Melawan

Penulis

Putu Setia

Sabtu, 28 September 2019 07:00 WIB

Putu Setia
@mpujayaprema

Ikut terenyuh menyaksikan emak-emak yang meminta anaknya pulang dan tidak ikut-ikutan demo. Mungkin anak itu simbolis saja, siapa tahu emak-emak itu tidak punya anak yang masih bersekolah. Dengan penjagaan yang ketat, kuat dugaan adegan ini direkayasa. Mungkin saat ini suara emak-emak lebih didengar dibanding suara pejabat, apakah itu menteri atau presiden.

Pulanglah nak, pulang. Tugasmu belajar, bukan demonstrasi.

Nadanya memohon dengan bahasa kasih sayang. Bukan menghardik sebagaimana tayangan lain, misalnya, video orang yang menginterogasi seorang pelajar. "Kamu tahu maksud demo ini? Kamu tahu undang-undang yang diprotes?" Aduh, pelajar itu dipermalukan oleh sang interogator saya tak tahu apa dia polisi, tentara, atau siapa. Wajahnya tak diperlihatkan. Interogator penakut.

Para pelajar yang disebut masih bersekolah di sekolah teknik menengah (STM) itu terus saja melakukan aksi demo. Ada tagar #STMmelawan menyertai #MahasiswaBergerak yang akhirnya menjadi #stmmahasiswabersatu. Rusuh terjadi. Pelajar STM menjadi korban kekerasan polisi, sesuatu yang memang sudah risiko seorang pendemo di negeri ini. Saya tak begitu kaget meski selalu prihatin dan berdoa tak ada korban. Yang sangat membuat kaget, ada video hoaks yang menyudutkan pendemo muda, seolah-olah para pelajar ini sudah menyiapkan dari awal kerusuhan dengan cara mengumpulkan batu di mobil ambulans. Banyak orang percaya lalu menyalahkan sopir ambulans beserta dokter dan perawat di dalamnya. Juga Pemerintah Daerah DKI Jakarta karena satu dari empat ambulans itu milik Pemda, lainnya milik PMI. Dokter, perawat, dan sopir diperiksa polisi. Syukur kemudian polisi meralat hoaks ini dan menghapus posting-annya di Twitter. Yang terjadi pendemo berlindung di mobil ambulans sambil membawa kardus yang berisi batu. Saya tak tahu apakah polisi sudah minta maaf karena menyebar hoaks.

Advertising
Advertising

Kembali ke anak-anak STM. (Oh ya, jangan-jangan sebutan STM lebih bagus dibanding SMK yang kini sudah jadi merek mobil). Perlukah kita menghujat anak-anak ini? Ada sisi positifnya, mereka tak sekadar belajar teknik, juga belajar tentang apa yang terjadi di negerinya. Menjelang pemilu bahkan pimpinan partai politik memberikan bekal kepada mereka bagaimana memilih pemimpin. Meski komisi perlindungan anak masih menganggap mereka belum dewasa, pelajar di kelas XI dan XII sudah banyak yang punya hak suara. Kalau hak suaranya diambil, kenapa mereka tak boleh menyuarakan keprihatinan terhadap bangsanya? Mereka melawan karena pemimpin yang dipilihnya dianggap ngawur membuat undang-undang. Apa yang salah? Soal batu dan kerusuhan itu bisa jadi karena tindakan aparat yang berlebihan.

Pelajar berpolitik bukan barang baru. Pada masa Orde Lama, organisasi pelajar yang menjadi onderbouw partai, tumbuh subur. Ada Ikatan Pelajar NU (IPNU) binaan Partai NU, ada Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) anaknya PNI, dan ada Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) asuhan PKI. Hal ini sekadar contoh. Di masa Orde Baru, sekolah dan kampus dijauhkan dari politik karena dianggap tidak normal sehingga muncul program Normalisasi Kehidupan Kampus.

Di Inggris, ada Youth Parliament. Pelajar usia 11-18 tahun belajar politik di sini. Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir belajar politik sejak muda. Apakah pelajar STM itu tak boleh urun rembuk soal korupsi, tak boleh memprotes undang-undang yang mendenda perempuan pulang malam? Bahwa ada kejengkelan sehingga mereka melempar aparat dengan batu, hal itu semacam air yang tumpah deras tapi salurannya macet. Dan mereka pun melawan.

Berita terkait

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

5 hari lalu

Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.

Baca Selengkapnya

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

33 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya