmi mereka dalam suatu cara untuk keuntungan pribadi atau perusahaan”.

Dalam konteks lembaga legislatif, sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat baru yang berlatar belakang pebisnis atau pengusaha sudah tentu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (Koran Tempo, 3 Oktober 2019). Maka, perlu ada mitigasi sejauh mana regulasi mampu mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas-tugas DPR di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Jika menelisik Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, tidak ada norma yang secara khusus mengatur soal konflik kepentingan. Undang-undang itu hanya menyebutkan kewajiban anggota, yang salah satunya berbunyi “mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan”. Namun tidak dijelaskan apa dan bagaimana mekanisme internalnya agar anggota Dewan melaksanakan kewajiban tersebut. Undang-undang itu hanya menyediakan mekanisme penanganan pengaduan melalui Mahkamah Kehormatan Dewan ketika kewajiban tersebut tidak diindahkan oleh anggota.

Advertising
Advertising

Jika belajar dari standar global, pengendalian konflik kepentingan sebagai bagian dari pencegahan korupsi perlu diatur dalam beragam konteks. Bagi pejabat publik, misalnya, ada ketentuan yang mewajibkannya mendeklarasikan potensi konflik kepentingan, baik menyangkut aktivitas sampingan, investasi, aset, maupun suatu manfaat yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan fungsinya sebagai pejabat publik. Hal ini tercantum dalam Pasal 8 Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC).

Dalam isu yang lain, para pejabat publik yang bertanggung jawab atas pengadaan barang dan jasa perlu membuat pernyataan jika terjadi konflik kepentingan (Pasal 9). Bahkan, bagi kalangan swasta, pencegahan benturan kepentingan merupakan bagian dari standar untuk menjaga integritas ketika berhubungan dengan negara atau pejabat publik (Pasal 12).

Konflik kepentingan memiliki dimensi yang amat luas. Tidak hanya karena adanya afiliasi bisnis tertentu, tapi juga melingkupi kepentingan dan hubungan apa pun yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Bisa saja ia bersumber dari hubungan atau kepentingan dengan partai politik, kekerabatan atau pertemanan, balas budi, dan lain-lain.

Jika menelisik ke belakang, banyak kasus korupsi yang tidak hanya disebabkan oleh irisan kepentingan yang berkaitan dengan partai politik, tapi juga kepentingan lain. Apalagi semua kepentingan itu saling menyokong. Ada kasus korupsi yang melibatkan satu keluarga (suami, istri, dan anak). Ada pula kasus korupsi yang terjadi karena memperdagangkan pengaruh yang sama sekali tidak berhubungan dengan jabatannya.

Jika dibandingkan, pengaturan konflik kepentingan di dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan lebih rinci dan spesifik. Dalam undang-undang itu, pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan, misalnya, dilarang menetapkan keputusan atau melakukan tindakan.

Undang-undang ini menempatkan menteri sebagai salah satu pihak yang berpotensi memiliki konflik kepentingan, sehingga menteri tersebut tidak boleh mengambil keputusan. Dalam situasi semacam ini, hanya presiden yang berhak mengambil keputusan.

Jika dibandingkan dengan komposisi anggota DPR saat ini, potensi penyalahgunaan kewenangan dan pengaruh untuk keuntungan bisnisnya tentu akan jauh lebih besar. Dalam konteks ini, minimnya pengaturan di dalam undang-undang seharusnya ditanggapi DPR dengan mengatur lebih rinci pengendalian konflik kepentingan.

Setidaknya secara garis besar ada tiga hal yang perlu diatur. Pertama, merumuskan definisi dan praktik konflik kepentingan yang mungkin muncul dalam pelaksanaan tugas DPR. Kedua, perlu ada mekanisme agar semua anggota DPR mendeklarasikan secara terbuka soal kepentingan bisnis pribadi dan keluarganya. Ketiga, dalam hal adanya pembahasan atau pengambilan keputusan dalam pelaksanaan tugas atau kewenangan DPR, perlu diatur agar setiap anggota yang memiliki konflik kepentingan menyatakan secara terbuka di dalam forum dan tidak terlibat dalam proses pembahasan hingga pengambilan keputusan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

7 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

36 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya